Ancaman Lost Generation di Depan Mata, Menkes Budi Sebut Hanya Turun 0,1 menjadi 21,5 Persen

Siapa yang Ambil Tanggungjawab?

TRANSINDONESIA.co | Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin terkesan kesal mendapat laporan penurunan Stunting, yang telah diupayakan sedemikian rupa dengan dukungan anggaran puluhan triliun ternyata jelang berakhirnya tahun target 14% yang diinginkan Presiden Jokowi di tahun 2024, hanya turun 0,1% menjadi 21,5% di tahun 2023. (Antara, 10 Mei 2024).

Kesungguhan Pemerintah bisa dilihat dari Komitmen Menteri Keuangan yang mengalokasikan Anggaran fantastis, total belanja pemerintah untuk mendukung upaya percepatan penurunan stunting tahun 2022, sebesar Rp44,8 triliun. Anggaran ini terbagi menjadi belanja di 17 Kementerian dan Lembaga sebesar Rp34,1 triliun, Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik dari Pemerintah Daerah sebesar Rp 8,9 triliun, dan DAK Nonfisik sebesar Rp1,8 triliun. Sedangkan untuk Tahun 2023 dialokasikan sebesar Rp30,4 triliun. Hasilnya, seperti kata Menkes Budi, penurunan hanya 0,1%.

Tentu masyarakat tidak sekedar melihat hilangnya uang negara dalam jumlah besar. Tidak sekedar entengnya tanggungjawab Akuntabilitas penyelenggara negara. Tetapi yang paling utama dan tidak ada diatasnya, yaitu ancaman terjadinya Lost Generation. Hilangnya jutaan generasi dini harapan Indonesia. Dimana saat Ulang Tahun Emas Kemerdekaan tahun 2045, mereka berusia dewasa tetapi tidak punya kemampuan kognitif, bahkan berketergantungan dan menjadi beban keluarga, Masyarakat dan Negara sepanjang masa.

Mengutip Tempo, Menkes Budi mengatakan salah satu penyebabnya adalah belum ditemukan model implementasi yang sesuai dari program-program yang telah dilaksanakan. “Nah itu yang sekarang sedang kita cari model pas-nya itu apa,” kata dia, Rabu, 8 Mei 2024.

Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kemenkes Maria Endang Sumiwi mengatakan sedikitnya penurunan prevalensi stunting diakibatkan pula oleh bertambah jumlah anak yang baru stunting.

Data Kemenkes, menurut dia, jumlah anak yang keluar dari kelompok stunting 1,2 juta, yang masuk juga sekitar 1,2 juta. Evaluasinya adalah karena yang masuk stunting itu cukup deras,” kata Maria.

Tragisnya, semua keadaan yang menakutkan, memalukan dan memiriskan bagi kita, sesungguhnya bisa dihindari.

Pertanyaannya, apa yang salah dengan melihat persiapan dan Gerakan yang begitu massif di semua Pemerintahan, dari Pusat hingga Daerah hingga ke Desa/Nagori/Gampong/Huta/Kampung/Kelurahan. Apalagi di semua tempat tersebut pasti ada Fasilitas Kesehatan Dasar seperti Puskesmas yang kini sudah dilengkapi alat medis USG yang bisa memindai tanda-tanda awal Stunting pada janin dan gangguan kehamilan lainnya pada ibu hamil.

Didukung dengan jejaringnya Puskesmas Pembantu serta Bidan di Desa yang sudah melekat akrab dengan kaum ibu, diperkuat dengan adanya Penyuluh KB yang memantau perkembangan setiap Keluarga serta Upaya Masyarakat dalam bentuk Pos Pelayanan Terpadu.

Dalam tugas Satuan Tugas Penurunan Stunting di Daerah, semua dalam kordinasi Wakil Kepala Daerah atau Sekretaris Daerah setempat (Provinsi atau Kabupaten/Kota) dengan Pimpinan Operasional Kepala Dinas Kesehatan dan Kepala Dinas Pembangunan Keluarga dan KB Daerah.

Lantas pekerjaan yang sangat penting dan strategis, serta wujud nyata dari implementasi sila-sila Pancasila, khususnya Kemanusiaan, Persatuan dan Keadilan dengan didukung Manajemen Nasional yang kuat serta 17 (tujuh belas) Kementerian/Lembaga, kenapa menunjukkan tanda-tanda kegagalan?.

Pertanyaan berikut Siapa yang secara fair ambil tanggungjawab dan bertanggungjawab dengan kondisi ini?.

Perlu audit program. Pembiaran atas kondisi urgen, terbuka dan mengancam masa depan Bangsa tentu tidak bisa dibiarkan. Masyarakat berhak tahu dan Pemerintah bertanggungjawab untuk menemukan mata Rantai yang busuk dan kropos di setiap daerah untuk dimintai tanggungjawab kedinasan.

Stunting Program Strategis yang Sesungguhnya

Sebagai salah satu bentuk komitmen untuk mempercepat penurunan stunting, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting (Dok.Kemensesneg).

Perpres ini payung hukum bagi Strategi Nasional (Stranas) Percepatan Penurunan Stunting yang telah diluncurkan dan dilaksanakan sejak 2018.

Perpres ini juga untuk memperkuat kerangka intervensi yang harus dilakukan dan kelembagaan dalam Upaya percepatan penurunan stunting.

Perpres No.72 Tahun 2021 memiliki fundasi regulasi dan akuntabilitas yang tinggi. Tujuan untuk mencapai target bertahap dan berkesinambungan,

Target Pemerintah hingga 2024 menurunkan Stunting menjadi 14% serta pencapaian Tujuan SDGs 2030 sebagai komitmen Global terutama pada Tujuan ke-2 yang menekankan penghapusan kelaparan, pencapaian ketahanan pangan dan gizi yang baik, serta peningkatan pertanian berkelanjutan, diperlukan percepatan penurunan stunting. Ini langkah pasti mewujudkan Negara berkeadilan sosial.

Presiden menugaskan Wakil Presiden menjadi Ketua Pengarah yang didampingi oleh Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan serta menteri-menteri lainnya. Sedangkan, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional ditunjuk menjadi Ketua Pelaksana. Tim Percepatan Penurunan Stunting juga dibentuk di tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota, dan desa/kelurahan.

Untuk itu, Program ini diampu dengan 5 (lima) pilar Strategis Nasional (Stranas) agar tak goyah dan pasti mencapai tujuannya, yaitu:

Pilar 1 : Peningkatan Komitmen dan Visi Kepemimpinan di Kementerian/ Lembaga, Pemda Provinsi, Pemda Kab/Kota hingga Pemerintah Desa.

Pilar 2 : Peningkatan Komunikasi Perubahan dan Pemberdayaan Masyarakat.

Pilar 3 : Peningkatan Konvergensi/Intervensi Spesifik di Kementerian/ Lembaga dan Pemerintah Daerah.

Pilar 4 : Peningkatan Ketahanan Pangan dan Gizi pada Tingkat Individu, Keluarga dan Masyarakat.

Pilar 5 : Penguatan & Pengembangan Sistem, Data, Informasi, Riset & Inovasi.

Audit Kasus Stunting atau Audit Tata Kelola

Perpres 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting sudah dikawal dengan Audit kasus stunting yang dimaksudkan untuk melakukan identifikasi risiko dan penyebab risiko pada kelompok sasaran berbasis surveilans rutin.

Artinya, kemungkinan gagal atau macet rasanya jauh dari kemungkinan, tetapi yang terjadi kini justru terancam gagal.

Untuk memastikan penyebab kegagalan, maka Bapak Wakil Presiden selaku Ketua Pengarah didampingi Menko PMK berkenan melakukan pencaharian sebab “kegagalan”.

Menteri Kesehatan sudah melihat adanya ketidakkonsistenan Pemerintah Daerah, baik Provinsi maupun Kabupaten dan Kota. Katanya “Enggak ada satu daerah yang konsisten di satu provinsi, event di satu kabupaten/kota sedikit sekali yang bisa,”.

Wakil Ketua Komisi Kesehatan DPR Kurniasih Mufidayati menilai diperlukan kerja keras dan evaluasi, idealnya guna mencapai target penurunan Stunting menjadi 14% tersebut, setiap tahun angka prevalensi stunting harus bisa turun hingga 3,5 persen per tahun. (bukan 0,1%).

Kurniasih menilai penambahan anggaran tersebut ternyata tidak ekuivalen dengan capaian penurunan.

17 Kementerian/Lembaga dengan Kordinasi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) sudah tepat. BKKBN menyediakan Data Resiko Stunting, sejak Remaja, Calon Pengantin, Ibu Hamil, Ibu Menyusui, Anak usia Balita hingga Pra-sekolah dengan akurat by name by address by condition.

K/L yang dikoordinir sesuai Tugas Utama dan Anggarannya, tentu terkoordinir dan konsisten melakukan implementasi relevan dan berkelanjutan.

Pertanyaannya kini, apakah tren gagal ini dalam wilayah Audit Kasus Stunting atau Audit Tata Kelola Stunting atau kedua-duanya?.

Di era serba terbuka, umpan balik cepat diterima, gejala buruk terpantau system, respons masyarakat antusias dan bisa melaporkan perlakuan Program melalui aplikasi, maka pokok masalah mudah ditemukan, tanpa mencari kambing hitam.

Semoga Bapak Wakil Presiden dan Lembaga Pengawas Keuangan dan Pembangunan segera turun, waktu tinggal 5 (lima) bulan untuk menurunkan dari angka 21,5% menjadi 14%.

Memang sudah mustahil, tetapi Negeri ini perlu mendapat Pelajaran penting tentang Komitmen, Akuntabilitas dan Tanggungjawab.

 

Jakarta, 17 Mei 2024

Penulis : Dr.Abidinsyah Siregar,DHSM,MBA,MKes/Observer Kesehatan

 

*)Purnabakti Kemenkes/BKKBN, Ahli Utama BKKBN dpk Kemenkes (2017-2022)/Deputi BKKBN (2013-2017)/ Komisioner KPHI (2013-2019)/ Direktur Kestradkom Kemenkes (2011-2013)/ Sekretaris Inspektorat Jenderal Depkes (2010-2011)/ Kepala Pusat Promkes Depkes (2008-2010)/ Sekretaris KKI (2005-2008)/Kadiskes Kab Simalungun dan Kadiskes Kab Lab.Batu di Prov.Sum.Utara.

Ketua Umum BPP OBKESINDO, Ketua Umum PP PDHMI, Wakorbid DPP IKAL-Lemhannas/ Sekjen PP IPHI/ Ketua Bidang Kesehatan PP DMI/ Dewan Etik MN Kahmi/ Ketua IKAL FKUSU-Jakarta/ Pengasuh mediasosial GOLansia.com dan kanal-kesehatan.com.

Share