Jurnalis Perempuan Kerap Menerima Diskriminasi dan Kekerasan

TRANSINDONESIA.co | Sekretaris Jenderal Pengurus Nasional Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Ika Ningtyas mengatakan, jurnalis perempuan mendapatkan diskriminasi dan kekerasan. Kekerasan kerap diperoleh baik dari dalam redaksi maupun dari luar.

Berdasarkan riset AJI pada 2022, diskriminasi terhadap jurnalis perempuan terjadi pada aspek remunerasi, asuransi kesehatan, cuti haid. Bahkan diskriminasi terjadi pada promosi kerja.

Sedangkan, sebanyak 82,6 persen dari 852 jurnalis perempuan yang disurvei, pernah mengalami kekerasan seksual sepanjang karier jurnalistik mereka. Namun belum seluruh organisasi media memiliki sistem dukungan untuk mencegah dan menangani kekerasan seksual tersebut.

“Kami mendorong Komnas Perempuan terlibat memberikan perlindungan bagi jurnalis perempuan dari berbagai kekerasan, termasuk kekerasan seksual terhadap perempuan. Lahirnya UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual harus menjadi momentum untuk menghapus kekerasan seksual di lingkungan media,” kata Ika Ningtyas dalam pertemuan AJI dengan Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), di Kantor Komnas Perempuan, Selasa (4/4/2023).

Pertemuan tersebut untuk membahas situasi kebebasan pers dan menjajaki kerja sama untuk membangun mekanisme perlindungan bagi jurnalis perempuan. Perlindungan dari berbagai kekerasan di dunia jurnalisme.

Ketua Bidang Gender, Anak dan Kelompok Marjinal AJI, Nani Afrida mengatakan, telah dibuat master SOP menangani kekerasan seksual. SOP tersebut telah disampaikan ke Dewan Pers dan akan disosialisasikan lebih luas ke perusahaan media.

Selain itu, AJI telah melatih jurnalis perempuan mengenai isu kekerasan seksual. Juga pelatihan keamanan holistik, memberikan advokasi, dan membantu layanan psikososial.

Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani mengatakan, ada beberapa peluang bagaimana Komnas Perempuan dapat terlibat memberikan perlindungan jurnalis perempuan. Pertama mengelaborasi SOP Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual yang disusun AJI.

Dielaborasi ke dalam mekanisme perlindungan bagi pembela hak asasi manusia perempuan yang sedang disusun lembaganya bersama Komnas HAM dan LPSK. “Kita bedah SOP AJI terlebih dahulu untuk melihat bagaimana Komnas Perempuan dapat berkontribusi,” katanya.

Berikutnya dengan membentuk tim adhoc dalam kasus-kasus kekerasan seksual, mendorong kawasan bebas kekerasan seksual di perusahaan media. Serta melatih pers mahasiswa bagaimana meliput isu kekerasan seksual di saat sistem dukungan sekitarnya yang masih lemah.[rri/ant]

Share