Perempuan Tani HKTI akan Gelar FGD “Beras Penyebab Inflasi?: Faktor dan Pengendalian”

TRANSINDONESIA.co | Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Perempuan Tani Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) akan menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertema “Beras Penyebab Inflasi?: Faktor dan Pengendalian” mengawal kesejahteraan petani di Indonesia di tengah fluktuasi harga beras yang berkontribusi terhadap angka inflasi nasional dalam beberapa tahun terakhir, di Kopi Perempuan Tani, Jalan Gandaria Tengah III, RT1/RW3, Kramat Pela, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis 20 Juli 2023.

Komoditas beras sebagai komoditas pertanian di Indonesia sangat dominan
secara sosial, ekonomi, dan politik. Tidak saja beras menjadi makanan pokok utama, akan tetapi beras juga mempengaruhi perekonomian nasional dan politik nasional. Posisi ini menjadi dasar bagi penempatan beras sebagai komoditas strategis nasional.

“Beras memiliki peran penting dalam ketahanan pangan dan kestabilan
sosial, ekonomi, dan politik karena merupakan makanan pokok bagi sebagian besar
penduduk. Pemerintah Indonesia berperan aktif dalam mengatur produksi, distribusi, dan harga beras,” ungkap Ketua Umum DPP Perempuan Tani HKTI Dian Novita Susanto, S.Ikom.,M.Sos, didampingi Sekretaris Jenderal DPP Perempuan Tani HKTI Diah Turis Kaemirawati, S.H.,M.H , dalam keterangannya diterima redaksi di Jakarta, Rabu 12 Juli 2023.

Namun demikian lanjut Dian Novita Susanto, posisi strategis beras secara sosial, ekonomi, dan politik selalu dihantui oleh persoalan klasik yang terus berulang di Indonesia yakni tingginya inflasi beras di Indonesia. Komoditas beras diduga kuat menjadi penyumbang inflasi nasional. Pada tahun 2022, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kemenko Perekonomian, komoditas beras berkontribusi sebesar 4 persen terhadap inflasi nasional.

Pada tahun 2023, kenaikan harga beras masih terus terjadi sejak akhir tahun 2022 hingga awal tahun 2023. Bahkan, selama tiga bulan berturut-turut, yakni
Januari-Maret 2023, beras masih berkontribusi besar terhadap inflasi bulanan maupun tahunan.

Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia mengalami inflasi tahunan 4% (year-on-year/yoy) pada Mei 2023. Meskipun demikian, laju inflasi mengalami pelambatan sejak Maret 2023 hingga Mei 2023. Akan tetapi, posisi beras masih menyumbang pemicu inflasi nasional tertinggi dari sektor komoditas pangan.

Oleh karena itu, inflasi di Indonesia secara dominan dipengaruhi oleh volatile
food yang salah satunya adalah beras. Beras menjadi komoditas pangan yang berkontribusi dalam peningkatan inflasi.

“Kesenjangan antara kebutuhan atau permintaan beras melebihi penawaran atau pasokannya menjadi salah satu penyebab
terjadinya inflasi,” kata Dian Novita Susanto.

Dengan demikian, selain faktor domestik menyangkut tingkat konsumsi beras masyarakat Indonesia, faktor global, dinamika politik global, pengaruh cuaca ekstrem terhadap panen, penyempitan rantai pasok dan berkurangnya kapasitas dari produsen merupakan aspek yang mempengaruhi terjadinya inflasi.

“Inflasi beras memiliki implikasi yang signifikan terhadap kebijakan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat di Indonesia. Pemerintah harus menjaga keseimbangan antara stabilitas harga secara umum dengan stabilitas harga beras khususnya, serta mempertimbangkan aspek ekonomi, sosial, dan politik dalam pengambilan kebijakan terkait,” ujarnya.

Dalam konteks perekonomian Indonesia kata Dian Novita Susanto, pemerintah memiliki peran penting dalam mengatur produksi, distribusi, dan harga beras. Kebijakan-kebijakan seperti subsidi beras, regulasi perdagangan, program-program pengembangan sektor pertanian padi, dan intervensi pasar dilakukan untuk menjaga stabilitas harga, ketersediaan beras yang cukup, dan ketahanan pangan nasional.

“Menjaga harga beras agar tetap stabil merupakan langkah penting dalam menjaga stabilitas ekonomi dan mengendalikan inflasi,” cetusnya.

Sementara, Diah Turis Kaemirawati menambahkan FGD yang mengangkut tema “Beras Penyebab Inflasi?: Faktor dan Pengendalian” dimaksudkan untuk mendapatkan pemahaman sejauh mana kontribusi beras terhadap inflasi nasional dan pengaruh dinamika fluktuasi harga beras terhadap inflasi
nasional.

“Lebih kongkrit, bagaimana kenaikan harga beras dapat diikuti dengan kesejahteraan petani padi? Bagaimana jajaran pemerintah terkait dapat di mampukan untuk memobilisasi seluruh sumber daya nasional dan potensi bangsa dalam rangka memelihara dan menjaga stabilitas harga beras, ketersediaan beras yang cukup, dan ketahanan pangan nasional?,” tuturnya.

Menurutnya, FGD ini lebih khusus untuk mengurai dan mencari penjelasan tentang issue terfokus, yakni :

1. Apakah beras (selalu) menjadi penyebab inflasi nasional?

2. Apakah focus pertama terkait dengan pilihan kebijakan pangan – pertanian yang keliru (government failure) atau sumber distorsi lain .

3. Apakah focus pertama terjadi karena kinerja sistem rantai nilai beras yang tidak efisien?

Panduan tiga focus issue di atas maka FGD ini ditujukan untuk :

1. Menjadi sarana terkumpulnya aneka pandangan persepsional (apakah atas dasar teoretik, kepentingan bisnis, dll) tentang hubungan antara (kenaikan harga) beras dengan angka inflasi nasional.

2. Mendapat gambaran tentang proses pembuatan kebijakan dan keputusan
pemerintah terkait harga beras dan inflasi.

3. Mendapat gambaran tentang rantai nilai beras nasional (system agribisnis
beras) berikut tata hubungan dalam jaringan rantai nilai, pelaku utama,
kinerja bisnisnya, permasalahannya, serta opsi model bisnis yang sesuai.

“FGD ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran (political maupun managerial) yang dapat dijelmakan ke dalam
strategi-strategi kebijakan dan program guna mengantisipasi terjadinya volatile foods yang mengarah pada peningkatan inflasi nasional,” kata Diah Turis Kaemirawati.

Secara umum kata Diah Turis Kaemirawati, capaian tujuan FGD ini akan bisa:

1. Ditarik pembelajaran berkontributif dalam mengatasi persoalan laju inflasi beras;

2. Menjadi masukan dan kontribusi pemikiran yang mampu menjadi bahan
pertimbangan untuk pengendalian inflasi beras;

3. Teridentifikasi kendala dan tantangan yang menjadi persoalan utama yang menyebabkan tingginya inflasi beras di Indonesia, serta opsi solusinya.

“Focus issue FGD ini diharapkan terbangunnya persepsi bersama oleh
peserta dengan latar belakang dan keterlibatan terkait dengan isu yang dibahas sesuai dengan harapan yang tertuang, peserta diharapkan datang dari ketiga tujuan, yaitu kementrian dan lembaga urusan pangan serta universitas dan bank central,” terang Diah Turis Kaemirawati.

FGD ini direncanakan akan dihadiri sejumlah pembicara dan peserta, di antaranya,  Kelompok Tani, Prof. Syarif Hidayat, M. A., Ph. D (Dosen Pascasarjana Univesitas Nasional, Peneliti BRIN, dan Anggota AIPI), Himpunan Pascasarjana IPB University, Kemenko Perekonomian, Kementrian Pertanian, Kementrian Perdagangan, Perwakilan Komisi IV DPR RI, Badan Pusat Statistik, Badan Pangan Nasional, Bank Indonesia, Perkumpulan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (PERPADI), dan Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI). [sfn]

Share