Korban Tewas akibat Bentrokan Israel dan Hamas Melonjak di Atas 1.100

TRANSINDONESIA.co | Israel terus-menerus menggempur Jalur Gaza pada Senin (9/10) ketika pertempuran melawan Hamas berkobar di sekitar wilayah tersebut. Jumlah kematian akibat bentrokan itu terus melonjak, melebihi angka 1.100.

Tentara Israel mengatakan pihaknya menyerang lebih dari 500 target di Jalur Gaza yang diblokade dan miskin dalam bentrokan semalam. Pertempuran masih terus berlanjut di tujuh hingga delapan lokasi di wilayah Israel di sekitar daerah tersebut.

Kondisi panas itu terjadi dua hari setelah Hamas meluncurkan serentetan serangan roket dan mengirimkan pasukannya yang disebut menembak mati warga sipil dan menyandera sedikitnya 100 orang dalam serangan yang mengejutkan Israel.

Pemerintah Israel, Minggu (8/10), menyatakan kondisi perang terhadap kelompok militan Palestina yang menguasai Gaza. Perdana Menteri Benjamin Netanyahu memperingatkan Bangsa Israel untuk bersiap menghadapi konflik yang “panjang dan sulit.”

Lebih dari 700 warga Israel tewas sejak Hamas melancarkan serangan besar-besaran, kata Pasukan Pertahanan Israel (IDF) pada Senin (9/10). Sebanyak 1.200 orang lainnya terluka, banyak di antaranya berada dalam kondisi kritis.

Sebagai pembalasan, serangan udara Israel menghantam Jalur Gaza, sebuah daerah kantong berpenduduk 2,3 juta orang. Para pejabat setempat melaporkan serangkaian gempuran itu menewaskan sedikitnya 413 warga Palestina.

“Semalam jet tempur IDF, helikopter, pesawat terbang, dan artileri menyerang lebih dari 500 sasaran teroris Hamas dan Jihad Islam di Jalur Gaza,” kata militer dalam sebuah pernyataan.

“Kami masih berperang. Ada antara tujuh hingga delapan tempat terbuka di sekitar Gaza (di mana) kami masih memiliki pejuang yang memerangi teroris,” kata juru bicara militer Israel Richard Hecht kepada wartawan.

“Kami pikir pada kemarin (Minggu) kami akan memiliki kendali penuh. Saya berharap pada akhirnya kami bisa mengendalikannya,” tambahnya.

Kepulan asap tebal mengepul dari wilayah kantong Palestina ketika serangan berlanjut pada dini hari, seorang koresponden AFP melaporkan.

Juru bicara militer Letnan Kolonel Jonathan Conricus memperkirakan sekitar 1.000 militan Palestina ikut serta dalam serangan Hamas pada Sabtu (7/10), yang ia sebut sebagai “hari terburuk dalam sejarah Israel.”

“Belum pernah terjadi sebelumnya begitu banyak warga Israel yang terbunuh oleh satu hal, apalagi aktivitas musuh dalam satu hari,” katanya.

Dia menyamakan serangan Hamas tersebut dengan “peristiwa 9/11 dan Pearl Harbor yang digabungkan menjadi satu.”

Conricus mengatakan sekitar 100.000 tentara cadangan dikerahkan ke arah selatan untuk mengusir Hamas dari wilayah Israel.

Sejumlah besar warga sipil dan tentara Israel ditahan di Gaza, katanya.

Sekutu Israel menanggapi hal tersebut dengan menjanjikan dukungan baru. Dukungan tersebut diperlukan untuk menghadapi apa yang Presiden AS Joe Biden sebut sebagai “serangan teroris yang belum pernah terjadi sebelumnya” oleh Hamas.

Washington mengirim kapal induk USS Gerald R. Ford dan sejumlah kapal perang ke Mediterania timur, dan Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin mengatakan Washington akan mengirimkan lebih banyak alutsista dan sumber daya untuk Israel.

Konflik tersebut mempunyai dampak global, dengan beberapa negara melaporkan warga negaranya terbunuh, diculik atau hilang.

Setidaknya empat warga AS tewas dalam serangan itu, kata Pemimpin Mayoritas Senat AS Chuck Schumer dalam sebuah pernyataan, seraya menambahkan bahwa jumlah korban kemungkinan akan bertambah.

Thailand mengatakan sedikitnya 12 warga negaranya juga tewas, sementara Nepal melaporkan 10 kematian. Mereka semua adalah buruh yang bekerja di Israel.

Israel terkejut ketika Hamas melancarkan serangan dari berbagai penjuru pada Sabtu (7/10), hari Sabat Yahudi. Sedikitnya 3.000 roket dihujani bersamaan ketika pasukan Hamas menyusup ke kota-kota dan komunitas kibbutz dan menyerbu sebuah pesta di luar ruangan.

Situasi Menyedihkan

Netanyahu – yang memimpin pemerintahan koalisi sayap kanan – berjanji untuk mengubah tempat persembunyian Hamas “menjadi puing-puing.” Ia mendesak warga Palestina di sana untuk melarikan diri.

Serangan Israel meratakan beberapa apartemen tempat tinggal di Gaza dan menghancurkan sebuah masjid di Khan Yunis, Gaza, serta menghantam bank sentral.

Lebih dari 20.000 orang di Gaza terpaksa mengungsi akibat pertempuran itu, kata Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA).

“Situasinya sangat menyedihkan, baik secara psikologis dan ekonomi,” kata Amal al-Sarsawi, 37 tahun, saat ia berlindung di ruang kelas bersama anak-anaknya yang ketakutan.

Harga minyak melonjak lebih dari empat persen pada Senin (9/10), memicu kekhawatiran tentang kemungkinan guncangan pasokan dari wilayah yang kaya minyak mentah.

Musuh-musuh Israel memuji serangan Hamas tersebut, termasuk Iran. Presiden Ebrahim Raisi menyuarakan dukungannya ketika ia berbicara dengan para pemimpin Hamas dan kelompok Jihad Islam.

Demonstrasi pro-Palestina terjadi di AS, Irak, Pakistan dan negara-negara lain, sementara Jerman dan Prancis termasuk di antara negara-negara yang meningkatkan keamanan di sekitar kuil dan sekolah Yahudi.

Tak akan Menyerah

Menyebut serangannya sebagai “Operasi Banjir Al-Aqsa”, Hamas meminta “pejuang perlawanan di Tepi Barat” dan “negara-negara Arab dan Islam” untuk bergabung dalam pertempuran tersebut.

Serangannya terjadi setengah abad setelah invasi pasukan Mesir dan Suriah pada 1973, sebuah konflik yang dikenal di Israel sebagai Perang Yom Kippur. Gempuran mendadak Hamas tersebut memicu tudingan sengit bahwa hal tersebut menandakan kegagalan intelijen. Ketua Hamas Ismail Haniyeh telah memperkirakan “kemenangan” dan berjanji untuk terus melanjutkan “pertempuran untuk membebaskan tanah kami dan tahanan kami yang mendekam di penjara pendudukan.” [voa]

Share