Lemdiklat Polri Mengajarkan Menjadi Polisi yang Tulus Hati dan Bereaksi Dengan Cepat
TRANSINDONESIA.co | Lemdiklat mengajarkan dan melatih kan menjadi polisi yang tulus hati dan bereaksi dengan cepat. Polisi dalam pemolisiannya berupaya terus meningkatkan kualitas pelayanan kepada publik agar mendapat kepercayaan. Kepercayaan dibangun dari kinerja yang profesional, dirasakan membawa manfaat bagi masyarakat.
Kepercayaan diperoleh karena dilakukan dengan tulus hati dan bereaksi dengan cepat. Ketulusan hati terefleksi dari cara berkomunikasi pada saat melayani. Tulus hati, memandang orang lain dengan positif dan tidak melecehkan atau memandang rendah orang lain.
Ketulusan hati, bukan munafik atau kepura puraan. Orang munafik kebaikannya penuh kepura puraan. Penuh dengan pamrih, ada udang di balik batu atau supdibilheb (supaya dibilang hebat).
Kaum tidak tulus, tabiatnya buruk, gampang ditipu dan senang menipu, dampaknya adalah pelecehan, melukai batin, walaupun dirinya tidak merasakan karena telah menjadi kebiasaan. Hal tersebut berdampak ketidak percayaan.
Baik tatkala harus diawasi, dipaksa atau diancam atau ada keinginan sesuatu, ini bukan ketulusan tetap ada pelecehan yang melukai dan selalu saja mencari keuntungan dalam kesusahan atau pelayanan publiknya dijadikan pasar yang sarat tawar menawar.
Baik yang sejati adalah jiwa bahagia, yang bukan sebatas rasa. Tatkala bahagia itu basisnya jiwa, akan menghidupkan bahkan mampu menumbuh kembangkan. Dalam kondisi apapun akan tetap baik dan memberikan yang terbaik. Apa hebatnya tatkala baik hanya kepada orang yang memberikan kebaikan padanya?
Bagi pemimpin, jiwa bahagia menjadi dasar menjadi orang bajik yang tulus hati, kebijakannya bijaksana. Di dalam pelayanan publik, ketulusan direfleksikan dalam kecepatan bertindak . Kecepatan merespon ini juga didasari kecintaan dan kebanggaan atas pekerjaannya. Semua itu terlihat dalam human relation melalui dialog.
Pemimpin yang bajik jiwanya bahagia, pikiran perkataan perbuatan dan belarasanya pada kemanusiaan atau nguwongke, demi semakin manusiawinya manusia, sebagai refleksi atas upaya peningkatan kualitas hidup masyarakat.
Untuk mengetahui ketulusan hati dan reaksi cepat saat melayani, terlihat dalam dialog dan cara memberikan pelayanan kepada publik. Analoginya saat pengecekan darah, cukup diambil satu tetes darah tidak perlu satu ember.
Pembelajaran di Lemdiklat Polri melalui dialog menjadi penting dan mendasar untuk menjadi tulus dan menjadi orang bajik sehingga kebijakan kebijakannya akan bijaksana. Polisi yang tidak tulus, pemolisiannya bukan untuk nguwongke atau mengangkat harkat dan martabat manusia. Kecenderungannya akan menjadi jumawa, tamak dan amarah. Pelayanannya kepada masyarakat akan buruk dan melukai yang berdampak hilangnya kepercayaan.
Membangun ketulusan dan bereaksi dengan cepat dalam pelayanan publik dasarnya adalah literasi.
Apakah literasi yang rendah dapat merusak peradaban? Ya, karena lalai dan abai akan tugas pokoknya, karena yang dikerjakan pokoknya tugas. Literasi yang rendah adabnya pun akan buruk penuh kepura puraan, bisa saja munafik. Tulus hati dan mampu bereaksi dengan cepat refleksi kualitas literasi dalam jiwa bahagia. (CDL)