Filosofi dan Strategi Community Policing

TRANSINDONESIA.co | Polisi bekerja melalui pemolisian pada ranah birokrasi maupun ranah masyarakat untuk memberikan pelayanan kepada publik. Implementasi pemolisian sejak tahun 90an mulai mengembangkan community policing.

Pasang surut pemahamannya menjadi dinamika implementasi pada penyelenggaraan tugas kepolisian. Community policing bukan fungsi melainkan suatu filosofi dan strategi. Ini yang sering kali dipahami sebagai fungsi.

Bahkan ada yang menganggap kalau di community policingkan atau kalau dalam penyelenggaraan tugas Polri sebgai polmas (dipolmaskan) berarti diselesaikan di luar atauran hukum. Parah lagi  malah sebagai ajang pemerasan atau penyuapan.

Pemahaman community policing yang keliru akan menjadi pembenaran bagi oknum polisi yang tidak peduli dengan kesusahan masyarakat bahkan ada yang mengambil kesempatan dalam kesempitan. Lapor polisi dipingpong sana sini.

Membuat orang bingung dan kesal. Malah sudah kesusahan lapor polisi dipersulit bahkan dimintai duit. Perilaku para oknum ini menunjukan jiwa penolong dan tatkala dibiarkan maka akan menjadi core value. Yang dapat merusak atau mencoreng citra kepolisian.

Perilaku menyimpang tatkala dianggap hal biasa akan menjadi core value. Bener yen ora umum iku dianggep kleru, kleru yen umum iku dianggep bener. Benar jika tidak banyak dilakukan itu salah, salah ketika umum dilakukan dianggap benar.

Pemahaman community policing untuk diterapkan dalam polmas memang sudah berjalan namun di kalangan mahasiswa pada sekolah kepolisian atau bahkan dosennya memahami secara parsial.

Pemolisian kontemporer yang dikategorikan community policing berbeda dengan community oriented policing. Sering kali ini disamakan. Community policing lebih dikaitkan adanya kesamaan persepsi antara polisi dalam warga komuniti yang dilayani karena saling mengenal dari hati ke hati.

Secara filosofis community policing dapat dikategorikan sbb;

1. Polisi keberadaanya diterima dan didukung oleh warga yang dilayani dan menjadi bagian dari kehidupan mereka.

2. Polisi memahami kebutuhan akan keamanan dan rasa aman dari warga yang dilayaninya.

3. Polisi menyadari bahwa keberadaannya adalah sejajar dengan warga yang dilayani. Sehingga terbangun kemitraan yang dibentuk melalui wadah yang berupa forum, asosiasi atau dewan. Yang anggotanya representasi dari warga komuniti tsb.

4. Dialog antara polisi dengan warga komuniti dapat saling memahami dan keberadaan polisi dipercaya untuk menjembatani, mencari akar masalah dan menemukan solusi yang dapat diterima semua pihak.

5. Polisi menjadi ikon kedekatan, kecepatan dan persahabatan

6. Keberadaan polisi dapan meminimalisir atau mengurangi ketakutan warga masyarakat akan adanya gangguan kriminalitas.

7. Polisi lebih mengedepankan pencegahan.

8. Keberhasilan polisi bukan sebatas pengungkapan kasus atau perkara namun juga adanya harmoni dan keteraturan sosial.

9. Polisi mengimplementasikan pemolisiannya berbasis wilayah, berbasis fungsi dan berbasis dampak masalah.

10. Polisi sebagai penolong melayani masyarakat dengan tulus dan bereaksi dengan cepat
Filosofi Community Policing secara garis besar dapat dipahami untuk kemanusiaan, keteraturan sosial dan meningkatnya kualitas hidup masyarakat dengan terjaminnya keamanan dan rasa aman warga masyarakat.

Community policing adalah tindakan anti premanisme termasuk juga crime in organization strategi community policing dapat dikembangkan dalam berbagai model pemolisian yang merupakan strategi berbasis wilayah, fungsi maupun dampak masalah untuk diselenggarakan di semua fungsi kepolisian sesuai tugas pokok dan fungsinya:

1. Electronic policing (model pemolisian dibera digital).

2. Road safety policing (pemolisian pada fungsi lalu lintas).

3. Art Policing (pemolisian dengan pendekatan seni budaya dan pariwisata).

4. International Policing (pemolisian dalam kancah internasional).

5. Forensic policing (pemolisian atas situasi pandemi atau yang berkaitan dengan masalah  biologi, kimia, nuklir dll).

6. Emergency policing (pemolisian untuk penanganan kegawat daruratan).

7. Contigency policing (pemolisian untuk penanganan situasi kontijensi yang disebabkan faktor: manusia, alam maupun infrastruktur).

8. Maritime policing (pemolisian untuk kawasan perairan dan kepulauan).

9. Boder policing (pemolisian untuk kawasan perbatasan antar negara).

10. Smart policing (pemolisian yang mengelaborasi antara conventional policing, e policing dan forensic policing).

Model model pemolisian tersebut dapat dikembangkan dalam banyak hal sesuai konteksnya, corak masyarakat dan kebudayaannya, juga dinamika perubahan yangvterjadi.

Satu prinsip seribu gaya. Prinsip dasar Community Policing ada pada point poin filosofi di atas yang di implementasikan dalam berbagai model pemolisiannya.

Ketulusan melayani dan kecepatan bertindak menjadi ikob bahwa keberadaan polisi yang cepat dekat bersahabat ini aman, bermanfaat dan menyenangkan masyarakat.

Chrysnanda Dwilaksana
Fajar Tegal Parang 050622

Share