Tim Pengungsi Tampil di Olimpiade untuk Tingkatkan Kesadaran soal Pengungsi

TRANSINDONESIA.co | Partisipasi tim pengungsi di Olimpiade Paris adalah kesempatan untuk menarik perhatian terhadap krisis pengungsian besar-besaran, termasuk akibat konflik di Sudan, dan tantangan yang dihadapi pengungsi di negara tuan rumah, kata ketua urusan pengungsi PBB, Minggu (28/7).

Dalam wawancara dengan Reuters di sela-sela Olimpiade di Paris, Komisaris Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi (UNHCR), Filippo Grandi, mengatakan ia berharap Tim Pengungsi Olimpiade, yang terdiri dari 37 atlet, akan meningkatkan kesadaran tentang stigmatisasi, marginalisasi dan kekerasan yang dialami para pengungsi.

Grandi mengatakan, semua hal buruk yang menimpa pengungsi benar-benar terjadi dan akan terus terjadi setelah Olimpiade. Keterlibatan tim pengungsi dalam Olimpiade akan meningkatkan perhatian terhadap masalah-masalah yang dihadapi pengungsi.

“Haruskah mereka menghabiskan masa muda mereka dalam ketidakpastian ini? Tentu tidak,” kata Grandi tentang pengungsi atlet yang berkompetisi di Paris.

“Beri juga mereka kesempatan. Tentu saja, tim pengungsi ini hanya terdiri dari 37 orang, dan ada 120 juta pengungsi di dunia. Tapi ini sangat kuat sebagai sebuah simbol,” lanjutnya.

Olimpiade Paris adalah Olimpiade ketiga yang diikuti oleh tim pengungsi. Mereka berkompetisi dalam 12 cabang olahraga berbeda, termasuk atletik, bulu tangkis, dan tinju.

“Ketika Anda menjadi pengungsi, Anda mempunyai cerita yang sama,” kata pebalap sepeda Olimpiade Amir Ansari, anggota Tim Pengungsi Olimpiade, kepada Reuters.

“Olahraga apa pun akan sulit jika Anda seorang pengungsi, dan jika Anda bukan pengungsi juga. Namun jika Anda seorang pengungsi, Anda belajar bahwa Anda tangguh untuk bertahan hidup dan itu membuat Anda berlatih lebih keras.”

Olimpiade, yang akan berlangsung hingga 11 Agustus, diadakan ketika dunia menghadapi krisis pengungsian yang besar, termasuk di Ukraina, Jalur Gaza, dan Sudan. [voa]

Share