Dalam KTT G20, Menlu Rusia Kritik Barat dan 2 Kali ‘Walk Out’

TRANSINDONESIA.co | Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov, Jumat (8/7) menyalahkan Amerika karena meninggalkan pembicaraan perdamaian mengenai perang yang sedang berlangsung di Ukraina.

Para menteri luar negeri dari 20 negara berkembang terkaya dan terbesar di dunia (G-20) berusaha menemukan titik temu atas perang Rusia di Ukraina dan cara menangani dampak globalnya.

Semua pemain utama menghadiri KTT Menteri Luar Negeri G-20 itu di Bali. KTT itu untuk pertama kalinya sejak invasi Rusia ke Ukraina menghadirkan Lavrov dan rekannya, Menteri Luar Negeri Amerika Antony Blinken, dan banyak lainnya dalam satu ruangan.

Namun, Lavrov dilaporkan keluar dari ruang sidang (walk out) setidaknya dua kali. Pertama, ketika Menlu Jerman Annalena Baerbock berbicara pada sesi pembukaan. Kedua, sebelum Menlu Ukraina Dmytro Kuleba berbicara melalui video pada sesi kedua, menurut seorang diplomat barat yang hadir.

Meskipun duduk di seputar meja konferensi besar yang sama untuk pembukaan, baik Lavrov maupun Blinken saling tidak peduli. Keduanya tidak berencana untuk bertemu.

“Kami tidak mengejar siapa pun untuk menyarankan pertemuan. Kalau mereka tidak ingin berbicara, itu adalah pilihan mereka,” cetus Lavrov dalam briefing dengan wartawan setelah sesi pertama.

Kantor berita Reuters melaporkan bahwa Lavrov mengkritik Barat karena berfokus pada operasi militer Moskow di Ukraina dalam KTT itu, bukannya menangani masalah ekonomi global. Indonesia sebagai tuan rumah KTT mendesak G20 membantu mengakhiri konflik di Ukraina.

Kepada wartawan, Lavrov mengatakan bahwa Rusia siap berunding dengan Ukraina dan Turki tentang gandum tetapi tidak jelas kapan pembicaraan semacam itu akan terjadi.

Rusia mengatakan “operasi militer khusus” dimaksudkan untuk melemahkan militer Ukraina, mengenyahkan orang-orang yang disebutnya nasionalis berbahaya, dan mencegah Amerika Serikat menggunakan Ukraina untuk mengancam Rusia.

Ukraina dan negara-negara Barat yang mendukungnya mengatakan Rusia terlibat dalam perampasan lahan bergaya kekaisaran yang tidak dapat dibenarkan. Rusia mengatakan upaya Barat untuk mengisolasinya dengan sanksi terberat dalam zaman modern mirip deklarasi perang ekonomi. Dikatakan, mulai sekarang Rusia akan beralih ke Tiongkok, India, dan kekuatan lain di luar Barat.[voa]

Share