Iran dan Pakistan Saling Serang, Dunia Cemas
TRANSINDONESIA.co | Angkatan Udara Pakistan Kamis pagi (18/1) melancarkan serangan balasan lewat udara ke bagian selatan Iran untuk menarget kelompok militan. Namun sebagaimana laporan stasiun televisi Iran, serangan itu justru menewaskan sedikitnya tujuh orang – termasuk tiga perempuan dan anak-anak – dan memicu ketegangan lebih jauh di antara dua negara yang bertetangga itu.
Serangan udara di Sistan dan Baluchistan yang berbatasan dengan Pakistan itu dilakukan setelah Iran pada Selasa lalu (16/1) melancarkan serangan ke Baluchistan dan menewaskan dua anak-anak,
Berbicara di Forum Ekonomi Dunia di Davos hari Kamis (18/1), Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amirabdollahian mengatakan tidak ada warga negara Pakistan yang menjadi target serangan rudal dan pesawat nirawak Iran Selasa lalu karena ia hanya menarget kelompok Jaish Al-Adl. Kelompok yang telah dinyatakan Iran sebagai kelompok teroris dan kini bersembunyi di beberapa daerah di provinsi Baluchistan di Pakistan, diduga telah melancarkan operasi di dalam Iran selama beberapa hari, termasuk saat menyerang sebuah kantor polisi di Rask.
Tindakan saling serang itu memperumit hubungan diplomatik kedua negara, karena Iran – dan Pakistan yang memiliki senjata nuklir – telah sejak lama saling curiga dengan berbagai serangan kelompok militan.
Saling serang Iran dan Pakistan itu juga meningkatkan ancaman meluasnya kekerasan di Timur Tengah, yang sudah panas karena perang Israel-Hamas di Jalur Gaza.
China dan Turki Tawarkan Jadi Mediator
China dan Turki bergerak cepat dengan menawarkan diri menjadi mediator perselisihan itu.
China hari Kamis mengatakan “sangat prihatin” dengan eskalasi ketegangan diantara Pakistan dan Iran, dan menyerukan kedua negara untuk “tenang dan menahan diri.” Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Mao Ning, mengatakan “jika diperlukan kami siap memainkan peran konstruktif untuk mendeeskalasi situasi tersebut.”
Hal senada disampaikan Turki. Menteri Luar Negeri Hakan Fidan mengatakan telah berbicara dengan mitranya dari Pakistan dan Iran untuk menyerukan ketenangan dan menawarkan bantuan untuk meredakan ketegangan pasca saling serang lewat udara. Berbicara dalam konferensi pers di Amman, Yordania, Fidan mengatakan “kawasan kita ini tidak lagi membutuhkan masalah dan konflik baru. Kami dengan rasa khawatir telah mengikuti perkembangan situasi diantara Pakistan dan Iran. Kami memohon isu diantara keduanya tidak berkembang lebih jauh… Kami akan melakukan apapun yang dapat kami lakukan untuk mengurangi ketegangan ini.”
Ada Isu Pakistan Bergabung dalam Koalisi AS Melawan Houthi di Yaman
Abdullah Khan, pakar di Pakistan Institute for Conflict and Security Studies, mengatakan Iran mungkin mulai menyerang Pakistan Selasa lalu karena mengira Pakistan telah bergabung dengan koalisi Amerika untuk melawan kelompok militan Houthi di Yaman. Salah satu kapal yang diserang kelompok yang didukung Iran itu sedianya sedang menuju Pakistan.
“Ada isu bahwa Pakistan telah bergabung dengan koalisi Amerika melawan Houthi, yang terbukti tidak benar. Mungkin Iran juga ingin mengirim pesan kepada Pakistan bahwa jika mereka bergabung dengan koalisi Barat itu, makai a akan menghadapi masalah,” ujar Khan.
Selain berbagai hal yang melatarbelakangi ketegangan itu, Khan menilai Iran juga dimotivasi oleh kebutuhan untuk menunjukkan kepada rakyatnya bahwa pemerintah mampu melindungi mereka. Tetapi Iran ternyata “menembak kakinya sendiri” dengan melancarkan serangan-serangan ketika peringkatnya di mata publik di dunia Muslim justru sedang meningkat karena dukungannya pada Hamas dalam perang dengan Israel.
“Saya tidak tahu mengapa mereka menembak kakinya sendiri sehingga tiba-tiba mereka menyerang tiga negara Muslim, dan peringkatnya turun,” katanya.
Kejar ISIS, Iran Serang Target di Irak dan Suriah
Iran pada Senin lalu (15/1) juga melancarkan serangan di Irak dan Suriah untuk menarget kelompok ISIS, yang mengklaim serangan bom bunuh diri dalam acara peringatan dua tahun kematian seorang tokoh militer Iran pada awal Januari yang menewaskan lebih dari 90 orang. Irak kemudian menarik pulang duta besarnya dari Iran. [voa]