Kisah Mahabarata: Refleksi sebagai Pelajaran akan Hidup dan Kehidupan

TRANSINDONESIA.CO | Kisah Mahabarata telah ditulis ribuan tahun yang lalu kisah perang saudara antara Pandawa dan Kurawa. Memperebutkan sumber daya dan harga diri. Sumber daya yang diperebutkan yaitu tahta kerajaan Hastina Pura dan tahta kerajaan Indraprasta. Harga diri yang dibela atau diperjuangkan yaitu berbagai penghinaan dan penyiksaan atas hidup Pandawa. Terutama pada kisah Pandawa Dadu di saat Dursasana akan menelanjangi Drupadi namun kain yang ditarik Dursasana tiada habisnya hingga dirinya terjatuh kelelahan. Di saat itulah sumpah dan kutukan di lontarkan kepada Kurawa.

Duryudana selalu penuh dengan angkara murka ditambah dengan hasutan pamannya Sangkuni. Ia lupa akan hak dan kewajibannya. Merasa paling benar apa yang diputuskannya. Pelajaran hidup seakan tiada guna baginya. Angkara murka dan ketamakan inilah yang menyebabkan perang besar Baratayudha. Ini bukan perang untuk penghancuran namun perang untuk kebenaran dan keadilan

Refleksi dan pelajaran hidup atas kehidupan, nilai nilai keutamaan yang dapat diambil dari kisah kisahnya.

Menjadi siapa itu lebih penting dari sekedar apa dan bagaimana. Kita dapat melihat para kurawa selalu berulangkali terjebak pada apa dan bukan siapa. Mereka lebih memilih hal hal duniawi daripada keutamaan hidup

Ketenangan adalah kemenangan. Kurawa dalam kejumawaannya sebenarnya berisi kegalauannya ketidakpercayaan dirinya. Meledak ledak sarat dengan emosi yang melupakan logika bahkan kemanusiaan.

Ketamakan membuat lupa jiwa untuk bahagia dan tak lagi mampu menikmati hidupnya. Kurawa selalu saja diliputi rasa iri dengki dan selalu ingin semua dikuasainya. Terlebih Duryudana anak tertua dari Kurawa hidup dalam gelimang dosa.

Kita bisa melihat pada sisi Pandawa. Mereka menyadari bahwa: “Hidup adalah perjuangan mengatasi ancaman tantangan bahkan hambatan  atas hidup dan kehidupan. Hidup tak sebatas merawat raga namun juga merawat jiwa. Karena hidup bukanlah dari raga melainkan dari jiwa”.

Mereka tahu bahwa: “Jiwa yang dipenuhi dan dikuasai rasa dendam jiwanya terjerat amarah untuk membalas dendam”.

Para Pandawa menyadari bahwa: “Menuju keutamaan hidup dapat dilakukan melalui pelepasan ikatan kemelekatan atas keduniawian dan segala sesuatu yang berlebihan akan menjadi bumerang. Keinginan yang berlebihan dan memaksakan untuk pemenuhannya akan berdampak para penyimpangan atas sebagaimana yang seharusnya. Hal hal duniawi memang indah berkilauan menawan hati dan menawarkan berbagai kenikmatan namun itu semua adalah jebakan, tatkala tanpa kendali yang kuat akan membawa  penderitaan panjang bahkan hingga di alam keabadian

Kurawa bukan mengandalkan dirinya namun mengandalkan orang lain seperti: Bisma yang Agung, Begawan Durna, Adipati Karna. Bahkan untuk mengambil suatu kebijakan saja menunggu nasehat pamannya Sangkuni.

Apa yang diputuskan dan diambil sebagai kebijakan bukan hal  yang menjadi kutamaan, ketamakan, kejumawaan dan pendekatan keduniawian maka kebijaksanaan dan prestasinya penuh dengan akal akalan, kelicikan dan tipu daya.

Para Kurawa lebih mengutamakan materi yang dipuja maka pikiran perkataan dan perbuatan semua ditujukan ke sana. Sesuatu yang hakiki tidak akan lagi dipedulikan bahkan bila dianggap menghambat akan dimatikan. Kekuasaan kewenangan dan otoritasnya seringkali disalahgunakan hanya untuk mencari keuntungan pribadi atau kelompok. Hidup dan kehidupan dapat dianalogikan  sebagai ikan dan untuk mendapatkannya perlu diberi umpan untuk pancingannya

Basudewa Krisna memahami kadang di dalam hidup bagai permainan, ada kemenangan ada juga kekalahan. Faktanya tidak selalu bermain sebagaimana semestinya, selalu saja ada kecurangan, kelicikan yang menghalalkan segala cara untuk mencapai kemenangan. Seperti apa yang dilakukan Sangkuni yang menghalalkan segala cara demi pencapaian tujuan.

Atas kekalahan permainan dadu Para Pandawa harus diasingkan selama 12 tahun dan 1 tahun terakhir harus melakukan penyamaran. Sebagai mahkluk sosial diputus untuk membuat jarak sosial hidup di hutan. Walau ada kehidupan  namun harga diri dan kehormatan seakan dihilangkan. Di dalam hidup dalam pengasingan perlu kerja keras. Di situlah para pandawa memahami bahwa seni menjembatani adanya harmoni. Dunia bagai suatu ruang waktu yang akan terus bergantian masa dan orang orangnya

Para Pandawa menyadari bahwa: Ketulusan hati dan kesucian jiwa menjadi jalan terbaik mengalahkan keangkara murkaan. Penyelamatan manusia atas hidup dan kehidupannya. Manusia adalah aset utama bukanlah senjata atau teknologi bagi pertahanan dan kemajuan kesejahteraan bangsanya. Pandawa memilih Basudewa Krisna sebagai pendamping dan penasehat daripada pasukan Narayan yang tangguh.

Dari nasehat dan ajaran Basudewa Krisna para Pandawa mengetahui bahwa: “Kebenaran dan keadilan serta kedamaian suatu perjuangan proses panjang bahkan peperangan untuk mewujudkan dan menegakkannya”.

Perang Baratayuda merupakan akumulasi panjang belum lagi dengan berbagai Isu yang dibumbui berbagai strategi kelicikan pelecehan dan ketamakan yang dilakukan para Kurawa membangkitkan kebencian. Di antara saudara sudah tidak ada ketidak percayaan. Solidaritas dan legitimasi  perang Baratayuda sebagai mereformasi tata lama menegakkan kebenaran dan keadilan walau perlu perjuangan pengorbanan yang sangat besar.

Dunia  selalu saja ada gelap dan terang, berbagai kepentingan pribadi dan kelompok yang mengatasnamakan rakyat. Jebakan dunia itu fana, cepat atau lambat akan mendatangkan karma yang akan menuntut balas dan pertanggungjawaban atas hak rakyat yang telah digelapkan dimakan atau disalahgunakan

Hidup selalu ada pasang surut atas raga maupun jiwa yang harus dilalui walau akan ada banyak kenyataan yang tidak sesuai dengan keinginannya. Sebagai manusia biasa kita sering merasa perjuangan untuk kebaikan dan kebenaran seakan sia sia karena kuasa dunia menunjukan hal yang bertentangan. Namun sebenarnya benih benih kebaikan dan kebenaran itu akan menjadi daya besar menjungkir balikan dan mempermalukan bagi siapa saja yang secara sadar dan sengaja menyalahgunakan kuasa itu.

Kejahatan memang bisa ditutup tutupi atau dinyatakan sebagai kebenaran, namun kebusukan akan membawa hawa tidak sedap dan ada dampak karma besar bagi hidup dan kehidupannya termasuk keluarga, para pendukung dan pemujanya. Karena apa yang dilakukan menghina rakyat yang sebenarnya Tuhan Yang Maha Kuasa yang sesungguhnya

Segala sesuatu dari yang jahat tidak akan berbuah kebaikan dan kebenaran. Semua itu akan menjerat hidupnya pada ketidakbahagiaan bahkan terus bergelimang dosa.

Hidup memang bisa dipahami dengan logika namun sebenarnya banyak misteri di baliknya. Campur tangan Tuhan atas hidup dan kehidupan akan selalu ada, ha itu disadari atau tidak akan terus terjadi

Perjuangan dalam hidup adalah kewajiban dan harus dilakukan terutama memerangi kejahatan keangkara murkaan. Keteguhan dan ketulusan hati akan menjadi kekuatan dan tentu juga akan ada korban dan pengorbanan serta proses panjang.

Merasa paling benar paling mampu akan memandang rendah orang lain bahkan menghakimi atas kelemahan dan ketidakmampuannya. Itu perbuatan mendatangkan kutukan dan petaka yang akan ditagih oleh karmanya

Teknologi masih sebatas apa dan bagaimana dan sebatas alat bukan tujuan, yang menjadi bagian dari jalan atau cara mencapai tujuan itu. Manusia sebagai siapa, itulah aset utamanya karena memiliki imajinasi hati nurani dan kebijaksanaan.*

Minggu yang cerah di Tegal Parang 110921
Chryshnanda Dwilaksana

Share