Serangan Udara Israel Renggut 60 Jiwa di Gaza Selatan dan Tengah
TRANSINDONESIA.co | Serangan udara Israel telah menewaskan sekitar 60 orang di wilayah selatan dan tengah Gaza, menurut pejabat kesehatan di wilayah Palestina itu. Israel sedang berupaya menumpas militan Hamas yang dituduh bersembunyi di daerah padat penduduk.
Angkatan Udara Israel dilaporkan menembak sekitar 40 target, termasuk infrastruktur militer dan bangunan-bangunan berisi bahan peledak.
Hamas telah menuduh Israel meningkatkan serangannya baru-baru ini untuk merusak perjanjian gencatan senjata yang terus diupayakan Amerika Serikat. Sementara Israel sendiri berkukuh bahwa serangannya untuk membasmi Hamas.
Secara terpisah pada hari Selasa (16/7), pejabat Israel mengumumkan bahwa mereka akan mulai mengirimkan surat perintah wajib militer kepada warga laki-laki Yahudi ultra-Ortodoks untuk ikut bertempur di Gaza. Sebelum putusan Mahkamah Agung Israel yang dirilis pada Juni lalu, mereka dikecualikan dari wajib militer.
Pemerintahan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengandalkan dua partai ultra-Ortodoks dalam koalisinya.
Keputusan itu diprediksi akan memicu ketegangan di Israel, yang sebelumnya telah menghadapi aksi unjuk rasa menentang upaya pemerintah untuk menerjunkan laki-laki Yahudi ultra-Ortodoks ke medan perang.
Pada 7 Oktober lalu, militan Hamas membunuh sekitar 1.200 orang dan menangkap lebih dari 250 sandera dalam serangan yang memicu kembali perang di Gaza. Israel meyakini Hamas masih menyandera 116 orang, termasuk 42 orang yang disebut militer Israel telah tewas.
Baik Hamas maupun Israel sepakat bahwa serangan di Gaza telah menewaskan lebih dari 38.200 orang. Israel mengatakan bahwa sebagian besar di antaranya adalah petempur Hamas. Di sisi lain, Kementerian Kesehatan Gaza yang dikelola Hamas menyatakan bahwa dari 38.500 orang yang tewas, mayoritasnya adalah perempuan dan anak-anak, tanpa memperkirakan jumlah petempur yang tewas.
Hampir tiga perempat dari 2,3 juta penduduk Gaza kini mengungsi, hampir seluruhnya berisiko mengalami kelaparan, menurut PBB.
Sementara itu pada Senin (15/7), sebuah serangan udara Israel di dekat perbatasan yang memisahkan Suriah dan Lebanon menewaskan Mohammed Baraa Katerji, pengusaha Suriah yang dekat dengan Presiden Suriah Bashar Assad dan rezimnya. Berbagai laporan menyebut Katerji tewas saat berada di dalam kendaraan yang melaju di sepanjang jalan raya yang menghubungkan kedua negara.
Katerji, seorang taipan minyak, dikenai sanksi oleh AS karena memfasilitasi perdagangan antara rezim Assad dengan kelompok radikal ISIS.
Belum jelas nasib kepala pasukan militer Hamas yang menjadi target serangan udara Israel pada hari Sabtu (13/7). Pejabat kesehatan setempat mengatakan, sedikitnya 90 orang tewas dalam serangan ke al-Masawi, yang terletak di pinggiran Kota Khan Younis, yang sebelumnya disebut Israel merupakan zona aman bagi warga Palestina yang mengungsi akibat perang.
Mesir, Qatar dan AS telah berupaya menjadi perantara kesepakatan gencatan senjata, akan tetapi belum berhasil mencapai kesepakatan baru, termasuk untuk menghentikan sementara pertempuran dan membebaskan para sandera yang ditahan Hamas di Gaza.
Gedung Putih mengatakan pada Senin (15/7) bahwa Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dan penasihat keamanan nasional Jake Sullivan menggelar pembicaraan dengan mitra keamanan nasional Israel untuk pertemuan Kelompok Konsultatif Strategis AS-Israel. Selain diskusi mengenai upaya melawan ancaman Iran terhadap Israel, kedua pihak juga “membahas perkembangan di Gaza dan kemajuan dalam upaya mencapai kesepakatan gencatan senjata dan pembebasan sandera.”
Pihak Israel menegaskan dukungan penuhnya terhadap kesepakatan yang disusun oleh Presiden Biden dan didukung oleh Dewan Keamanan PBB, G7 dan berbagai negara di dunia. [voa]