KPK Sita Rumah Mewah di Medan Terkait Korupsi Pengadaan Lahan di Rorotan
TRANSINDONESIA.co | Komisi Pemberantsan Korupsi (KPK) menyita rumah yang berlokasi di Kota Medan, Sumatera Utara terkait kasus dugaan korupsi pengadaan lahan di Rototan, Jakarta, pada Kamis (14/11/2024).
“Bahwa pada hari ini tanggal 14 November 2024, penyidik KPK telah melakukan penyitaan sebuah rumah mewah yang berlokasi di Kota Medan,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto dalam keterangannya, Kamis (14/11/2024).
Tessa mengatakan, rumah tersebut memiliki luas 90 meter persegi atas nama SS. Namun, ia tak mengungkapkan identitas SS tersebut.
“KPK menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para pihak dan juga masyarakat yang membantu kelancaran kegiatan penyitaan pada perkara ini,” ujarnya seperti dilansir kompas.com.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan lima orang tersangka dalam kasus korupsi dalam kasus korupsi pengadaan lahan di Rorotan, Jakarta, pada Rabu (18/9/2024).
Lima tersangka tersebut yakni Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya Yoory C. Pinontoan (YCP), Senior Manager Divisi Usaha atau Direktur Pengembangan Perumda Indra S. Arharrys (ISA), Direktur Utama PT Totalindo Eka Persada (PT TEP) Donald Sihombing, Komisaris PT TEP Saut Irianto Rajagukguk, dan Direktur Keuangan PT TEP Eko Wardoyo.
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan, pihaknya melakukan penahanan kepada lima orang tersangka untuk 20 hari pertama terhitung sejak 18 September 2024 sampai dengan 7 Oktober 2024.
“Penahanan dilakukan di Rutan Cabang Gedung KPK Merah Putih,” kata Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (18/9/2024).
Asep mengatakan, KPK mencatat kerugian negara/daerah setidaknya sebesar Rp 223 miliar atau Rp 223.852.761.192 yang diakibatkan penyimpangan dalam proses investasi dan pengadaan tanah oleh Perumda Pembangunan Sarana Jaya pada Tahun 2019-2021.
Ia mengatakan, kasus korupsi pengadaan lahan di Rorotan ini bermula saat Perumda Pembangunan Sarana Jaya (PPSJ) melakukan pembelian lahan pada periode 2019-2021.
Ketika itu, PT Totalindo Eka Persada menawarkan lahan ke Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Provinsi DKI Jakarta tersebut.
Tanah yang ditawarkan PT Totalindo Eka Persada kepada PPSJ seluas 11,7 hektar dengan harga Rp 3,2 juta per meter persegi.
Kemudian, kedua perusahaan sepakat harga tanah menjadi Rp 3 juta per meter per segi tanpa ada kajian internal dari PPSJ terkait kewajarabln harga tanah di Rorotan tersebut.
“YCP dan ISA mengetahui bahwa harga wajar tanah Rorotan ditawarkan oleh PT Totalindo Eka Persada (PT TEP) sebetulnya jauh dibawah harga penawaran PT TEP yakni di bawah Rp 2 juta/m2,” ujarnya.
Asep mengatakan, YCP mengabaikan informasi terkait harga wajar dari tanah tersebut, sehingga total PPSJ membeli lahan dari PT TEP sebesar Rp 371 miliar. Padahal, lahan tersebut milik PT Nusa Kirana Real Estate.
Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUH Pidana. (kps)