Model Pemolisian di Kawasan Maritim (Maritime Policing)
TRANSINDONESIA.co | Polisi melalui pemolisiannya menyesuaikan corak masyarakat dan kebudayaannya. Pada masayarakat sekitar pantai dan yang memiliki kawasan kepulauan model pemolisianyapun menyesuaikan pada masyarakat dan kebudayaan maritim. Masyarakat nelayan dan kebudayaan sekitar pantai memiliki karakteristik tersendiri untuk memebuhi kebutuhan keamanan dan rasa aman.
Potensi konflik dan konflik sosialnyapun berkaitan dengan sumber daya yang ada juga issue issue yang berkaitan dengan hidup dan kehidupannya. Polisi di kawasan kepulauan model pemolisiannya dapat berbasis pada corak masayarakat dan kebudayaan maritim (maritime policing).
Di kawasan maritim profesi nelayanan menjadi tulang punggung masyarakat. Ada juga yang bercocok tanam juga beternak. Bercocok tanam di pantai atau lahan lahan sekitar pantai atau di lautan menanam rumput laut. Beternak di daratan seperti membuat tambak juga ada beternak mutiara. Ada juga industri dan perdagangan ikan. Harga ikan pada tempat pelelangan ikan akan menjadi sumber daya sekaligus potensi konflik. Konteks kemaritiman memang ada yang khas laut dan kehidupan antar pulau juga ara kehidupan di daratan. Keduanya memiliki potensi sumber daya yang berbeda namun juga sama dama dapat menjadi penyebab konflik sosial. Bisa saja dengan isu yang sama atau berbeda.
Pola pemolisian pada masyarakat maritim di era modern berkembang adanya perubahan yang begutu cepat. Perubahan di kawasan maritim akibat adanya: pertambangan, pengelolaan dan pengeksploitasian sumber daya laut dengan cara industri, pengembangan kawasan pariwisata. Mulai maduknya investor dan kaum pendatang juga berdampak pada kebudayaan lokal. Meningkatnya perdagangan dan perubahan gaya hidup, masuknya budaya kosmopolitan dari luar. Tentu saja dampak positif ada bagi kesejahteraan masyarakat namun di sisi lain juga ada dampak negatifnya. Kerusakan lingkungan dan eko sistemnya. Masuknya nilai nilai baru yang mempengaruhi generasi muda dsb. Hal hal demikian akan menjadi residu bagi terganggunya keteraturan sosial.
Model polisi dengan pemolisiannya di kawasan maritim pada prinsipnya sama namun ada spesifikasi yang menjadi karakter manajemen dan operasionalnya. Pelayanan kepolisian kepada publik mencakup pelayanan; 1. Keamanan 2. Keselamatan 3. Hukum 4. Administrasi 5. Informasi 6. Kemanusiaan.
Pelayanan tersebut bukan parsial melainkan saling terkait satu dengan lainnya sebagai bagian dari rekayasa sosial dalam mewujudkan dan memelihara keteraturan sosial. Dioperasionalkan secara rutin, khusus maupun kontijensi. Konteks rutin yang berkaitan dengan keseharian kehidupan sosial. Yang bersifat khusus dikaitkan dengan tugas atau kegiatan; protokoler VVIP dan VIP, kegiatan kemasyarakatan, kegiatan politik maupun operasi kepolisian.
Adapun yang bersifat kontijensi dikaitkan dengan; a. Faktor manusia seperti : konflik sosial berskala besar, demo dengan masa besar, teror bom dsb, b. Faktor alam : bencana alam, situasi dan kondisi akibat cuaca dan perubahan iklim, c. Faktor kerusakan infrastruktur seperti : jalan putus, listrik mati dalam skala besar dan lama, dsb.
Konteks pemolisian maritim ada beberapa faktor yang menjadi karakternya antara lain:
1. Perubahan iklim dan gelombang laut, yang akan berdampak bagi kehidupan nelayan
2. Pengelolaan pelabuhan dari pengamanan kapal yang bersandar, pembongkaran barang, pemyimpanan hingga pengangkutan barang, kelangkaan dan kenaikan harga solar maupun bbm lainnya, isu harga ikan dsb.
3. Premanisme di pelabuhan
4. Munculnya kawasan jasa hiburan yang dapat mengarah pada penyakit masyarakat dari minuman keras obat obatan hingga narkotika. Hiburan yang menjurus perjudian dan pelacuran.
5. Pemeriksaan maupun perijinan yang dapat menjadi potensi konflik dan adanya penyalahgunaan kewenangan
6. Tata guna lahan termasuk parkir kendaraan
7. Broker dalam bidan jasa apa saja akan bermunculan dsb
8. Hal hal ilegal seperti ilegal fishing, penyelundupan dsb
9. Perompak atau bajak laut
10. Kecelakaan di laut
11. Masalah perbatasan dengan negara luar ataupun laut bebas.
Pola pola pemolisian maritim secara manajerial maupun operasional dapat dilihat pada ranah birokrasi dan ranah masyarakat.
Pada ranah birokrasi key performance indicator ( KPI) mencakup:
1. Kepemimpinan
Yang kebijakannya mendukung pada konteks kemaritiman
2. Administrasi yang mencakup :
a. Prinsip prinsip manajerial : perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan dan pengendaliannya sesuai model untuk menghadapi masalah yang berdampak pada sesuatu yang kontra produktif di kawasan maritim.
b. Pembinaan SDM yang akan mengawaki juga memiliki kompetensi kemaritiman
c. Sarana prasarana logistik pun sesuai dengan pertelaan tugas polisi dalam konteks kemaritiman juga untuk yang ada di daratan
d. Anggaran juga khusus dsn dikembangkan sehingga mampu mencakup apa yang dibutuhkan pada kawasan maritim.
3. Operasional bagi kawasan maritim secara rutin khusus maupun kontijensi dapat memgacu model asta siap :
a. Siap piranti lunak
Siap SOP hingga pedoman dsn panduan kerja
b. Siap posko sebagai back office dan operational room jg sebagai pusat k3i ( komunikasi, koordinasi, komando pengendalian dan informasi)
c. Siap model dengan pemetaan wilayah, pemetaan potensi maupun pemetaan masalah untuk penanganan kawasan dan model konfliknya maka dapat dilatihkan atau dengan cara coach dsb
d.Siap cipta kondisi dalam konteks ini jejaring yang dapat menjadi soft power bahkan smart power sampai lini terdepan ( RT / RW)
e. Siap mitra, sinergitas atar stake holder dalam mewujudkan dan memelihara keteraturan sosial
f. Siap sumber daya yangbakan mengawaki pada back office, pada tugas tugas di fungsi kepolisian maupun tugas satgas ( satuan tugas atau team work dengan para pemangku kepentingan lainnya) misalnya : patroli perbatasan, penanganan kawasan rawan bencana, coast guard, tim sar, tim kesehatan, atau public safety centre lainnya bila terjadi hal hal emerjensi dsb.
g. Siap sarana prasarana atau logistik untuk perorangan, unit atau tim juga untuk kesatuan
h. Siap anggaran secara bujeter maupun non bujeter.
4. Capacity building atau penguatan institusi dengan inovasi dan kreatifitasnya dalam meningkatkan kualitas pemolisian yang profesional cerdas bermoral dan modern.
Konteks penilaian kinerja sebagai KPI ( key performance indicator) dalam ranah masyarakat mencakup:
1. Kemitraan
Konteks sinergitas dengan : pemerintah, DPRD, akademisi, sektor bisnis, media, lsm, masyarakat dsb. Bagaimana para mitra ini dapat menjadi soft power dan smart power
2. Pelayanan kepada publik : keamanan, keselamatan, humum, administrasi, informasi dan kemanusiaan dengan standar prima yaitu : cepat, tepat, akurat, transparan, akuntabel, informatif dan mudah diakses.
3. Pecegahan atau upaya upaya penyelesaian masalah yang akan berdampak menjadi konflik sosial maupun yang kontraproduktif
4. Membangun jejaring di semua lini dari yang berbasis wilayah, berbasis fungsi ataupun berbasis masalah
Model pemolisian maritim merupakan pemgembangan konteks community policing yang disesuaikan dengan corak masyarakat dan kebudayaannya juga alam maupun masalah masalah yang akan dihadapi dengan profesional, cerdas, bermoral dan modern.
Tegal Parang 201121
Chryshnanda Dwilaksana