Terpenjaranya Sang Pejuang Covid-19 Sumut

TRANSINDONESIA.co |  Pandemi Covid-19 yang melanda belahan dunia tak terkecuali Indonesia telah berlalu. Provinsi Sumatera Utara (Sumut) dianugerahi Penghargaan Penanganan Covid-19 tersukses kedua di wilayah Pulau Sumatera yang diberikan langsung Presiden Joko Widodo, di Jakarta, Senin (20/3/2023).

Sebagai provinsi terbesar di Sumatera, Sumut sukses melewati pandemi “pencabut nyawa” yang mematikan, menohok perekonomian hingga terpuruk ke level paling bawah, kehidupan masyarakat tidak normal, dan hampir seluruh aktifitas terganggu.

Perjuangan para tenaga medis yang menjadi tombak penanganan pandemi Covid-19, meski dihadapkan dengan maut namun tak kenal lelah dan terus berjibaku menyelamatkan setiap nafas rakyat Indonesia.

Penghargaan yang diberikan Jokowi tentu suatu bentuk apresiasi yang tinggi atas kinerja dan perjuangan tenaga kesehatan hingga Indonesia berhasil keluar dari “Selimut Covid-19”.

Bahkan, Jokowi telah mengeluarkan kebijakan sepanjang masa pandemi Covid-19 relaksasi cara dan penilaian hasil audit juga harus disesuaikan dengan pendekatan kedaruratan.

Sepanjang laporan penggunaan anggaran didasarkan pada kegiatan riil maka tidak ada masalah. Relaksasi audit dan penilaian disesuaikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan pandemi Covid-19.

Atau, dalam rangka menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan stabilitas sistem keuangan yang kemudian disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020.

Pada Pasal 27 dari undang-undang tersebut disebutkan biaya yang telah dikeluarkan pemerintah atau lembaga anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam rangka pelaksanaan kebijakan pendapatan negara termasuk kebijakan di bidang perpajakan dan kebijakan belanja negara.

Seterusnya, kebijakan keuangan daerah, kebijakan pembiayaan, kebijakan stabilitas sistem keuangan, dan program pemulihan ekonomi nasional merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian akibat krisis dan bukan kerugian negara.

“Di tengah kebutuhan pemerintah untuk bertindak cepat menyelamatkan masyarakat dari pandemi, peran pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK juga perlu dilakukan beberapa penyesuaian,” kata Jokowi.

Jokowi menilai masa pandemi seperti saat ini bukanlah situasi normal. Sebab, yang paling utama adalah keselamatan rakyat Indonesia.

“Situasi pandemi bukan situasi normal, dan tidak bisa diperiksa dengan standar situasi normal. Yang utama adalah menyelamatkan rakyat sebagai hukum tertinggi dalam bernegara,” kata Jokowi pada Sidang Tahunan MPR RI di Gedung MPR, Senayan, Senin (16/8/2021).

Pernyataan Jokowi terang benderang bahwa menyelamatkan rakyat sebagai hukum tertinggi dalam bernegara, dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan “Semesta Pemeriksaan” (audit universe) untuk memeriksa pengelolaan keuangan negara yang digunakan untuk penanganan Covid-19 pada 2020.

Pada pemeriksaan BPK, tidak ada temuan terhadap anggaran Penanganan Covid-19 yang digunakan Dinas Kesehatan Sumut pada tahun 2020. Tapi tak sejalan dengan BPK, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Utara, Rabu (13/3/2024), justru menjerat dan menahan Kepala Dinas (Kadis) Kesehatan Sumatera Utara Alwi Mujahit Hasibuan atas dugaan sangkaan penyelewengan dan mark-up pengadaan penyediaan sarana, prasarana bahan dan peralatan pendukung Covid-19, berupa Alat Pelindung Diri (APD) di Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2020, oleh tim audit forensik terjadi kerugian negara sebesar Rp24.007.295.676,80.

Selain Alwi, Penyidik Kejati Sumatera Utara menahan RMN yang disebut sebut sebagai pihak swasta atau rekanan pada pengadaan Alat Pelindung Diri (APD) dengan nilai kontrak sebesar Rp39.978.000.000.

Penahanan Alwi cukup “menggemparkan” Aparatur Sipil Negara (ASN) di Sumatera Utara. Sebab, secara personal maupun kedinasan, para ASN di Sumut cukup mengenal dan tahu betul kinerja Alwi sangat mempuni terutama dalam penanganan Covid-19.

“Kerja bagus belum tentu dihargai, bahkan bisa jadi korban. Inilah yang saya kira tengah dialami Alwi. Ia menjadi korban, korban siapa dan apa? Ini kan dekat pilkada. Orang Sumut sudah tahulah itu,” ungkap seorang ASN eselon 2 di Sumut kepada Waspada, Sabtu (23/3/2024).

Seketika itu, penghargaan dari negara untuk Sumut mengatasi Covid-19 langsung sirna. Pengorbanan demi pengorbanan dari tenaga kesehatan (nakes) pun seperti tak berbekas.

Banyak kalangan meyakini kasus menjerat Alwi bukan semata murni kasus korupsi, tapi lebih condong adanya gerakan “syahwat politik” untuk “mematahkan kaki” Edi Rahmayadi yang telah memberi pernyataan siap kembali maju dalam Pilkada Sumut 2024.

Saat menjabat sebagai Gubernur Sumut (2019-2024), Edy Rahmayadi  begitu membanggakan kinerja Alwi berhasil menangani pandemi Covid-19.

Ikhwal Alwi menduduki Kepala Dinas Kesehatan yakni, keikutsertaannya dalam lelang jabatan Pemdaprov Sumut, dan berhasil menempati posisi ranking satu mengalahkan semua kandidat peserta.

Sejak awal mengikuti lelang jabatan, Alwi pernah menceritakan kepada Waspada, bahwa ranking lelang jabatan hampir tidak dipakai. Karena adanya tarik ulur kepentingan kekuasaan saat itu. Tapi oleh Gubsu Edy Rahmayadi bertahan pada esensi lelang jabatan, bahwa siapapun yang menempati rangking satu maka ia lah yang berhak menjadi pemenang dan berhak menduduki jabatan yang di lelang.

Maka, jadilah Alwi dilantik sebagai Kadis Kesehatan Sumut pada 9 Agustus 2019.

Tak lama menjabat Kadis Kesehatan, Alwi harus bergelut bersama para nakes untuk menangani ganasnya Covid-19 yang setiap hari mempertontonkan korban berjatuhan dikirim ke rumah sakit maupun ke pemakaman.

Mirisnya, di tengah badai Covid-19, kedudukan Alwi terus digoyang oleh pihak pihak yang ingin menggusurnya dari Dinas Kesehatan. Saat itu, Alwi bersama para nakes tengah berjibaku bekerja tak kenal lelah, waktu, dan hari untuk menolong nyawa rakyat Sumut agar tidak menjadi korban Covid-19.

Saat Covid-19 melandai, dan Alwi berhasil mengawaki keberhasilan Sumut keluar dari wabah pandemi Covid-19, sepertinya Edy Rahmayadi tak kuasa menahan kedudukan Alwi, hingga Alwi dimutasi menjadi Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (PPKB) Provinsi Sumatera Utara pada Mei 2021.

Satu semester kemudian, Alwi kembali dimutasi menjadi Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) terhitung sejak 11 Juli 2022.

Enam bulan kemudian, Edy Rahmayadi mengembalikan posisi semula Alwi, dilantik kembali sebagai kepala Dinas Kesehatan bersama 38 pejabat pimpinan tinggi pratama (eselon II) dan 12 pejabat administrator (eselon III) di Lingkungan Pemdaprov Sumut, pada Kamis 5 Januari 2022.

Mulai saat itu, kedudukan Alwi semakin gencar didongkel. Namum, semua pendongkel mental dibuat Edy Rahmayadi yang tak ingin ada Kadisnya diganggu orang orang tak bertanggung jawab dan ingin memperburuk keadaan Sumut di bawah kepemimpinannya.

Tak mempan didongkel, berbagai laporan dugaan penyelewengan di dinas kesehatan mulai dilayangkan ke instansi penegak hukum.

Hingga akhir jabatan Edy Rahmayadi, tak satupun kasus korupsi yang terjadi bahkan di dinas kesehatan.

Setelah tak menjadi Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi dipercaya menjadi Ketua Tim Kampanye dan Pemenangan Sumatera Utara Pasangan Capres-Cawapres Anies Baswedan – Muhaimin Iskandar, pada Pilpres 2024.

Sebulan Pemilu 2024 berlalu, kasus Alwi pun memanas.

Setahun Penghargaan Penanganan Covid-19 yang diterima Sumut, Kejati Sumut yang menangani dugaan kasus mark-up APD di Dinas Kesehatan Sumut, menahan Alwi sang “Pejuang Covid-19”.

 

Sumber: waspada.id

Share