Sejarah Isra Mikraj, Perjalanan Nabi Muhammad Menuju Langit
TRANSINDONESIA.co | Peringatan Isra Mikraj Nabi Muhammad SAW jatuh pada Kamis (8/2/2024). Isra Mikraj merupakan peristiwa sejarah untuk umat Islam, perjalanan Rasulullah menuju langit ke-7.
Dikutip dari situs milik Nahdatul Ulama (NU), ada beberapa pendapat ulama terkait kapan Isra Mikraj terjadi. Namun, pendapat yang populer di kalangan masyarakat adalah 27 Rajab, tahun ke-10 setelah diutusnya Rasulullah.
Peristiwa ini teramat penting, karena Rasulullah membawa oleh-oleh bagi umatnya, berupa kewajiban salat lima waktu, setiap harinya. Peristiwa ini terjadi ketika Rasulullah dirundung duka.
Kala itu Rasulullah ditinggal wafat oleh istrinya, Sayyidah Khadijah al-Kubra dan pamannya Abu Thalib. Allah SWT memperjalankannya dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha, hingga ke Sidratulmuntaha.
Rasulullah ditemani Malaikat Jibril selama perjalanan tersebut. Kisah ini diceritakan secara terperinci dalam sebuah kitab tipis, karya Syekh Najmuddin al-Ghaithi, dengan judul Qishshatul Mi’raj.
Kitab ini kemudian diberikan catatan kritis dan penjelasan yang lebih luas oleh Sayyid Ahmad al-Dardiri. Kisah ini diawali dari keberadaan Rasulullah yang tengah berada di kediamannya.
Kemudian, Malaikat Jibril, Mikail, dan satu malaikat lain datang membawa air zamzam. Lalu, ketiga malaikat itu melakukan ‘operasi’ menyucikan hati Rasulullah, dari berbagai keburukan dengan air zamzam itu.
Para malaikat kemudian mengisi hati Rasulullah dengan berbagai kebaikan, mulai dari keyakinan, keislaman, hingga pengetahuan. Syekh al-Ghaithi juga menceritakan, Buraq yang menjadi kendaraan Rasulullah dalam melakukan perjalanan itu.
Detailnya dijelaskan mulai dari warna Buraq yang putih. Digambarkan pula tinggi Buraq di atas keledai, namun di bawah tinggi kuda.
Ia juga menulis ‘kecanggihan’ kendaraan ini, yang barangkali belum ada padanannya sampai era sekarang. Terutama berkaitan dengan cara berjalan Buraq.
Digambarkan, jika menanjak, kaki belakang Buraq akan memanjang menyesuaikan, sedangkan jika menurun, kaki depannya akan memanjang menyesuaikan. Dengan begitu, Rasulullah yang berada di atas Buraq tidak merasa naik turun, tetapi tetap stabil.
Digambarkan, perjalanan yang hanya semalam itu berlangsung seperti perjalanan panjang, dan memakan waktu berhari-hari. Sebab, Rasulullah banyak menemui peristiwa yang memberikan pengalaman dan pengetahuan baru untuknya.
Jibril yang mendampinginya dengan setia memberikan penjelasan dari setiap peristiwa yang dilalui bersama. Di kitab ini juga dijelaskan bagaimana Rasulullah bolak-balik bertemu Allah SWT, terkait dengan kewajiban salat.
Diceritakan, kewajiban salat awalnya 50 kali sehari, namun karena permintaan Rasulullah, Allah akhirnya menurunkan menjadi 5 kali sehari. Rasulullah malu dan enggan kembali menghadap Allah untuk meminta ‘diskon’, setelah perintah salat diturunkan menjadi 5 kali sehari.
Kembalinya Rasulullah untuk meminta ‘diskon’ itu atas petunjuk dari Nabi Musa. Kedua nabi Allah itu sempat bertemu di langit ke-6.
Hal yang tidak ketinggalan tentu saja ketidakpercayaan orang-orang kafir Makkah atas cerita Rasulullah, terkait perjalanan semalam tersebut. Perjalanan ini memang tidak masuk logika, karena hanya masuk pada dimensi keimanan.
Rasulullah pun dicecar berbagai pertanyaan, mulai dari pintu Masjidil Aqsha, hingga jumlah unta dalam rombongan yang ditemuinya. Namun, sahabat Rasulullah, Abu Bakar Ra menjadi orang yang langsung memercai kisah tersebut. [rri]