Bawaslu Tidak Bisa Beri Sanksi Pelaku Mahar Politik

TRANSINDONESIA.co | Komisioner Bawaslu RI Puadi memastikan, pihaknya tidak bisa memberikan sanksi pelaku yang melegalkan ‘mahar politik’ pada Pemilu 2024. Karena, dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu, tidak mengatur pemberian sanksi tersebut.

“Dalam dimensi UU Pemilu, terdapat kesulitan bagi Bawaslu menindak pelaku mahar politik. Sebab, UU Pemilu hanya memberikan norma larangan namun tidak mengatur sanksi,” kata Puadi dalam keterangan persnya, Sabtu (8/7/2023).

Puadi menjelaskan, mahar politik berbeda dengan politik uang alias jual-beli suara (vote buying). Politik uang dalam UU Pemilu, sanksinya tegas telah diatur.

“Mahar politik dan politik uang memiliki klasifikasi yang berbeda. Mahar politik, imbalan yang diterima parpol, pada proses pencalonan presiden-wakil presiden, dan legislatif,” ucap Puadi.

Sedangkan, Politik uang adalah perbuatan memberikan, dan menjanjikan materi lainya kepada pemilih. Yakni, dalam mempengaruhi hak pilih pemilih tersebut.

“Kedua perbuatan ini merupakan fenomena yang kerap ditemui dalam pemilu. Ketentuan sanksi soal mahar politik justru lebih tegas diatur dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada,” ujar Puadi.

Tepatnya, kata Puadi, Dalam Pasal 187B UU Pilkada. Hukumannya, diancam pidana paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan.

“Juga didenda antara Rp 300 juta hingga Rp 1 miliar. Sikap Bawaslu terhadap praktik mahar politik dan politik uang sangat jelas, yaitu melalui mekanisme pencegahan dan penindakan,” kata Puadi. [rri]

Share