TRANSINDONESIA.co | Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara bulan Oktober 2024 mengalami defisit sebesar Rp309,2 triliun, sekitar 1,37 persen dari PDB. Defisit bulan Oktober meningkat dibandingkan defisit di bulan Agustus sebesar Rp153,7 triliun, sekitar 0,68 persen dari PDB.
Meski defisit makin melebar, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan kinerja APBN masih on-track. Defisitnya masih lebih rendah dari total defisit untuk tahun 2024 sebesar Rp522,8 triliun.
“Dibandingkan dengan Undang-Undang APBN 2024 yang di desain defisit 522,8 triliun, defisit hingga Oktober 2022 lebih kecil. Dan total defisit (sesuai APBN) sebesar 2,29 persen dari PDB,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Jumat (8/11/2024).
Defisit anggaran bulan Oktober disebabkan karena belanja negara lebih besar daripada penerimaannya. Hingga Oktober 2024 , belanja negara mencapai 2.556,7 triliun, tumbuh 14,1 persen secara tahunan.
Sementara pendapatan negara tercatat sebesar 2.247,5 triliun, tumbuh 0,3 persen secara tahunan. Penerimaan negara terutama dari sisi pajak mengalami tekanan di bulan Oktober ini, khususnya pajak korporasi yang berbasis komoditas.
“Saya sudah sampaikan berbulan-bulan lalu bahwa penerimaan kita mengalami tekanan. Utamanya dari pajak penghasilan korporasi yang berbasis komoditas, itu sangat terasa sekali tekanan penerimaannya,” ucap Menkeu.
Namun untuk beberapa kegiatan lainnya, seperti Pajak Penghasilan (PPh 21) pertumbuhannya cukup tinggi di atas 20 persen. Itu menunjukan penerimaan dari gaji pegawai yang menjadi basis PPh 21.
“Kami akan terus menjaga perekonomian dan APBN di tengah volatilitas global yang semakin meningkat. APBN akan tetap bekerja keras sebagi shock-absorber dan mendukung program serta kabinet Prabowo-Gibran yang mulai bekerja,” ujar Menkeu menutup keterangannya. [rri/ant]