Puitika Rupa

TRANSINDONESIA.co | Hidup dan kehidupan di semua lini, sejatinya merupakan seni yang berkaitan dengan manusia dalam berpikir, berkata dan berbuat. Di sisi relung dan lorongnya ada sesuatu yang merefleksikan karya jiwa. Seni merupakan karya jiwa dan dalam karyanya ada jiwanya, dalam nada, suara, gerak, rupa dan , merupakan dialog jiwa antara jiwa dengan
indera. Lorong lorong dan relung relungnya ada suatu frekwensi getaran yang menjadi jembatan hati. Seni sangat erat dengan imajinasi untuk melihat makna di balik suatu fenomena atau benang merah yang merupakan hakekatnya. Tatkala hidup dan kehidupan merupakan seni sejatinya merupakan suatu puitika.

Puitika jiwa dalam makana ikiran perkataan dan perbuatan sebagai refleksi jiwa untuk menghadapi, mengatasi berbagai tantangan kehidupan sehingga dapat bertahan hidup bahkan tumbuh dan berkembang. Puitika rupa menjadi sesuatu yang bermakna bagi pemahaman atas manusia yang hidup sebagai mahkluk soaial maupun individual. Nada, suara, kata, gerak dan rupa menjadi saluran mengatasi kepenatan kehidupan. Variasinya sangat beragam, bisa saja sama, berbeda bahkan bertentangan. Namun tatkala dilihat spiritnya dapat dilihat sebagai sesuatu bagi manusia dan kemanusiaanya.

Puitika rupa merupakan seni jembatan peradaban, jembatan atas saluran komunikasi sosial, berbagai kepentingan dari idiologi religi politik kemanusiaan hingga membangun solidaritas sosial. Seni sebagai puitika rupa juga dapat untuk mengatasi berbagai konflik dengan cara beradab. Seni : suara, gerak, rupa, nada, kata / sastra menunjukkan budaya. Kebudayaan sebagai fungsi melihat apa yang ada di balik fenomena, berupa keyakinan, pemikiran, konsep bahkan teori yang digunakan secara selektif prioritas untuk mengeksploitasi sumber daya atau mendistribusikan sumber daya. Dengan seni kebuntuan akan komunikasi sosial dan kebuntuan akan pemecahan masalah primordial dapat disalurkan melalui berbagai simbol atau ikon atau tanda. Katarsis kepenuhan kesesakkan jiwapun dapat disalurkan.

Puitika rupa merupakan ikon bagi kepentingan solusi bagi hidup dan kehidupan. Dengan ikon tafsir dan imajinasipun dapat berkembang. Apa yang dilihat dikatakan dan disampaikan tidak sebatas pd satu sisi namun dapat mendorong pada pola atau cara yang holistik atau sistemik. Penjabaran atas seni sebagai puitika rupa menjadi dasar kebudayaan yg mampu menunjukkan karakteristik sesuai dengan corak masyarakatnya yang variatif. Kebhinekaan atau perbedaan menjadi sesuatu yang biasa dan menjadi kekuatan sekaligus kekayaan.

Pendekatan atas seni sebagai puitika rupa merupakan jembatan peradaban dapat di lihat bagaimana dari masa ke masa dapat ditunjukkan antara lain : “karya leonardo da vinci dalam sketsa-sketsa orang dengan ekspresi yang berlebihan. Karya michelangelo pada last judgement yang menggambarkan tokoh terhormat dalam visual tokoh berdosa berat. Karya Fransisco de Goya dari spanyol yang menggambarkan kritik sosial penembakan Mei, Maya yang telanjang, foto keluarga kerajaan dengan wajah wajah idiot. Karya karya Honore Daumier yang sarat dengan kritik sosial yang karikatural atau sindiran. Penangkapan Pangeran Diponegoro karya Raden Saleh nampak bagaimana kepala orang orang Belanda digambarkan tidak proporsional sedikit lebih besar sedangkan gambar orang orang jawa atau pengikut Pangeran Diponegoro begitu perfek.

Karya karya Raden saleh lainya berupa perkelahian antara banteng dengan harimau maupun perkelahian dengan singa, perburuan perburuan yang merupakan suatu perlawanan terhadap kolonialisme melalui seni yang ikonik.

Karya karya pada masa orde baru, orde reformasi sarat dengan kritik atau sindiran atas politik hujum kemanusiaan hingga ketidak adilan. Gambar gambar karikatur mulai muncul pd masa pre kemerdekaan yg menjadi tajuk visual pada surat kabar. Kita dapat melihat karya karya Agustin Sibarani, GM Sudarta, Pramono Pramoedjo, Dwi koendoro, Priyanto Sunarto, dll. Karya karya karikatur yg kartunal menjadi trend karikatur kritis namun ada humornya. Mempletat pletotkan wajah pejabat atau orang orang terkenal memerlukan kepiawaian tersendiri untuk melebih lebihkan yang lebih dan mengurang ngurangi yang kurang. Pemikiran dan  kepiawaian menggambar menjadi suatu kesatuan memvisualkan ide gagasan dalam karikatur yang kartunal.

Dalam nada dan suara lagu lagu dengan syair balada atau lagu lagu ala country yg dinyanyikan Iwan Fals, Doel Sumbang, Leo Kristi, Franky Sahilatua dll juga merupakan penggabungan imajinasi atas kritik melalui analogi dari kehidupan sosial. Contohnya lagu: Umar Bakri, Si Gali, Ambualan zigzag, Sarjana Muda dsb. Lagu lagu jenaka dari Doel sumbang dengan bahasa Indonesia maupun Sunda. Lagu lagu orkes sinten remen. Penampilan teater Gandrik, teater Koma, Indonesia kita, hingga ludruk. Jula juli Kartolo juga menunjukkan adanya kritikan yang dengan humor. Novel karya Pramudya Anantatoer karya tetralogi pulau buru, nyanyi sunyi seorang bisu, gadis pantai dsb. Karya Novel Romo Mangun : Romo Rahadi, Burung burung Manyar, Lusi Lindri, Genduk Duku, Roro Mendut dsb. Tulisan kaitan dengan kritik sosial politik antara lain : Gerundelan orang republik dan banyak lagi. Tarianpun menjadi simbol ritual hingga kritik sosial. Seperti : Bedoyo Ketawang, hingga tari tari modern karya Bagong Kusudiarjo, Didik Nini Thowok, dsb.

Puisi dan syair syair lebih mengarah pada kritik  dari yang lembut hingga tajam. Lihat saja karya: Chairil Anwar, Rendra, Sapardi Djoko Damono, Sutarji Coulsum Bahri, Joko pinurbo dll. Seni benar benar menjadi jembatan peradaban sejak masa pra sejarah hingga masa kini. Namun sering kali, seni hanya dianggap sebelah mata bahkan pelengkap penderita.

Puitika Rupa merupakan gagasan dialog antara CDL, Firman dan Pipien di Balai Budaya untuk menyiapkan pameran antar karya seni dalam satu ruang sebagai bagian dari suatu peradaban. Kolaborasi seni diharapkan menginspirasi agar seni terus bertumbuh. Olah rasa, olah jiwa yang memotivasi kamu muda sebagai harapan bangsa. Puitika rupa menjadi suatu ruang agar seni mampu bertahan hidup dan ditumbukembangkan. Puitika rupa menjadi ikon seni bagi memanusiakan manusia dan demi semakin manusiawinya manusia. Chrysnanda Dwilaksana

Cikoko 020822

Share
Leave a comment