Bertentangan Dengan Konstitusi, MK Hapus Presidential Threshold
TRANSINDONESIA.co | Mahkamah Konstitusi (MK) putuskan penghapusan Presidential Threshold (ambang batas) minimal 20 persen kursi DPR atau suara sah 25 persen Nasional pada Pemilihan Umum (Pemilu), dalam sidang perkara nomor 62/PUU-XXII/2024.
Putusan MK ini efektif berlaku pada Pemilihan Presiden (Pilpers) 2029 mendatang. Putusan MK ini membuka peluang bagi setiap partai politik peserta pemilu untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres dan cawapres)-nya.
“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” demikian bunyi amar putusan yang dibacakan Ketua MK, Suhartoyo, pada Sidang Pengucapan Putusan Uji Materi Ambang Batas Pencalonan Presiden, di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis 2 Januari 2025.
Pada poin putusan berikutnya Suhartoyo menyatakan, “pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden oleh partai atau gabungan partai politik peserta pemilu tidak didasarkan pada persentase jumlah kursi di DPR atau suara sah secara nasional.”
Dalam amat putusan MK menyatakan norma Pasal 222 dalam UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. MK sekaligus memerintahkan agar putusan mereka dimuat dalam berita negara sebagaimana mestinya.
Pada kesempatan itu, dua dari sembilan hakim konstitusi, yakni Anwar Usman dan Daniel Yusmic dinyatakan memiliki pendapat berbeda. Menurut Suhartoyo, keduanya menyatakan pemohon tak memiliki legal standing.
“Namun pada pokoknya dua hakim tersebut berpendapat para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum atau legal standing. Sehingga seharusnya mahkamah tidak melanjutkan pada pokok permohonan,” kata Suhartoyo.
Perlu diketahui, MK memutuskan syarat ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20 persen yang diatur dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilu inkonstitusional itu mengabulkan gugatan yang dilayangkan permohonan ini diajukan oleh empat orang Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga, yakni Enika Maya Oktavia, dkk. Para Pemohon mendalilkan prinsip “one man one vote one value” tersimpangi oleh adanya presidential threshold dalam perkara Nomor 62/PUU-XXII/2024.
Pada intinya para pemohon menggugat pasal 222 UU Pemilu yang mengatur tentang presidential threshold berupa 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara nasional.
Pasal 222 UU Pemilu telah mengatur persyaratan capres-cawapres hanya dapat dicalonkan oleh parpol yang memiliki minimal 20 persen kursi DPR atau memperoleh 25 persen suara sah nasional pada pemilu sebelumnya.
“Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya,” bunyi pasal tersebut. (met)