Brigjen Pol Andry Wibowo : Pentingnya Crowd Policing Mencegah Terulangnya Tragedi Kanjuruhan

TRANSINDONESIA.co | MUNGKIN belum pernah ada anggota Polri yang secara komprehensif meneliti persoalan pertandingan sepak bola dengan segala dampak yang ditimbulkannya terutama menyangkut persaingan suporter yang fanatik.

Tidak sedikit korban yang berjatuhan akibat persaingan antarsuporter  fanatik yang sering membuat ulah dengan mengamuk dan menganiaya suporter lawan hingga tewas.

Beberapa tahun lalu masyarakat kita sering disuguhkan pemandangan  ulah suporter Persebaya Surabaya yang dijuluki “Bonek” atau Bondo Nekat. Mereka sering membuat ulah baik ketika mereka datang ke satu kota tempat pertandingan maupun kembali dengan menumpang kereta api.

Namun berkat tegasnya aparat keamanan terutama Polri/TNI aksi-aksi Bonek akhirnya berangsur-angsur hilang. Mereka dilarang menonton Persebaya kalo bertandang ke klub sepak bola bebuyutannya  seperti Arema Malang.

Sedangkan dua kelompok suporter yang juga menjadi “musuh” bebuyutan yaitu Viking atau Bobotoh. Kelompok pendukung fanatik Persib Bandung ini sudah sering terlibat keributan dengan rivalnya Jakmania pendukung fanatik Persija Jakarta.

Aparat keamanan dan PSSI telah berusaha mendamaikan suporter Viking dengan Jakmania ini sejak beberapa tahun terakhir tapi hasilnya tetap saja nihil. Akibatnya setiap Persib dan Persija ketemu di Liga l, salah satu kelompok suporter mereka dilarang hadir. Misalnya kalau bertanding di Bandung, Jakmania dilarang nonton.

Memang fanatik suporter yang berlebihan ini sebenarnya merugikan kedua klub itu sendiri dari sisi ekonomi. Tapi itulah realitas yang terjadi di negara kita. Padahal jika kita bersikap sportif dan kalah menang dalam pertandingan itu biasa dalam olahraga tentu dunia sepak bola kita akan lebih maju.

Liga lndonesia memang sudah punya aturan dalam pertandingan atau kompetisi, tapi sepertinya masih sering kita saksikan perkelahian antarpemain atau antarsuporter yang tidak mendapatkan efek jera, sehingga kasusnya terus berulang.

Mungkin sekedar ilustrasi peristiwa di Liga Eropa. Kemenangan Liverpool atas Red Bull Salzburg pada pertandingan penyisihan grup Liga Champions 2019/20 harus dibayar mahal. Sebab, UEFA telah menjatuhkan hukuman kepada Liverpool imbas ulah suporter mereka.

UEFA memberikan denda sebesar 8.600 poundsterling (Rp100 juta) akibat sejumlah penonton masuk ke dalam lapangan. Kejadian tersebut berawal setelah pertandingan selesai. Sekelompok penonton menerobos papan iklan untuk masuk ke lapangan.

Mungkin jika aturan seperti ini diberlakukan secara tegas, pasti ada efek jera dari para suporter. Karena apa yang terjadi di Stadion Kanjuruhan pemicunya suporter yang masuk ke lapangan.

Beberapa tahun lalu ada pertandingan internasional di Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta. Tiba-tiba ada seorang suporter lndonesia yang kecewa dengan penampilan timnas masuk ke lapangan dengan maksud mengambil bola untuk dimasukan ke gawang lawan.

Melihat hal itu, AKBP Andry Wibowo yang saat itu menjabat Kabag Operasi Polres Jakarta Pusat secara spontan mengejar suporter tersebut dan mengamankannya, sehingga pertandingan tidak begitu terganggu. Apa yang dilakukan Andry Wibowo ini mendapat apresiasi pimpinan.

Rupanya pengalaman yang tak terlupakan itu telah menginspirasi Andry Wibowo untuk memberikan sumbangsih  nya terhadap dunia sepak bola nasional.

Andry Wibowo saat mengikuti pendidikan Strata lll di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK) ia kemudian meneliti secara komprehensif “Konflik Identitas antara Jakmania Persija Jakarta dengan Viking Persib Bandung”.

Makalah yang berjudul “Crowds Management ln lndonesia Football Event Case Study: Policy Mananagement”

Brigjen Dr Andry Wibowo SIK, yang kini menjabat Kepala Badan Intelijen DIY secara detail menggambarkan penyebab munculnya konflik antarsuporter Persija dengan Persib.

Bahkan, Andry meneliti perilaku kedua suporter secara psikologi sosial. Sehingga menawarkan sejumlah analisa dan alternatif bagaimana jalan keluar mengatasi konflik kedua kelompok suporter fanatik ini. Andry, lebih condong menawarkan pendekatan humanis bagi kedua kelompok.

Disertasi Andry Wibowo menjadi model pemolisian kerumunan di sepak bola sebagai objek untuk menemukan model pemolisian kerumunan yang tepat berdasarkan kajian ilmiah yang dapat diterapkan di semua tantangan tugas polisi dalam menangani kerumunan dengan berbagai karakternya Pemolisian kerumunan juga tidak saja berlaku pada sepak bola saja, polisi akan menghadapi kerumunan kerumunan yang lain termasuk kampanye politik yang akan menjadi perhatian polisi di masa depan.

Apa yang dilakukan Andry wibowo, juga dilakukan oleh Inggris dalam mencegah peristiwa Heysel terulang, hasilnya hari ini industri sepak bola Inggris termasuk industri sepak bola paling kompetitif dan aman sehingga menjadi magnitude masyarakat dunia untuk menonton dan berinvestasi.

“Sikap represif terhadap suporter yang anarkis menurut Andry, adalah jalan terakhir oleh aparat keamanan dalam bertindak.

“Tentu pendekatan persuasif lebih dikedepankan dalam menghadapi ulah suporter,” jelas Andry, lulusan Akpol 1993.

Jika menilik apa yang sedang dihadapi dunia sepak bola di tanah air, yang kini telah menjadi sorotan dunia dengan peristiwa atau tragedi “Kanjuruhan” yang menewaskan 131 orang, tentu makalah Brigjen Pol Dr Andry Wibowo SIK bisa menjadi salah satu acuan dalam mengatasi kemelut sepak bola nasional. (nico karundeng)

Share