Militer Rusia Tembak Jatuh Drone Ukraina

TRANSINDONESIA.co | Kementerian Pertahanan Rusia, Selasa (29/8), mengatakan pertahanan udaranya menembak jatuh dua drone Ukraina di sebelah selatan Moskow.

Kementerian itu mengatakan bahwa drone tersebut ditembak di atas wilayah Tula. Tidak ada rincian lanjutan mengenai kerusakan terkait.

Ukraina secara rutin menargetkan Rusia, termasuk wilayah Moskow, dengan drone dalam beberapa pekan ini.

China adalah pemasok utama komponen-komponen penting untuk drone Rusia yang digunakan dalam menghadapi Ukraina, lapor Kelompok Kerja Internasional mengenai Sanksi Rusia.

Kelompok tersebut diketuai bersama oleh Andriy Yermak, kepala Kantor Presiden Ukraina, dan mantan duta besar Amerika Serikat (AS) Michael McFaul, direktur Freeman-Spogli Institute for International Studies.

Rusia sangat bergantung pada komponen-komponen buatan asing, terutama mikroelektronik di tiga model drone yang digunakannya untuk menyerang Ukraina.

Menurut penelitian, 67 persen kiriman komponen drone berasal dari China, sedangkan 17 persen di antaranya dikirim melalui Hong Kong ke Rusia. Turki dan Uni Emirat Arab menyumbang masing-masing 5 persen dan 2 persen dari komponen itu.

Komponen buatan Jepang, Korea Selatan, Swiss dan negara-negara lain, yang mencakup prosesor, cip, transistor, dan suku cadang penting lainnya, juga ditemukan di drone-drone tersebut.

“Rusia sangat aktif dalam menggunakan drone untuk serangan besar-besaran terhadap target infrastruktur, sipil dan militer di Ukraina. Jadi merisaukan sekali melihat komponen-komponen penting untuk membuat drone itu berasal dari berbagai negara, termasuk sekutu-sekutu Ukraina. Masalah ini memerlukan tanggapan bersama segera. Kita harus mengambil langkah komprehensif untuk mencegah penjajah menggunakan komponen-komponen penting untuk melanjutkan perang di tanah Ukraina,” kata Yermak.

Para pakar di kelompok itu meminta para produsen agar berbuat lebih banyak guna mencegah Rusia mendapatkan produk mereka sambil menghindari sanksi-sanksi ekonomi.

Kelompok itu juga merekomendasikan pemerintah negara-negara agar menyelidiki perusahaan-perusahaan terkenal yang tidak mematuhi kebijakan sanksi. [voa]

Share