Rusia: Pembatasan Harga Minyak Tak akan Berdampak Pada Invasi ke Ukraina
TRANSINDONESIA.co | Rusia mengatakan pembatasan harga terhadap minyaknya yang diberlakukan negara-negara Barat tidak akan berdampak pada invasinya ke Ukraina. India, yang tidak ikut memberlakukan pembatasan harga, mengisyaratkan tetap membeli minyak dari Rusia.
Kremlin mengatakan pada hari Senin (5/12) bahwa pembatasan harga pada minyak Rusia tidak akan memengaruhi apa yang disebutnya sebagai “operasi militer” di Ukraina.
“Ekonomi Federasi Rusia memiliki kekuatan yang diperlukan untuk sepenuhnya memenuhi semua kebutuhan dan persyaratan dalam kerangka operasi militer khusus. Langkah seperti itu tidak akan berdampak,” ujar Juru Bicara Presiden Rusia Dmitry Peskov, merujuk pada pembatasan harga minyak Rusia.
Negara-negara Barat mulai hari Senin (5/12) memberlakukan batas harga $60 per barel dan larangan terhadap beberapa jenis minyak Rusia sebagai bagian dari upaya baru untuk meningkatkan tekanan terhadap Moskow.
Tindakan itu ditujukan untuk membatasi pendapatan Rusia dari sektor bahan bakar fosil yang dapat mendukung anggaran, militer dan invasi Moskow ke Ukraina, sekaligus menghindari kemungkinan lonjakan harga yang tajam apabila minyak Rusia tiba-tiba hilang dari pasar global.
Uni Eropa bersama Australia, Inggris, Kanada, Jepang dan AS menyepakati pembatasan harga itu Jumat (2/12) lalu. Seluruh 27 negara anggota Uni Eropa juga menerapkan embargo terhadap minyak Rusia yang dikirim melalui jalur laut.
India memilih memprioritaskan kebutuhan energinya sendiri dan akan terus membeli minyak dari Rusia, Menteri Luar Negeri India Subrahmanyam Jaishankar mengisyaratkan hari Senin.
“Uni Eropa, sejak 24 Februari sampai 17 November [2022] telah mengimpor lebih banyak bahan bakar fosil dari Rusia dari pada gabungan 10 negara berikutnya. Saya akan memberi Anda perbandingan dengan India, impor minyak di Uni Eropa seperti enam kali lipat yang diimpor India,” jelasnya.
Jaishankar menyampaikan hal itu setelah menggelar pertemuan dengan Menlu Jerman Annalena Baerbock yang sedang mengunjungi New Delhi untuk mendiskusikan hubungan bilateral kedua negara dan perang Rusia di Ukraina.
Sejauh ini India tidak berkomitmen terhadap pembatasan harga terhadap minyak Rusia. India dan Rusia sendiri memiliki hubungan yang dekat dan New Delhi tidak mendukung sanksi Barat terhadap Moskow, meski telah berulang kali mendesak agar “segera menghentikan kekerasan” di Ukraina.
Sementara Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Mao Ning mengatakan negaranya akan melanjutkan “kerja sama energi dalam semangat saling menghormati dan saling menguntungkan” dengan Rusia.
Ia lantas menepis pertanyaan apakah China akan mempertimbangkan untuk bergabung dalam kesepakatan pembatasan harga minyak terhadap Rusia.
“Minyak adalah salah satu komoditas dunia dan sangat penting untuk memastikan keamanan pasokan energi dunia. Kami percaya bahwa semua pihak harus melakukan upaya konstruktif untuk mencapai tujuan ini,” jelasnya.
Jumat (2/12) lalu, Juru Bicara Dewan Keamanan Nasional AS John Kirby mengatakan bahwa pemerintahan Presiden AS Joe Biden “mendukung” kesepakatan Uni Eropa atas pembatasan harga minyak Rusia sebesar $60 per barel.
“Terus terang, kami rasa $60 per barel sudah tepat, dan kami pikir itu akan berdampak. Ini tentang keseimbangan. Tindakan ini bukan tentang menghilangkan pasokan minyak Rusia di pasar. Tindakan ini tentang menyeimbangkan permintaan dan pasokan, juga menyeimbangkan kebutuhan untuk membatasi kemampuan Putin untuk mendapatkan keuntungan,” komentar Kirby.
Wakil Perdana Menteri Rusia Alexander Novak, seperti dikutip oleh kantor berita Reuters, mengatakan bahwa Moskow tidak akan menjual minyaknya kepada negara-negara yang memberlakukan pembatasan harga, bahkan jika itu artinya harus memangkas produksi minyaknya. [voa]