Indonesia Cinta Kamtibmas: Wacana Polri di Bawah Kementerian Cambuk Menuju Presisi Sukses

TRANSINDONESIA.co | Ketua Presidium Indonesia Cinta Kamtibmas (ICK), Gardi Gazarin, SH, menyatakan usulan dibentuknya Kementerian Keamanan Dalam Negeri dan Dewan Keamanan Nasional yang akan menaungi Kepolisian Republik Indonesia (Polri) merupakan warning yang harus disikapi secara bijak demi terciptanya serta tegaknya Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Kamtibmas) yang lebih baik lagi di masa akan datang seiring zaman yang terus  berubah di era digital.

“Usulan Lemhanas itu bukan tidak beralasan, karena masalah keamanan memang masuk dalam portofolio Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Ini juga warning bagi Polri yang secara jujur kita nilai belum sepenuhnya seperti diharapkan masyarakat sejak lepas dari TNI,” kata Ketua ICK, Gardi Gazarin, dalam siaran persnya di Jakarta, Rabu (5/1/2022).

Sebab itu, Gardi Gazarin meminta baik pemerintah, DPR RI, maupun stakeholder tidak buru-buru pesimis dengan usulan Gubernur Lemhannas RI Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo patut dihargai.  Apalagi “marah” langsung “menangkis” untuk mementahkan usulan tersebut yang  juga perlu direnungkan tidak didasari fokus kajian.

“ICK menyarankan, pemerintah, lembaga-lembaga kajian, pakar, ilmuwan, stakeholder sampai mahasiswa dilibatkan, duduk bersama melakukan kajian secara komprehensif. Sehingga didapatkan kajian terbaik mengenai asas manfaat dan mudarat untuk Polri, apakah tetap seperti saat ini langsung di bawah Presiden atau di  kementerian maupun lembaga yang tepat. Yang pasti kajian itu harus sesuai track record lebih baik dan menguntungkan masyarakat secara luas bukan untuk sekelompok, apalagi hanya untuk Polri,” ungkap Gardi Gazarin.

Sejak pisah dengan TNI, hingga saat ini Polri pada koridor amanah UU sebagaimana UU Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang dalam Pasal 8 ayat 1 UU tentang Polri disebutkan bahwa Polri berada di bawah Presiden. Sementara ayat 2 menyebutkan, Polri dipimpin Kapolri yang dalam pelaksanaan tugasnya bertanggung jawab kepada Presiden.

“Sepenuhnya kita mendukung pemisahan TNI – Polri, dan Polri menjadi ujung tombak Kamtibmas, dengan harapan benar-benar menjadi pelayan, pengayom dan pelindung masyarakat. Apakah harapan masyarakat itu sudah tercapai?,” tambah Gardi Gazarin.

Ketua ICK menegaskan, masih banyak ketidakadilan yang dirasakan masyarakat, seperti tebang pilih penegakkan hukum sehingga menjadi sorotan penilaian negatif.

“Apapun problem yang disampaikan masyarakat kepada Polri jangan sampai dimentahkan atau ditolak. Lebih dari itu masih banyak keluhan bahwa setelah pengaduan diterima masih terjadi penilaian negatif. Lapor hilang kambing malah kehilangan sapi. Fameo ini tidak sirna hingga kini untuk urusan di Polri,” ucap Gardi.

Lebih lanjut Ketua ICK menilai usulan Lemhanas merupakan peringatan bagi Polri dan Polri mestinya menjadikan usulan tersebut sebagai warning positif untuk bisa lebih berbenah lagi. Karena, bila dikaji lebih dalam kecil kemungkinan Polri di bawah kementerian seperti diusulkan Lemhanas. Polri tiap tahun harus tunjukkan kemajuan SDM  yang signifikan. Simak kiprah Lemdikpol oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit telah dijadikan sebagai pusat kawah candradimuka Polri adalah tepat. Mengingat lembaga pendidikan dan latihan polri itu kini mengalami peningkatan kinerja tahun 2022 menuju Kampus Presisi sebagai pusat intelektual keilmuan mencetak SDM Polri yang unggul.  Lemdikpol kurun waktu itu meningkatkan SDM pada 48 SPN (Sekolah Kepolisian Negara) di seluruh wilayah tanah air sampai tingkat PTIK, Sespim dan Sespati. Semoga terobosan Lemdikpol kali ini akan mampu menjawab kritik bahkan ancaman wacana Polri kembali di bawah kementrian.

Halnya, seperti Kepala Badan Intelijen Nasional (BIN) yang sejak lama dipimpin petinggi TNI tapi di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Kepala BIN dipegang oleh Jenderal PolisI (Purn) Sutanto yang mantan Kapolri, dan kini di era Presiden Joko Widodo, pucuk pimpinan BIN dijabat Budi Gunawan yang juga petinggi Polri.

“Disitu juga terjadi perubahan, yang biasanya BIN dipegang TNI kini dipegang Polri. Jadi tidak ada hal yang aneh bila Polri di bawah kementerian. Kalau yang terbaik untuk masyarakat, kenapa tidak,” terang Gardi Gazarin.

Gardi Gazarin mengatakan penyataan Gubernur Lemhanas tentu sudah dipertimbangkan tinggal Polri mencermati apakah masih ada yang kurang dilaksanakan dalam pengabdian, pelayanan dan pengayoman masyarakat walau era Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo telah menggebrak berbagai terobosan untuk Polri agar benar-benar teruji menjadi ujung tombak Kamtibmas, humanis dan bijaksana, dengan moto Presisinya. Dan sebelumnya juga masa Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian via jurus Promoter (profesional, modern, terpercaya) bagian strategi telah menambah target kinerja profesional sesuai harapan masyarakat. Tapi hingga kini, Polri masih menjadi kecaman dari berbagai elemen dan masyarakat, bahkan kecemburuan instansi lain.

“Sedangkan fakta di lapangkan masih banyak keluhan masyarakat bahkan muncul tagar di medsos yang menyudutkan polisi. Sesungguhnya  Polri harus berterimakasih masih ada kritik membangun dari masyarakat bahkan gagasan Lemhanas itu adalah positif memperbaiki kualitas Polri. Untuk itu, wacana Polri di bawah departemen jangan dianggap membahayakan atau merugikan Polri, apalagi dijadikan posisi gubrah, maju kena mundur kena,” jelas Gardi Gazarin.

ICK memahami, di satu sisi ada protes wakil rakyat bahkan eksekutif yang khawatir jika Polri di bawah departemen akan berbahaya karena mudah diintervensi politik atau hal lainnya merupakan peringatan bagi Polri. Mengingat jika Polri seolah tanpa ada kontrol karena di bawah presiden langsung, walau di situ ada DPR. Sedangkan di bawah kementerian ada kontrol tapi dilemanya belum ada UU yang mengatur atau pengganti UU Nomor 2 tahun 2002.

“Adanya pro kontra Polri di bawah presiden atau di departemen hendaknya menjadi peringatan seluruh pimpinan Polri di Mabes dan Wilayah untuk konsisten menjaga motto Presisi karena keberadaan Polisi strategis sangat dibutuhkan masyarakat dalam situasi apapun. Polri jangan arogan, lengah menjaga Kamtibmas apalagi larut meninggalkan penegakkan hukum yang adil bagi masyarakat, sehingga tidak memunculkan kekecewaan dan kecemburuan masyarakat dan instansi lain. Walau selama ini Polisi berbuat banyak seperti dilakukan jajaran Polri di 34 Polda sepenuhnya telah melaksanakan tugas rutin 24 jam, disatu sisi adanya kritik, bahkan wacana perubahan posisi Polri hendaknya digunakan cambuk untuk Polri saat ini konsisten berbenah bisa lebih maju dan benar benar independen,” papar Gardi Gazarin.

Sebagaimana diketahui, Lemhannas mengusulkan dibentuknya Kementerian Keamanan Dalam Negeri dan Dewan Keamanan Nasional.

“Dibutuhkan lembaga politik setingkat kementerian yang diberi mandat portofolio untuk merumuskan kebijakan nasional dalam fungsi keamanan dalam negeri,” kata Gubernur Lemhannas RI Letjen TNI (Purn.) Agus Widjojo saat menyampaikan Pernyataan Akhir Tahun 2021, di Kantor Lemhannas RI, Jakarta, pekan lalu.

Lemhannas mengusulkan Kementerian Dalam Negeri akan menaungi Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Alasannya, masalah keamanan memang masuk dalam portofolio Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Namun, tugas dan beban Menteri Dalam Negeri (Mendagri) sudah banyak sehingga perlu dibentuk Kementerian Keamanan Dalam Negeri yang Polri berada di bawah koordinasinya.

“Di mana pun keamanan masuk portofolio dalam negeri, kemudian pelaksananya siapa? Dalam negeri fungsinya keamanan ketertiban masyarakat? Kalau beban portofolio Mendagri terlalu berat, kita bisa bentuk kementerian tersendiri. Portofolio keamanan dalam negeri tak kecil dan sederhana, dia kompleks,” kata Agus.

Hal itu seperti TNI yang berada di bawah naungan Kementerian Pertahanan.

“Untuk mewujudkan keamanan dan ketertiban perlu ada penegakan hukum, itu Polri. Seyogianya diletakkan di bawah salah satu kementerian, dan Polri seperti TNI, sebuah lembaga operasional. Operasional harus dirumuskan di tingkat menteri oleh lembaga bersifat politis, dari situ perumusan kebijakan dibuat, pertahanan oleh TNI, dan keamanan ketertiban oleh Polri,” paparnya.

Menurut Agus, usulan agar Polri berada di bawah kementerian memang baru sebatas wacana dan belum mengusulkan secara resmi ke Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Namun demikian, Polri sebagai lembaga operasional seharusnya tidak bisa merumuskan kebijakannya sendiri.

Menurut dia, Indonesia bukan yang pertama menghadapi masalah lembaga operasional keamanan dan ketertiban yang berada di bawah naungan Kemendagri.

Agus melihat dengan struktur yang ada sekarang maka terlihat sekali Polri sudah berperan di bidang keamanan dan ketertiban, sementara TNI belum berperan di bidang pertahanan.

Oleh karena itu, tambah dia, seharusnya Kemendagri ikut mengurus masalah keamanan, dan Polri berada di bawahnya.
Purnawirawan Jenderal bintang tiga ini mengingatkan peran Polri masih meliputi perlindungan terhadap masyarakat, penegakan hukum, pencegahan pelanggaran hukum pembinaan keamanan, dan ketertiban masyarakat.

“Bukan untuk merumuskan keamanan dalam negeri,” ucapnya.

Selain mengusulkan Kementerian Keamanan Dalam Negeri, Gubernur Lemhannas menyarankan pemerintah pusat menggagas Dewan Keamanan Nasional yang didayagunakan untuk menjamin keterpaduan perumusan dan pengawasan sebuah kebijakan nasional.

“Dewan Keamanan Nasional ini fokusnya mengawasi kebijakan-kebijakan terkait keamanan nasional yang dapat didayagunakan untuk merumuskan dan mengendalikan kebijakan secara umum,” kata Agus Widjojo.[rls]

Share