Fenomena Global Picu Cuaca Ekstrem, BMKG Ingatkan Risiko Bencana Hidrometeorologi
TRANSINDONESIA.co | Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, mengatakan potensi cuaca ekstrem di wilayah Jawa Timur yang dipengaruhi oleh fenomena anomali iklim global, yaitu pendinginan suhu permukaan laut di Samudera Pasifik dan Samudera Hindia atau dikenal sebagai La Nina.
“Fenomena ini memicu peningkatan pembentukan awan hujan, yang berdampak pada tingginya intensitas curah hujan di Jawa Timur yang meningkatkan risiko bencana hidrometeorologi di kawasan tersebut,” kata Dwikorita saat Rapat Koordinasi Siaga Darurat Bencana Hidrometeorologi di Surabaya, Jawa Timur, Selasa (17/12/2024).
Rapat tersebut dihadiri Penjabat Gubernur Jawa Timur Adhi Karyono, Menteri Koordinator PMK Pratikno, Kepala BNPB Suharyanto, dan Anggota Komisi VIII DPR RI Ina Ammania, yang bersama-sama membahas langkah mitigasi untuk menghadapi puncak musim hujan dan potensi bencana hidrometeorologi di wilayah Jawa Timur.
Berbeda dengan kondisi tahun lalu yang dipengaruhi El Nino kering, Situasi ini memicu sirkulasi siklonik dan munculnya bibit siklon yang menyebabkan angin kencang, gelombang tinggi, hingga potensi hujan ekstrem di beberapa wilayah Indonesia.
Selain La Nina, beberapa fenomena atmosfer lainnya terjadi bersamaan, seperti aktivitas Monsoon Asia, gelombang MJO, serta gelombang Kelvin dan Rossby ekuator yang memperparah intensitas hujan. Fenomena ini berlangsung sejak November dan diprediksi memuncak pada Desember hingga Januari 2025.
Wilayah yang terdampak ialah Laut Natuna, Bangka Belitung, Jabodetabek, dan Jawa Barat. Suhu muka laut yang semakin hangat juga turut memicu sirkulasi siklonik, menyebabkan peningkatan curah hujan signifikan di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Sumatra bagian selatan.
“Intensitas hujan diprediksi akan meningkat signifikan pada 21 Desember, kemudian sedikit menurun di 22-23 Desember, sebelum kembali meningkat pada 24 Desember,” ujar Dwikorita.
BMKG memprakirakan potensi hujan deras disertai angin kencang terjadi dalam tujuh hari ke depan di sejumlah kabupaten, seperti Bangkalan, Bondowoso, Gresik, dan Banyuwangi. Peningkatan cuaca ekstrem diprediksi terjadi pada 21 Desember, dengan kondisi hampir merata di berbagai wilayah. Informasi ini diharapkan dapat membantu pemerintah daerah dan masyarakat bersiap menghadapi potensi risiko bencana akibat cuaca ekstrem.
Sebagai antisipasi cuaca ekstrem di Jawa Timur, BMKG bekerja sama dengan BNPB dan PUPR untuk memetakan wilayah rawan bencana di Jawa Timur, termasuk potensi banjir dan longsor. Melalui overlay data dari berbagai sumber, zona-zona rentan bencana telah diidentifikasi dengan akurat. Namun, tantangan utamanya adalah menentukan waktu pasti terjadinya bencana, seperti longsor. Dengan informasi ini, pemerintah daerah diharapkan dapat meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan, serta menyusun langkah-langkah mitigasi yang lebih efektif.
Untuk mengurangi risiko bencana hidrometeorologi, BMKG bersama BNPB, Pemprov Jawa Timur, dan stakeholder terkait melaksanakan Operasi Modifikasi Cuaca (OMC). Operasi ini bertujuan mengendalikan curah hujan selama puncak musim hujan, khususnya di zona rawan bencana. Kegiatan OMC di Jawa Timur dimulai sejak 18 Desember dengan dukungan 1 unit pesawat Cessna Caravan C208B-EX dari PT Smart Cakrawala Aviation (reg. PK-SNN), serta lokasi posko yang berpusat di Bandara Internasional Juanda Surabaya.
BMKG juga mendorong masyarakat untuk memanfaatkan aplikasi Info BMKG sebagai langkah mitigasi bencana.
“Melalui aplikasi Info BMKG, masyarakat bisa melihat prakiraan cuaca hingga enam hari ke depan, meliputi kondisi curah hujan, suhu, kecepatan angin, dan kelembaban udara di tingkat kecamatan. Diharapkan masyarakat dapat melakukan antisipasi dini untuk mengurangi potensi kerugian akibat cuaca ekstrem,” pungkas Dwikorita. [nag]