Agenda Besar Perumahan Rakyat Jangan Dipinggirkan, Perlu Peta Jalan Pasti
TRANSINDONESIA.co | Perumahan rakyat itu agenda besar nasional yang bahkan direktif-konstitusi. Walau kadang dianggap urusan kecil dan pinggiran, perumahan rakyat itu kebutuhan dasar yang masih belum diutamakan.
Jika menjadikannya urusan kecil, itu berdampak pada garis kebijakan politik-ekonomi pembangunan perumahan rakyat khususnya untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Sehingga perumahan MBR akan sulit terealisa tanpa intervensi kuat dan langkah besar pemerintah dengan kebijakan publik perumahan.
Perumahan rakyat bukan urusan, ecek-ecek, kecil dan pinggiran, namun melekat karakter problem yang struktural, sistemik, lintas sektor dan berskala kawasan.
Tak hanya dalam penyediaan dan pembangunan perumahan bagi MBR, terlebih lagi ikhwal pembiayaan perumahan rakyat yang timpang kepada kaim MBR non formal. Mereka masih tersisih dan tertinggal dalam target realisasi pembiayaan bersubsidi perumahan MBR.
Demikian Sekretaris Umum The Housing and Urban Development (HUD) Institute, Muhammad Joni, SH, MH, kepada Transindonesia.co merangkum hasil focus group discussion (FGD) bertitel “Mewujudkan Ekosistem Pembiayaan Mikro Perumahan Bagi MBR Non Formal” di Jakarta, Rabu (30/3/2022).
Masih dari Joni, untuk mewujudkan perumahan rakyat yang layak, terjangkau, dan untuk semua perlu segera dimantapkan ekosistem pembiayaan mikro perumahan bagi MBR non formal. Jangan biarkan MBR non formal menunggu lebih lama, sebab itu ekosistem itu sangat beralasan disegerakan dengan kerangka waktu (time-frame) yang terikat. Dirumuskan sebagai dokumen peta jalan (roadmap) ekosistem pembiayaan perumahan rakyat yang mengintegrasikan agenda besar lembaga-lembaga pembangunan perumahan rakyat dengan lembaga-lembaga pembiayaan perumahan rakyat, terutama pemerintah cq.Ditjen Pembiayaan Infrastruktur dan Perumahan, Pemda, bank BUMN/D dan swasta, lembaga keuangan bukan bank, BP TAPERA, PT. SMF, PT.SMI, koperasi, wakaf, corporate social responsibility (CSR) dan creating share values (CSV). Yang diperlukan saat ini langkah nyata, kebijakan, instrumen, dan alokasi bagi perumahan MBR non formal termasuk pembiayaan mikro perumahan MBR.
“Langkah itu sebagai quick-win penting yang musti disukseskan untuk memicu bergeraknya pengerahan, pengelola, pemanfaatan dana murah dan jangka panjang,” ujar Joni membacakan lagi rangkuman FGD The HUD Institute.
Caranya? “Dengan mainstreaming, fasilitasi, memudahkan akses lembaga dan sumber dana Non APBN/ABPD. Baik dari masyarakat, partisipasi dan kolaborasi dunia usaha/industri, koperasi, sumber dana karakatif (wakaf, CSR/CSV), dan sumber lainnya untuk pe.biayaan MBD non formal,” papar Joni.
Untuk meluaskan kapasitas dan akses pembiayaan perumahan MBR non formal, Joni menegaskan penting disegerakan langkah nyata, pemodelan, dan piloting creative financing yang berbasis teknologi digital sebagai model bisnis yang mudah, cepat, accesable, aman, dengan norma, standar, pedoman, kriteria (NSPK) yang teruji, dan menawarkan manfaat dan kenyamanan layanan ala MBR non formal.
Untuk apa? “Itu untuk capaian kepada target RPJNM tahun 2024 yakni 70% penduduk Indonesia memiliki penghunian layak, dari kondisi 2019 baru 56,75% yang memiliki rumah layak huni dan populasi pekerja non formal 57%, dengan tantangan akses terbatas (limited acces), tidak bankable (unbankable), kesenjangan sumberdaya (lack of recources), dengan persebaran MBR Formal dengan MBR Non Formal 1 : 10,” begitu paragraf kedua dari rangkuman FGD The HUD Institute yang dibacakan Muhammad Joni.
Sekaitan itu penting menjawab aturan hukum yang tidak efektif (uneffectiveness of the law) yang belum disentuh UU yang berlaku bahkan UU Cipta Kerja.
Untuk menjawab berbagai hambatan dan kesulitan yang membebani MBR non formal di kawasan perkotaan, menurut The HUD Institute perlu langkah nyata, kebijakan, instrumen yang melembagakan Housing System For Sustainable Urbanization.
Termasuk mengefektifkan fungsi kelembagaan pembiayaan mikro perumahan MBR Non Formal yang mengelola dana murah dan jangka panjang ke dalam/melalui BP3, Bank Tanah, Perum Perumnas, BP TAPERA, PT. SMF, PT. SMI, lembaga pembiayaan bank BUMN/D dan bank swasta, lembaga pembiayaan bukan bank, yang dipatok untuk melonjakkan persebaran perumahan MBR Non Formal mencapai target RPJMN 2024.
Untuk mengatasi masalah “permukaan” tingginya backlog, rumah tidak layak huni, kawasan kumuh, dan tentunya soal “mendasar” daya beli/daya bayar-cicil MBR dengan intervensi khusus bagi MBR Non Formal.
Selain mewujudkan ekosistem pembiayaan perumahan MBR, tidak efektif jika belum mengintegrasikan kebijakan dan memprioritaskan ketersediaan tanah bagi perumahan rakyat (public housing) atau perumahan MBR non formal pada Badan Bank Tanah dengan menajamkannya sebagai indikator kunci performa Badan Bank Tanah yang dituangkan dalam dokumen rencana induk pengelolaan bank tanah yang diamanatkan Pasal 129 ayat (4) UU Cipta Kerja. Termasuk menajamkan Pasal 11 ayat (1) dan (2) PP Nomor 64 Tahun 2021 yang memastikan ketersedian tanah untuk perumahan rakyat.
“Jangan lagi kelangkaan tanah menjadi hambatan perumahan rakyat. Jangan lagi MBR non formal sulit mengakses pembiayaan,” tambah Joni.[red]