Polisi Tangkap Ratusan Peserta Demo Pro-Palestina di Kampus-kampus Ternama AS

TRANSINDONESIA.co | “Buka! Lepaskan (kami). Kami tidak akan berhenti, kami tidak akan beristirahat,” kata seorang demonstran.

“Ini NYPD. Anda telah diperingatkan oleh Universitas New York untuk meninggalkan daerah tersebut,” balas polisi.

Inilah suasana aksi unjuk rasa pro-Palestina yang terjadi di New York University pada hari Senin lalu (22/4).

Ratusan mahasiswa peserta aksi itu membangun tenda dan menuntut agar universitas mereka mengutuk serangan Israel ke Gaza, serta mencabut investasi yang dilakukan pihak universitas ke berbagai industri persenjataan.

Memanasnya situasi, ditambah adanya laporan “teriakan-teriakan intimidatif dan tindakan yang mengarah pada anti-Yahudi” mengkhawatirkan pihak kampus, yang kemudian mengizinkan masuknya 100 anggota Kepolisian New York (NYPD). Setelah memberi peringatan, polisi mulai menangkapi puluhan demonstran dengan tuduhan masuk ke dalam kawasan kampus tanpa izin.

Mahasiswa Fakultas Hukum NYU Byul Yoon mengatakan kepada kantor berita AP bahwa tindakan pihak kampus dan NYPD itu tidak bisa dibenarkan.

“Kami mahasiswa dan ini adalah kampus kami. Kenapa kami tidak diperbolehkan di sini? Kenapa kami tidak boleh menyampaikan pendapat kami? Tindakan universitas yang membolehkan polisi menangkap para mahasiswa di kampusnya sendiri benar-benar keterlaluan,” ujarnya.

Aksi unjuk rasa serupa juga terjadi di berbagai universitas Ivy League di beberapa negara bagian Amerika Serikat. Antara lain di Columbia University, New York University, University of Michigan, Massachusetts Institute of Technology (MIT), dan University of North Carolina.

Presiden Joe Biden mengatakan ia mengutuk setiap “aksi unjuk rasa anti-Yahudi” yang terjadi belakangan ini.

“Saya mengecam unjuk rasa anti-Yahudi, itulah mengapa saya telah menyiapkan sebuah program untuk mengatasi hal itu. Saya juga mengecam mereka yang tidak mengerti apa yang terjadi dengan warga Palestina dan kondisi mereka,” tegas Biden dalam peringatan Hari Bumi di Virginia, Senin (22/4).

Yool membantah bahwa aksi yang dilakukan bersama rekan-rekan mahasiswanya merupakan unjuk rasa anti-Yahudi.

“Anti-Yahudi tidak pernah bisa dibenarkan. Bukan itu yang kami suarakan di sini, dan itulah sebabnya kenapa ada banyak teman-teman Yahudi yang bersama kami hari ini,” jelas Yool.

Meningkatnya ketegangan dalam perang Israel-Hamas di Gaza, yang kini mulai berdampak ke kawasan sekitarnya, ikut memicu mahasiswa di AS untuk menggelar berbagai aksi.

Termasuk aksi protes saat malam pertama Passover, semacam Paskah yang dirayakan warga Yahudi, yang dinilai polisi New York dapat memicu kelompok atau individu ekstremis untuk melakukan tindakan kekerasan pula.

Menurut afiliasi kantor berita ABC, WABC-TV, polisi New York juga telah menangkap 100 demonstran di Columbia University pada Kamis lalu (18/4), dan juga tiga demonstran lain pada hari Sabtu (20/4).

Unjuk rasa di kampus bergengsi itu semakin meluas sehingga memaksa pihak kampus menangguhkan kelas tatap muka pada hari Senin (20/4). Columbia University mengatakan mereka berencana “meningkatkan lebih dari dua kali lipat” pengamanan publik di kampus, termasuk patroli keamanan internal dan pemeriksaan identitas.

Deputi Komisioner Urusan Hukum NYPD Mike Gerber mengatakan kehadiran polisi serta tindakan yang dilakukan di Columbia University merupakan permintaan dari pihak kampus selaku pemilik properti tersebut.

“Itu adalah keputusan mereka. Kamis lalu mereka memberi tahu kami bahwa ada mahasiswa yang masuk tanpa izin. Mereka meminta kami datang ke kampus untuk mengambil tindakan, dan kami melakukannya. Tapi itu adalah kasus yang tertentu saja. Dalam situasi normal, mereka telah menegaskan bahwa kami tidak boleh ada di sana,” ujar Gerber dalam jumpa pers yang dilakukan hari Senin (22/4).

Selain di Columbia University, penangkapan peserta aksi pro-Palestina juga terjadi di Yale University. Sekitar 45 orang ditangkap pada hari Senin atas tuduhan pelanggaran memasuki area tanpa izin.

Gelombang unjuk rasa di berbagai kampus di Amerika Serikat ini terjadi sejak serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober lalu, yang menewaskan lebih dari 1.200 warga. Hamas juga menculik sekitar 250 warga, yang sebagian masih disandera.

Israel membalas dengan melancarkan serangan darat dan udara ke Gaza. Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza, wilayah yang dikelola Hamas, mengatakan hingga hari Selasa ini lebih dari 34.000 warga tewas; sementara lebih dari 75.000 lainnya luka-luka. [voa/ap]

Share