Sekutu AS di Asia Was-was Menanti Kembalinya Donald Trump
TRANSINDONESIA.co | Negara-negara sekutu AS di Asia mengucapkan selamat kepada Donald Trump atas kemenangannya dalam pilpres AS Selasa (9/11) lalu. Namun, sejumlah pihak di Asia yang juga mengkhawatirkan kembalinya kebijakan luar negeri “America First” yang berdampak pada negara mereka.
Semasa menjadi presiden pada periode sebelumnya, Donald Trump memadukan diplomasi dan ancaman saat ia menggencarkan kebijakan luar negeri yang tidak dapat diprediksi.
Dengan kembalinya Trump ke kursi kepresidenan, para sekutu dan mitra AS di Asia mencoba mencari tahu apa arti “America First” babak kedua nanti bagi mereka.
Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol pada Kamis (7/11) menyatakan dirinya optimis, bahwa ia dan Trump akan menciptakan “postur keamanan yang sempurna”.
“Kami berbicara tentang solidaritas dan kemitraan yang kuat di kawasan Asia Pasifik dan dunia, berdasarkan aliansi Korea Selatan-AS,” ujar Yoon Suk Yeol.
Banyak pihak di Seoul yang khawatir Trump akan membuat kesepakatan dengan Korea Utara, mungkin tanpa berkonsultasi lebih dahulu dengan Korea Selatan.
Trump juga terus mendorong Korea Selatan agar mengeluarkan dana lebih banyak untuk menempatkan pasukan AS di sana, yang membuat sejumlah pihak di Seoul mempertanyakan seberapa besar komitmen Washington terhadap pertahanan negara itu.
Jepang juga memiliki kekhawatiran yang sama, meskipun Perdana Menteri Shigeru Ishiba menyebut pembicaraan pertamanya dengan Trump “sangat bersahabat.”
Bulan lalu, partai yang tengah berkuasa itu kalah besar dalam pemilu Jepang. Jika Ishiba bertahan sebagai perdana menteri, sejumlah pihak khawatir Ishiba yang posisinya lemah akan kesulitan menolak tuntutan Trump.
Tomohiko Taniguchi, analis politik Fujitsu Future Studies Center yang berbasis di Tokyo, mengatakan, “Untuk bisa sukses menghadapi Trump, Anda harus kuat. Anda harus memiliki modal politik yang kuat, dan itulah hal yang tidak dapat ditunjukkan dan dimiliki pemimpin Jepang, Ishiba, atau siapa pun itu.”
Sementara itu, pemerintah Taiwan bersikeras bahwa hubungannya dengan AS tetap “kokoh”.
Namun, mereka juga memperingatkan bahwa China mungkin akan mencoba menguji presiden baru AS itu nanti melalui intimidasi militer yang masih berlanjut di Taiwan.
Trump mengirimkan pesan yang tidak jelas kepada Taiwan dan mengeluhkan bahwa Taiwan mencuri pekerjaan manufaktur AS dan harus membayar jika menginginkan perlindungan AS.
Ada juga kekhawatiran yang meluas seperti soal potensi kenaikan tarif di bawah pemerintahan Trump, dan bagaimana dampak meluasnya perang dagang AS-China terhadap wilayah tersebut.
Di Asia, banyak pihak yang mengharapkan adanya perubahan dari diplomasi berbasis nilai yang diterapkan Presiden AS Joe Biden menuju sesuatu yang lebih transaksional di bawah kepemimpinan Trump. Namun, bentuknya masih belum pasti. [voa]