Jeritan Warga Rusia Antiperang: ‘Maafkan Kami’ Ukraina
TRANSINDONESIA.co | Alexandra dan Anna, keduanya berusia 27 tahun, termasuk di antara sedikit orang Rusia yang berada di Kedutaan Ukraina di Moskow pada Minggu (27/2). Mereka menyuarakan rasa malu, kesedihan dan rasa putus asa sekaligus memohonkan maaf yang tulus kepada Ukraina setelah invasi Rusia.
Mereka menolak memberikan nama keluarga, dan percaya saudara laki-laki mereka sendiri telah dikerahkan menjadi bagian dari Garda Nasional Rusia, bagian dari invasi setelah latihan yang berlangsung di Krimea. Saudara mereka yang pertama diduga terlibat sebagai bagian dari wajib militer dan saudara yang lainnya terlibat sebagai kontraktor.
Rusia mencaplok Krimea dari Ukraina pada 2014 dan memulai melakukan invasi skala penuh ke Ukraina sejak Kamis (24/2), memicu respons politik, strategis, ekonomi, dari pihak Barat yang belum pernah terjadi sebelumnya.
“Saya dengan tegas menentang perang ini dan saya ingin segera mengakhirinya. Hati saya tertuju kepada orang-orang Ukraina, kepada mereka yang telah meninggal, menderita, dan yang berada di zona konflik,” kata Alexandra yang bekerja di bidang perhotelan.
Dia meninggalkan bunga di seberang kedutaan karena trotoar yang berdekatan telah dipagari dengan barikade dan polisi berkeliaran. Para simpatisan lainnya meninggalkan tanda “Maafkan Kami” dan hati karton dengan warna biru dan kuning pada bendera Ukraina.
Semua barang itu dibuang tak lama setelah mereka pergi. Seorang petugas polisi mengatakan kepada Reuters bahwa bunga-bunga itu dibawa pergi setiap dua jam agar tidak menghalangi orang yang lewat.
Tindakan itu adalah salah satu dari beberapa adegan nyata di kota di mana polisi telah menindak sentimen antiperang.
Sekitar hampir 6.000 orang telah ditahan dalam protes antiperang sejak Kamis (25/2), kata pemantau protes OVD-Info. Ada banyak polisi di lapangan di Moskow sejak Kamis. Area alun-alun Pushkin ditutup pada Minggu (27/2).
Belum ada informasi jajak pendapat tentang masyarakat tentang invasi tersebut, tetapi Presiden Vladimir Putin memiliki peringkat tinggi. Mayoritas masyarakat diperkirakan mendukungnya.
Penduduk asing, beberapa panik pada Minggu (27/2), saling menelepon dan berdiskusi untuk meninggalkan Rusia setelah perintah Putin untuk menempatkan pasukan nuklir dalam status siaga tinggi.
Beberapa orang Moskow jelas-jelas bersiap dengan sanksi Barat yang luas yang diperkirakan akan menyebabkan kekacauan di pasar pada Senin (28/2).
Beberapa ATM kehabisan uang tunai di Moskow; di St Petersburg, orang-orang mengular untuk menarik uang. Raiffeisen Bank menjual $1 seharga 150 rubel dibandingkan dengan 83 ketika pasar ditutup pada Jumat (25/2).
Kedutaan Besar AS mengatakan kepada warga negaranya bahwa mereka harus mempertimbangkan untuk pergi “segera” karena meningkatnya jumlah maskapai yang membatalkan penerbangan dan negara-negara menutup wilayah udara mereka untuk maskapai Rusia. Semua warga negara Prancis dalam kunjungan jangka pendek ke Rusia harus segera pergi, kata pemerintah Prancis pada Minggu (27/2).
Di Kedutaan Ukraina, Alexandra mengatakan semua temannya menentang perang, tetapi sebagian besar orang Rusia, termasuk orang tuanya, mendukungnya.
“Orang tua saya tinggal di provinsi. Mereka menonton televisi dan propaganda mempengaruhi mereka, mereka berada dalam kekosongan informasi … Kami berdebat setiap hari,” katanya.
Anna mengatakan dia telah memprotes setiap hari sejak Kamis meskipun menghadapi risiko penangkapan.
Keduanya mengatakan mereka khawatir tentang saudara laki-laki mereka di Ukraina. Yang terakhir diberitahukan oleh saudara-saudara mereka adalah bahwa mereka sedang dikerahkan ke lokasi baru, tetapi mereka tidak tahu di mana.[voa]