Kekerasan dan Luka Batin

TRANSINDONESIA.co | Kekerasan golongan apa saja berdampak pada ketidak adilan. Goresan goresan kekerasan dalam pendidikan berdampak luka batin, bisa bagi pendidik maupun peserta didiknya. Luka batin bisa membuat ketidak tertarikan, melupakan dan enggan untuk membanggakan. Luka batin bisa juga menjurus pada balas dendam. Perlakuan perlakuan tidak baik yang dirasakan bisa saja dibalaskan kepada orang lain yang lebih lemah atau yang bisa dijadikan kambing hitam.

Luka batin produk kekerasan? Bisa saja demikian, karena kekerasan melukai bisa fisik bisa batin. Orang orang luka batin akan menjadi minder, merasa rendah diri dihadapan yang sejajar atau dengan yang lebih tinggi. Sikap orang luka batin biasanya melakukan intervensi kepada yang lebih rendah. Menjadi pengecut, tidak berani bertanggung jawab. Senang menyalahkan dan mencari cari kesalahan. Yang dilihat selalu pada keburukan, hampir hampir tidak melihat kebaikan orang lain. Mengeluh, menghindar dari apa yang semestinya bisa dilakukan.

Luka batin bisa juga berdampak pada sikap masa bodoh dan tidak peduli pada orang lain. Lemahnya kepekaan, kepedulian dan bela rasa akan manusia dan kemanusiaannya. Sikap orang luka batin menjadi egois bahkan ingin menang sendiri.

Tatkala lembaga pendidikan menjadi arena untuk membuat luka batin, sejatinya merupakan pembusukan hingga karakter, bisa saja dianalogikan meruntuhkan kedaulatan, harkat martabat dan peradaban bangsa.

Sesuatu yang sering terjadi dalam lembaga pendidikan dan membuat luka batin antara lain:

1. Lembaga pendidikan dilabel tempat buangan. Siapa yang masuk ke lembaga pendidikan seakan dimatikan hidup dan kehidupannya.

2. Lembaga pendidikan menjadi pasar yang transaksional.

3. Peserta didik hanya ingin masuk agar diakui pernah sekolah walaupun tidak pernah berpikir

4. Proses belajar mengajar seakan membuat sapi glonggong, terus menerus dibebani hal hal yang jauh dari upaya mencerdaskan. Berdampak matinya imajinasi dan mengeringnya hati nurani.

5. Pendidik merasa paling benar bahkan paling pintar sehingga membuat peaerta didik bukan dicerahkan melainkan dilukai batinnya.

6. Kalau bisa membayar mengapa harus berpikir. Ini parahnya otak digantikan selembar ijasah atau sertifikat.

7. Ekologi lembaga pendidikan yang semestinya asri dan ngangeni menjadi angker akibat banyaknya korban luka batin di dalamnya.

8. Pemaksaan menjadi kebanggaan seakan akan mensucikan padahal menjadi suatu kekejaman.

9. Proses pembelajaran menjadi asal selesai dan mengumpulkan tugas serta sudah diuji susah dianggap sah dan paripurna pendidikan.

10. Orang orang yang baik dan benar yang sadar dan ingin memperbaiki malah dibuli bahkan diintimidasi dan dianggap duri dalam daging.

Tingkat kejujuran, keterbukaan orang orang luka batin sangat rendah. Pamrih, ingin dipahami namun sulit bahkan enggan untuk memahami. Mengagung agungkan diri dan menyalah nyalahkan membuat label, melakukan sikap resisten bahkan sampai pada hal personalpun digunakan untuk menyerang. Kaum luka batin sulit dan bahkan tidak mau untuk berubah yang diinginkan untuk mencari enak dan menangnya sendiri.

Tatkala lembaga pendidikan bagi calon pemimpin di masa depan sarat dengan orang orang yang luka batin, maka tatkala memiliki kekuasaan akan arogan, tamak, amarah dan tentu saja melupakan lembaga pendidikannya. Mereka merasa tidak ada lagi yang perlu dibanggakan atau ditumbuhkembangkan.

Lembaga pendidikan sejatinya tempat yang membahagiakan, saling berbagi kebahagiaan, mencerahkan, mencerdaskan, menyiapkan orang orang tangguh di masa depan. Sumber daya manusia adalah aset utama bangsa. Tatkala penuh dengan luka batin bisa saja menghianati bangsa negara dan rakyatnya tatkala berkuasa. Luka batin berdampak luas dan panjang. Memaafkan adalah pekerjaan atau tindakan yang hampir hampir tidak bisa dilakukan. Walau di mulut mengatakan: “saya bukan pendendam tetapi tidak bisa lupa”.

Orang luka batin akan lebih mudah dihasut, untuk melakukan melabel dan membenci dengan berbagai fitnah yang tidak ada fakta atau faktanya berbeda. Akan senang dan bangga bila diberi kesempatan untuk meluapkan kekecewaannya dan biasanya akan menjurus pada ujaran ujaran kebencian.

Mengobati luka batin pada lembaga pendidikan memang bukan perkara ringan namun setidaknya dapat dilakukan walau berat dan membuat menggigil, mules antara lain dengan:

1. Membuat dan menunjukan keutamaannya

2. Kebijakan yang mendukung upaya mengimplementasikan keutamaannya

3. Melakukan pembelajaran dengan dialog

4. Para pendidik atau guru menyadarkan dan menstimuli peserta didik untuk tercerahkan dan berani melakukan pembaruan atau menemukan sesuatu yang baru

5. Guru sebagai tim transformasi yang menumbuhkembangkan dan mensupport bagi kemajuan

6. Etika pembelajaran yang dibuat bagi guru maupun peserta didik yang berisi apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan serta sanksinya

7. Meniadakan sistem ranking yang membuat luka batin yang semakin dalam. Muncul ungkapan ungkapan: “Kacang goreng (kakean cangkem golek rengking) sebaliknya kacang garing (wes kakean cangkem gak entuk rengking)”

8. Membubarkan sistem sistem transaksional maupun berbagai kekerasan agar tidak menjadikan lembaga pendidikan ini sebagai pasar

9. Proses belajar dan mengajar yang merdeka tidak disekat labirin atau tembok tembok pendunguan melalui dialog peradaban

10. Membangun lembaga pendidikan menjadi ikon atau simbol: kebangsaan, kemanusiaan, dsb.

Masih banyak lagi yang bisa dilakukan untuk menyembuhkan luka batin dalam lembag pendidikan.**

Oleh: Chrysnanda Dwilaksana
Lembah Someah140323

Share