Menuju Indonesia Emas 2045 Perlu Transformasi Ekonomi Lebih Produktif
TRANSINDONESIA.co | Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Perumusan Kebijakan Fiskal Sektoral Titik Anas menyatakan bahwa upaya untuk mencapai Indonesia Emas 2045 perlu dilakukan dengan transformasi ekonomi menuju ekonomi yang lebih produktif, menghasilkan nilai tambah lebih tinggi, dan lebih green serta broad-based.
“Jadi tidak narrow based, tapi lebih broad based, sehingga kita bisa mencapai ekonomi kelima terbesar dunia maupun ekonomi dengan income yang tinggi,” katanya pada Rapat Koordinasi Nasional Kementerian Kelautan dan Perikanan yang dipantau secara virtual di Jakarta, Kamis (7/12/2023).
Dia menjelaskan, ada sejumlah reformasi fiskal untuk menjaga keberlanjutan fiskal dan mengakselerasi transformasi ekonomi dengan empat kegiatan utama.
Pertama ialah peningkatan mobilisasi pendapatan. Misalnya, ada usaha meningkatkan formalisasi-formalisasi usaha-usaha berbasis kelautan dan perikanan agar memperoleh basis pajak lebih luas.
Pemerintah disebut masih memberikan insentif fiskal untuk mendorong pertumbuhan sektor-sektor dan industri-industri yang membutuhkan dukungan kemudahan, lalu melakukan penggalian potensi-potensi pajak baru, serta optimalisasi dari pengelolaan aset negara.
Kedua yaitu penguatan spending better dalam rangka mengarahkan penganggaran lebih ke ouput dan outcome oriented, kemudian menerapkan zero based budgeting, serta mengusahakan perlindungan sosial agar lebih targeted dengan perbaikan data.
Selanjutnya ialah pembiayaan inovatif dan sustainable menimbang anggaran negara setiap tahun terbatas.
“Misalnya, tahun ini negara hanya bisa belanja Rp3.099 triliun, tahun depan bisa belanja Rp3.300 triliun, jadi terbatas. Sementara, kebutuhan untuk infrastruktur saja itu sangat-sangat besar,” kata Titik.
Menimbang hal tersebut, pemerintah melakukan inovasi pembiayaan seperti Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) untuk pembiayaan proyek yang bisa dibiayai secara bersama. Selain itu, perlu dilakukan pula pendalaman pasar sehingga dapat mendapatkan alternatif pembiayaan di luar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Pihaknya juga dikatakan memiliki Sovereign Wealth Fund dan Special Mission Vehicle di Kementerian Keuangan guna mengelola dana-dana yang tidak ada di APBN.
Terakhir ialah penguatan daya tahan dan mitigasi risiko yang kolaboratif menimbang APBN Indonesia masih dalam posisi defisit, sehingga diperlukan pembiayaan dari utang yang dikelola secara prudent (bijaksana).
“Belanja pemerintah pusat adalah ditujukan untuk mendukung percepatan transformasi ekonomi, penguatan spending better, mendorong subsidi yang lebih tepat sasaran, dan meningkatkan pemerataan pembangunan, serta penciptaan lapangan kerja,” katanya. [ant]