Baratayudha Perang Saudara Pelajaran dan Refleksi Kehidupan

TRANSINDONESIA.CO | Perang Baratayudha bermula dari keserakahan dan balas dendam antara Kurawa dengan Pandawa. Kurawa anak anak Destrarata kakak Pandudewanata ayah Pandawa selalu saja ingin menang sendiri.

Duryudana anak tertua Kurawa selalu saja angkuh dan tamak. Perilakunya sarat dengan ketidakadilan. Ingin menguasai Hastina Pura yang menjadi hak Pandawa. Sejak kecil mereka iri dengan kepandaian dan kekuatan Pandawa. Kurawa menghasut guru Durna, untuk membunuh Bima dengan tugas yang tidak masuk akal mencari tirta perwita sari.

Namun di balik semua itu justru Bima bertemu dengan Dewa Ruci dan diberi kesaktian yang luar biasa. Para Kurawa berusaha menyingkirkan Pandawa dengan membakar ke lima Pandawa dengan ibunya Dewi Kunti. Lagi lagi Pandawa selamat dan hidup terlunta lunta dalam hutan. Tatkala pandawa mampu membangun Indraprasta lagi lagi Kurawa iri dan ingin merebutnya dengan cara yang licik dengan dibantu paman mereka sengkuni.

Pada kisah Pandawa Dadu di mana Pandawa kalah bahkan Drupadi akan ditelanjangi Dursasana namun Bathara Darma membantunya. Pandawa hidup dalam pengasingan selama 12 tahun dan menyamar selama 1 tahun di negara Wirata. Karena kebebalan hati Duryudana maka perang saudara antara Pandawa dan Kurawa tidak terelakan.

Nilai nilai dari kisah di atas yang dapat menjadi refleksi hidup dan kehidupan kita antara lain :

Semakin terikat akan keduniawian maka semakin merasa tidak pernah terpuaskan. Dan semakin banyak yang dimiliki menjadi sumber konflik. Merasa jiwa tidak bahagia selalu saja minta dipahami dan hampir hampir tidak lagi mampu memahami.

Sikap tamak akan diikuti sikap jumawa,merasa paling pantas paling mampu walau kepantasan dan kemampuan tidak memadai. Dampak kejumawaan, membuat orang lain merasa direndahkan hingga dihakimi. Muncul berbagai issue, labeling hingga kebencian. Pikiran perkataan dan perbuatan merefleksikan jiwa yang tidak bahagia. Terus saja membicarakan dan mencari keburukan orang lain  seolah menjadi kebiasaan yang sering dilakukan dengan sadar atau tanpa sadar dalam komunikasi sosial

Kelemahan para Kurawa membuat selalu saja mengandalkan kekuatan ketrampilan kepandaian bahkan kebijaksanaan orang lain. Andalan para Kurawa dari Bisma yang Agung, Guru Durna dan Raja Angga Karna. Ditambah lagi penasehat yang penuh kelicikan dari pamannya Raja Mandra Sangkuni. Para Pandawa menyadari sebagai anak Pandu yang telah meninggal terus berjuang berlatih dengan penuh kesungguhan, bahkan melakukan tapa brata. Ilmu pengetahuan dan kesaktiannya diperoleh dengan cara belajar dan berlatih yang benar dijalani dengan penuh sukacita dan kesungguhan hati

Duryudana terus saja mengumbar angkaramurkanya sehingga merasa dunia seakan tidak lagi membahagiakan hatinya, jiwanya terus dipenuhi ketamakan dan rasa iri dengki dan menganggap duniawi adalah segala galanya. Ia terus saka melakukan diskriminasi dan tindakan sewenang wenang yang dilandasi penghakiman secara subyektif, kepada para Pandawa.

Dalam kesusahannya, para Pandawa sejatinya mendapatkan pelajaran  hidup yang membuka pada keutamaan dan kebijaksanaan. Jalan dari Yang Maha Kuasa sebagai jalan yang terbaik terbuka bagi para Pandawa, walau perjalanannya penuh perjuangan pengorbanan dan proses panjang yang berat untuk mengikutinya. Hati para Para Pandawa dipenuhi dengan rasa syukur menjadi penopang dan penyejuk jiwa yang menguatkan diri dalam menghadapi berbagai badai kehidupan.

Para Pandawa berupaya mengikuti keutamaan hidup agar senantiasa mendapat berkat dan rahmat dari Yang Maha Kuasa dan mendapatkan apa yang menjadi permohonannya. Para Pandawa senantiasa memandang kebaikannya dan mengalahkan berbagai hal yang berkaitan dengan kebusukan bahkan kejahatannya. Demikian juga sebaliknya para Kurawa terus saja melihat kebusukan dan iri dengki kepada Pandawa sehingga kejahatan hatinya jauh dari kebenaran dan kebaikannya menghilang

Banyak orang menderita dan mengalami kesusahan sebagai dampak raja yang penuh angkara murka. Rakyat dijadikan korban dan batu pijakannya semata. Raja atau atau penguasa semestinya adil bijaksana senantiasa berpikir positif dan memberikan sesuatu dengan tulus dan apa yang terbaik bagi kesejahteraan rakyatnya. Kebijakan dan kebijaksanaan raja bagai buah segar yang terus dipanen rakyatnya dan menjadi kekuatan dan sumber daya yang mensejahterakan. Demikian juga sebaliknya tatkala sarat angakara murka rakyatlah yang terkena dampaknya, penderitaan dsn kemiskinan bisa saja panjang dan perjuangan berat seakan tiada artinya.

Perang Baratayudha menjadi pelajaran hidup semua hancur. Perang itu merupakan perang keadilan dan menumpas angkara murka. Kedua belah pihak sama sama dalam berbagai kesulitan dan penderitaan karena perang. Orang orang tercinta harus meninggal dunia seperti Bisma yang Agung sang kakek. Guru Durna yang telah membuka jalan hidup dan panggilan jiwa ksatria bagi Pandawa juga harus gugur di medan laga. Raja Angga Karna sebagai kakak tertua Pandawa harus gugur di tangan Arjuna. Matinya para Kurawa yang sebenarnya saudara sepupu Pandawa. Anak anak Pandawa. Para sahabat dan kerabat yang gugur juga di medan laga.

Kemenanganpun tetap menjadi kegagalan kesedihan dan kekecewaan bahkan mendatangkan kutukan sebagai suatu hukuman. Perang Baratayudha telah mengajarkan kebenaran keadilan harus ditegakkan dengan kebaikan dan kebenaran tentu bukan dengan pembenaran. Dalam Baratayudha juga mengajarkan kejujuran yang melibas kecurangan, tipu daya, kepura puraan dan kemunafikan.

Kejujuran, kebenaran dan keadilan ditegakkan tidak dengan penghakiman dan menghakimi dengan menyalah nyalahkan walaupun harus dengan pertumpahan darah. Kelekatan dan keterikatan akan duniawi membuat hidup penuh kekhawatiran ketakutan yang jauh dari kebahagiaan. Harga yang ditonjol tonjolkan dan diutamakan akan menghancurkan keutamaan.  Hidup dikuasai dan dikalahkan dengan hal hal yang duniawi, nilai nilai yang dipujanyapun hal hal dunia saja, sama sekali akan jauh dari yang Ilahi.*

Dalam Suatu Jamuan 200921
Chryshnanda Dwilaksana

Share