Drone Emprit: Pelacak Disinformasi dan Perang Narasi Dunia Maya

TRANSINDONESIA.co | Maraknya disinformasi di dunia maya berakibat negatif bagi masyarakat yang mengandalkan media sosial untuk memperoleh informasi dan berpotensi memperburuk polarisasi politik di Indonesia. Fahmi Ismail adalah pengembang perangkat lunak yang bertekad melawan tren itu dan mengembangkan aplikasi Drone Emprit.

Pada awal 2019, ketika berlangsung pemilihan presiden di Indonesia, warganet dihebohkan oleh hoaks “7 Kontainer,” yang mengklaim terdapat tujuh kontainer berisi surat suara yang sudah tercoblos dan diselundupkan lewat Tanjung Priok.

Drone Emprit kemudian berhasil melacak asal-usul hoaks itu dan mengidentifikasi amplifikasinya di kalangan netizen.

Berawal dari masa studi pascadoktoralnya di Groningen University, Belanda, pada 2010, Fahmi Ismail mengembangkan prototipe pertama aplikasi yang kemudian menjadi Drone Emprit. App ini bukan sebuah drone atau pesawat nirawak, melainkan sebuah aplikasi komputer.

Berikut penjelasan Fahmi.

“Drone Emprit adalah alat untuk memonitor percakapan netizen di media sosial seperti Twitter, Facebook, Instagram dan sekarang juga TikTok, dan juga memonitor pemberitaan di media online berdasarkan kata kunci, nama tokoh, nama peristiwa. Kita kumpulkan percakapan dan kemudian kita analisis. Dari hasil analisis kita bisa mengetahui, misalnya, siapa yang memulai, apa yang menjadi isu besarnya, kapan mulai trending, kemudian di daerah mana saja, dan analisis seperti sentimen, bagaimana sentimen publik, apakah mereka positif atau negatif terhadap sebuah peristiwa.”

Dengan Drone Emprit, Fahmi bertujuan untuk mencerahkan publik tentang apa yang sebenarnya terjadi di media online.

Trans Global

Kembali Fahmi menjelaskan, “Drone Emprit itu khusus untuk mempublikasikan (isu-isu) terkait dengan kepentingan publik, isu-isu pemerintahan, misalnya terkait dengan hoaks, terkait dengan disinformasi, peta perang narasi pada saat atau menjelang pilkada, pada saat pilpres, isu-isu publik yang kira-kira penting untuk diketahui publik saya monitor. Tujuannya adalah biar publik tahu, ketika ada sebuah berita yang ramai, itu siapa yang membuat, dan apakah ini benar informasinya, penyebarannya seperti apa, sehingga publik mudah-mudahan tidak mudah terpengaruh dan kalau ada orang yang berusaha untuk memanipulasi opini publik kita bisa expose juga, ini siapa akunnya, dari cluster atau kelompok mana yang membuat manipulasi opini publik itu.

Prakarsa Drone Emprit merupakan terobosan bermakna dalam memitigasi disinformasi di Indonesia, meskipun fenomena hoaks dan fake news, alias berita bohong, akan terus ada.

Selain inisiatif tokoh seperti Fahmi dan para pemeriksa fakta lain, influencers atau figur berpengaruh seharusnya juga berperan aktif.

Hal itu diungkapkan oleh pemerhati dan peneliti media sosial, khususnya di Indonesia, Merlyna Lim dari School of Journalism and Communications di Carleton University, Kanada.

“Kita harus waspada terus dan terutama bagi para tokoh ya, para intelektual, para researchers, jurnalis, tokoh tokoh yang tahu bahwa mereka memiliki follower misalnya, didengar. Saya merasa mereka-mereka ini sangat punya tanggung jawab moral untuk tidak memperkuat polarisasi dan konflik antar masyarakat,” jelasnya.

Menjelang pilpres 2024, Fahmi Ismail sudah siap untuk meningkatkan pelacakan dengan Drone Emprit, serta bekerja sama dengan para pemeriksa fakta guna meminimalkan momok disinformasi di masyarakat Indonesia. [voa]

Share