Pemimpin Iran akan ‘Sambut Baik’ Pemulihan Hubungan dengan Mesir

TRANSINDONESIA.co | Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei mengatakan pada pada Senin (29/5) bahwa ia akan menyambut baik pemulihan hubungan diplomatik dengan Mesir. Itu disampaikannya ketika bertemu dengan Sultan Haitham bin Tariq dari Oman yang sedang berkunjung.

Hubungan antara Teheran dan Kairo memburuk setelah revolusi Islam tahun 1979 di Iran dan pengakuan Mesir atas Israel, musuh bebuyutan Iran.

Khamenei mengaku, pemimpin Oman itu memberi tahunya bahwa Mesir akan bersedia memulihkan hubungan.

“Kami menyambut baik pernyataan Sultan Oman mengenai kesediaan Mesir untuk memulihkan hubungan dengan Republik Islam Iran dan kami tidak memiliki masalah terkait ini,” kata Khamenei, menurut situs resminya.

Kantor berita AFP tidak dapat segera menghubungi Kementerian Luar Negeri Mesir untuk meminta tanggapan.

Beberapa bulan terakhir telah terjadi perubahan besar di Timur Tengah, menyusul pemulihan hubungan yang dimediasi China antara Arab Saudi dan Iran – dua negara yang bermusuhan di kawasan – Maret lalu.

Pemulihan itu menciptakan hubungan yang lebih baik antara Iran, negara Muslim Syiah, dengan negara-negara Arab yang mayoritas beraliran Sunni.

Khamenei juga menyerukan peningkatan hubungan antara Oman dan Iran.

“Penting untuk meningkatkan kerja sama antara Oman dan Iran karena kedua negara berbagi Selat Hormuz yang merupakan jalur air yang sangat penting,” ungkapnya.

Kunjungan Sultan Oman dilakukan beberapa hari setelah pertukaran tahanan antara Iran dan Belgia yang difasilitasi Oman, mediator lama Iran dan Barat.

Teheran membebaskan seorang pekerja amal Belgia Olivier Vandecasteele setelah ditahan hampir 15 bulan sebagai pengganti atas dibebaskannya diplomat Assadollah Assadi, yang ditahan di Belgia karena dituduh terlibat dalam rencana pengeboman aksi unjuk rasa oposisi Iran di luar Paris pada 2018.

Sultan Oman juga bertemu dengan Presiden Iran Ebrahim Raisi pada Minggu (28/5), di mana ia mengatakan bahwa hubungan bilateral kedua negara dapat ditingkatkan dalam berbagai bidang, termasuk industri dan “urusan pertahanan dan keamanan,” demikian menurut situs kepresidenan.

“Teheran dan Muskat memiliki pandangan yang sama tentang kerja sama regional, memperkuat dan menstabilkan keamanan, perdamaian dan kemakmuran negara-negara di kawasan,” kata Raisi, dikutip dalam situs itu.

Empat nota kesepahaman dan perjanjian untuk mendorong investasi ditandatangani selama kunjungan sultan selama dua hari, setahun setelah Raisi mengunjungi Muskat, menurut media resmi Iran dan Oman.

Oman memiliki hubungan yang dekat dengan Iran dan berperan sebagai penengah antara Teheran dan AS ketika mempersiapkan perjanjian nuklir yang dicapai Iran dan negara-negara adikuasa pada 2015.

Kunjungan terakhir sultan Oman ke Iran dilakukan pada tahun 2013, ketika Qaboos bin Said mengunjungi Teheran pada masa kepresidenan Hassan Rouhani, yang menjabat ketika perjanjian nuklir 2015 di sepakati di Wina. [voa/afp]

Share