Tetap Waspada Risiko Penularan Flu Burung Pada Manusia

TRANSINDONESIA.co | Indonesia meningkatkan kewaspadaan terhadap risiko penularan flu burung (Avian Influenza) pada manusia. Kewaspadaan ini menyusul laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam beberapa hari terakhir mengenai kasus infeksi flu burung pada manusia.

Laporan terbaru WHO yang terbit 11 Juni 2024 menyebutkan, kasus infeksi virus Avian Influenza Tipe A (H9N2) pada manusia terdeteksi pada seorang anak yang tinggal di negara bagian Benggala Barat, India. Anak tersebut memiliki riwayat kontak dengan unggas dan telah pulih serta diperbolehkan pulang dari rumah sakit.

Direktur Surveilans dan Kekarantinaan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI dr. Achmad Farchanny Tri Adryanto, M.K.M. menyatakan, pihaknya senantiasa memantau strain Avian Influenza yang berpotensi menular pada manusia.

“Sesuai dengan komitmen global, di sektor kesehatan manusia, strain yang dilakukan pemantauan adalah HPAI (Highly Pathogenic Avian Influenza), yaitu H5 di Laboratorium Kesehatan Masyarakat (Labkesmas) tier 4 maupun LPAI (Low Pathogenic Avian Influenza) yaitu H7, H9, dan yang lainnya di Labkesmas Rujukan Nasional,” jelas Farchanny dikutip dalam keterangannya, Jumat (28/6/2024).

HPAI merupakan virus Avian Influenza yang sangat patogen dan menyebabkan penyakit serius serta mortalitas tinggi pada unggas yang terinfeksi. Sementara itu, LPAI termasuk virus Avian Influenza patogen rendah yang tidak menyebabkan tanda-tanda penyakit atau penyakit ringan pada ayam atau unggas.

Menurut informasi Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat, strain virus Avian Influenza kategori HPAI dan LPAI Tipe A dapat menyebabkan infeksi penyakit ringan hingga parah pada manusia yang terinfeksi.

Di Indonesia, pemantauan strain HPAI strain H5 dilakukan dengan meningkatkan surveilans sentinel Influenza Like Illness (ILI) dan Severe Acute Respiratory Illnesses (SARI) dari adanya faktor risiko kontak langsung dengan unggas sakit atau mati mendadak dan lingkungan yang terkontaminasi.

“Kemudian meningkatkan surveilans infeksi pernapasan akut berat dengan faktor risiko untuk deteksi dini suspek flu burung,” lanjut Farchanny.

“Kami menghimbau para peternak ayam, itik, sapi atau hewan lainnya untuk menerapkan pengelolaan ternak dan kandang ternak dengan menerapkan higiene dan sanitasi yang benar selalu melakukan desinfeksi dan cuci tangan” lanjutnya. Jangan menjual hewan sakit dan bila ada kematian ternak mendadak dan dalam jumlah besar segera laporkan.

Kewaspadaan di Pintu Masuk Negara

Indonesia memperkuat pengawasan di pintu masuk negara untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap risiko penularan flu burung. Hal ini dilakukan terutama terhadap pelaku perjalanan dari negara-negara yang melaporkan adanya kasus infeksi flu burung.

“Pertama, meningkatkan pengawasan terhadap Pelaku Perjalanan Luar Negeri dan Dalam Negeri dari negara atau daerah yang melaporkan adanya kasus flu burung, baik pada manusia, penumpang di pelabuhan, bandar udara, dan pos lintas barat darat negara,” terang Achmad Farchanny Tri Adryanto.

“Kedua, meningkatkan pengawasan dan pemeriksaan kepada pelaku perjalanan, terutama daerah/negara yang sedang terdeteksi kasus flu burung pada manusia dan yang menunjukan gejala Influenza Like Illness (ILI) serta memiliki risiko terpapar unggas atau produk unggas, dan pengambilan spesimen swab sesuai pedoman yang berlaku.”

Ketiga, Indonesia mengintensifkan pelaksanaan surveilans ILI di site sentinel 14 UPT Bidang Kekarantinaan Kesehatan, dan melakukan pengambilan spesimen pada Pelaku Perjalanan Luar Negeri (PPLN) sesuai pedoman yang berlaku.

Keempat, melakukan koordinasi dengan dinas kesehatan, laboratorium kesehatan masyarakat, dan rumah sakit rujukan setempat untuk meningkatkan kewaspadaan dan penanganan flu burung pada manusia, termasuk rujukan spesimen ke laboratorium kesehatan masyarakat regional dan laboratorium rujukan nasional, yakni Balai Besar Laboratorium Biologi Kesehatan.

Kelima, melakukan pemeriksaan dan penanganan kasus jika ditemukan pelaku perjalanan yang memiliki gejala ILI sesuai pedoman yang berlaku. Keenam, melakukan sosialisasi dan koordinasi dengan seluruh lintas sektor yang berada di wilayah kerja Balai Kekarantinaan Kesehatan.

Hindari Konsumsi Unggas yang Sakit

Direktur Surveilans dan Kekarantinaan Kesehatan Achmad Farchanny Tri Adryanto mengimbau masyarakat untuk selalu menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) sebagai upaya antisipasi penularan flu burung pada manusia. Bagi mereka yang sering bersentuhan dengan unggas, ia menyarankan untuk selalu cuci tangan menggunakan sabun setelah berkontak dengan unggas.

“Tidak mengkonsumsi unggas dan mamalia yang sakit, menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) yang memadai pada saat kontak dengan unggas atau hewan mamalia sakit atau mati mendadak,” pesan Farchanny.

“Kemudian melaporkan kepada dinas peternakan setempat bila ada kematian unggas atau hewan mamalia secara mendadak dan dalam jumlah yang banyak di lingkungannya.”

Penularan penyakit flu burung pada manusia dapat melalui kontak langsung dengan unggas atau binatang lain yang sakit atau produk unggas yang sakit karena infeksi H5N. Penularan di lingkungan, pasar, kandang unggas, halaman, kebun atau peralatan yang tercemar virus tersebut baik yang berasal dari tinja unggas yang terserang flu burung (H5N1).

Penularan juga dapat melalui makanan, yang mana mengolah produk unggas, mengkonsumsi produk unggas mentah atau yang tidak dimasak dengan sempurna di wilayah yang dicurigai atau dipastikan terdapat hewan atau manusia yang terinfeksi H5N1.

Pada umumnya, gejala klinis flu burung (H5N1) pada manusia mirip dengan flu biasa, yang sering ditemukan adalah demam lebih dari 38 derajat Celcius, batuk, dan nyeri tenggorok.

Gejala lain yang dapat ditemukan adalah pilek, sakit kepala, nyeri otot, infeksi selaput mata, diare atau gangguan saluran cerna. Gejala sesak napas menandai kelainan saluran napas bawah yang dapat memburuk dengan cepat.

“Segera ke fasilitas pelayanan kesehatan apabila mengalami gejala sakit suspek flu burung dan ada riwayat kontak dengan faktor risiko,” sambung Farchanny.

Situasi Flu Burung di Indonesia dan Global

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dr. Imran Pambudi, MPHM mengungkapkan, kasus flu burung di Indonesia pertama kali dilaporkan pada 2005.

Sejak saat itu hingga tahun 2017, tercatat sebanyak 200 kasus dengan 168 kematian, sehingga angka kematian (Case Fatality Rate/CFR) sebesar 84%. Kasus-kasus tersebut tersebar di 15 provinsi dan 59 kabupaten/kota.

“Indonesia melaporkan kasus flu burung terakhir pada 2017 (satu kasus, satu meninggal) di Kabupaten Klungkung, Bali. Hingga kasus terakhir, penularan masih terjadi dari unggas ke manusia,” ungkap Imran.

Di tingkat global, WHO mengkonfirmasi sejumlah laporan kasus flu burung pada manusia. Berikut ini data kumulatif kasus flu burung H5N1 pada manusia di 23 negara yang tercatat oleh WHO sepanjang tahun 2003-2024:

2003-2009: 468 kasus, 282 kematian

2010-2014: 233 kasus, 125 kematian

2015-2019: 160 kasus, 48 kematian

2020: 1 kasus

2021: 2 kasus, 1 kematian

2022: 6 kasus, 1 kematian

2023: 12 kasus, 4 kematian

2024: 7 kasus, 2 kematian

 

Berdasarkan laporan terbaru WHO, Imran menambahkan, terdapat tambahan kasus flu burung pada manusia, yaitu:

19 April 2024: Avian Influenza H9N2 di Vietnam

18 Mei 2024: Avian Influenza H5N1 di Australia

22 Mei 2024: Avian Influenza H9N2 di India

23 Mei 2024: Avian Influenza H5N2 di Meksiko

Secara total, dari tahun 2003 hingga Mei 2024, terdapat 893 kasus flu burung dengan 464 kematian yang tercatat di WHO, dengan rincian:

H5N1: 890 kasus, 463 kematian

H9N2: 2 kasus

H5N2: 1 kasus, 1 kematian

Pada rentang Januari-Juni 2024, ASEAN BioDiaspora Virtual Center juga mencatat kasus flu burung pada manusia di wilayah ASEAN. Secara khusus di wilayah ASEAN, laporan kasus flu burung, yaitu:

6 April 2024: Avian Influenza H9N2 di Vietnam

22 Maret 2024: Avian Influenza H5N1 di Vietnam

21 Februari 2024: Avian Influenza H5N1 di Kamboja

29 Januari 2024: Avian Influenza H5N1 di Kamboja.[rhy]

Share