Begawan Durna Gugur
TRANSINDONESIA.CO | Gugurnya Sang Resi Bhisma oleh Srikandi. Prabu Duryudana mengumumkan bahwa pengganti Bhisma yang agung adalah Begawan Durna. Begawan Durna adalah guru bagi Pandawa dan Kurawa. Begawan Durna dan Bhisma yang Agung. Mempunyai guru yang sama, yaitu Rama Parasu.
Dalam kisah pewayangan, Begawan Durna ditokohkan sebagai orang yang congkak, sombong, dan licik hidup dengan memendam dendam namun ia tidak disamakan dengan Sangkuni. Begawan Durna masih memilik keutaan fanegamg nilai nilai luhur sebagai guru yang sangat sayang kepada murid-muridnya.
Begawan Durna termasuk kelompok setengah hati dalam perang Bharatayudha bersama Bhisma dan Salya karena harus berhadapan dengan Pandawa yang merupakan murid kesayangannya. Begawan Durna melakukan itu karena tidak kuasa menolak keinginan Duryudana dan ditambah bujukan Sengkuni. Begawan Durna tidak pernah menghadapi Bima, Arjuna, maupun Nakula, Sadewa. Dia selalu menghindari murid-muridnya dalam berperang. Bukan karena takut, tetapi karena ketidaktegaannya untuk berhadapan dengan murid-murid kesayangannya.
Basudewa Krisna tahu bahwa Durna itu sangat sayang kepada para muridnya terlebih kepada anak semata wayangnya, Aswatama. Basudewa Krisna memerintahkan Bima untuk membunuh gajah yang bernama Tama. Setelah gajah itu mati, memerintahkan pasukan Pandawa untuk berteriak “Tama sudah mati”. Karena suasana perang yang gaduh dan ramai itulah yang membuat Begawan Durna yang pendengarannya sudah berkurang menjadi salah paham. Dan mengira bahwa Aswatama putranya benar benar telah mati. Hal tersebut membuat Begawan Durna melemah bersedih dan marah.
Ia menemui para Pandawa, ia bertanya pada Arjuna apakah betul Aswatama mati, Arjuna menjawab ya, Aswatama mati. Tidak percaya Pandita Durna menanyakan pada Werkudara, Werkudara menjawab, Ya, Aswatama mati. Pendita Durna tidak percaya kepada Werkudara. Tidak percaya jawaban Werkudara. Begawan Durna mencari Yudistira atau Punta Dewa untuk menanyakan tentang kebenaran berita itu. Karena selama hidup ia tidak pernah berbohong. Sementara itu Basudewa Krisna menasehati Prabu Yudistira agar mau bohong sekali saja demi mengurangi korban yang berjatuhan.
Prabu Yudistira tetap tidak mau melakukan. Tetapi terlanjur Begawan Durna sudah didepan mereka. Begawan Durna menanyakan: Apa betul Aswatama putranya telah mati. Prabu Yudistira menjawab: Hesti tama yang mati. Maksud Prabu Yudistira : ” Gajah Tama yang mati,” namun Begawan Durna: mengartikan : ‘Bahwa betul, Aswa tama yang mati.” Kata Hesti bisa berarti Gajah, atau bisa berarti Esti, Estu yang artinya : Betul.
Begawan Durna terbakar amarahnya ingin membalas dendam dan bersiap siap menggunakan senjata Bramsta untuk melumat seluruh prajurit Pandawa. Namun di saat itu lagi lagi Basudewa Krisna menghentikan sesaat dan menasehati Begawan Durna. Basudewa Krisna menyadarkan bahwa perang besar Bharata Yuda juga bagian dari kesalahannya yang tidak mampu mencegah dan hanyut membela keangkaramurkaan.
Basudewa Krisna mengingatkan akan kesalahan kesalahannya. “Kata kata biasa saja setajam pisau atau bahkan belati yang melukai dan menusuk hati. Kadang menurut kita biasa namun sebaliknya bagi orang lain terasa menghina. Begawan Durna tertegun dan terdiam. Basudewa Krisna terus menyampaikan bahwa: “keangkuhannya, ambisinya dan cinta butanya mengalahkan keutamaan jiwanya. Dan memilih maka keduniawian yang fana membutakan terhadap yang baka. Cinta butanya yang berdampak pada Aswatama yang selalu saja menyalahgunakan kewenangan dan kesempatan. Tanpa memikirkan kepentingan bagi banyak orang”.
Begawan Durna mengakui dan menyadari atas dosa dan kesalahannya mengurungkan menggunakan senjata Bramasta. Dan meminta maaf kepada Basudewa Krisna untuk melepaskan jeratan dosanya dan bersiap untuk gugur di medan laga. Basudewa Krisna memahami dan memaafkan dengan bijaksana. Ia mengembalikan dunia bergerak kembali. Disaat yang sama Drestajumna, anak Prabu Drupada yang terasuki jiwa Bambang Ekalaya mendatanginya, lalu memenggal kepala Pendita Durna,sebagai balas dendam atas kematian ayahnya. Prabu Drupada atau Sucitra yang merupakan sahabat Begawan Durna pada masa muda menyambutnya dalam alam baka.
Ada beberapa hal yang bisa kita ambil pelajaran dari keutamaan Begawan Durna. Pertama adalah keinginan kuat untuk merubah nasib yang membuahkan hasil menjadi guru besar di Kerajaan Hastina. Dan juga mempunyai wilayah kekuasaan besar separuh kerajaan Pancala. Kedua, Begawan Durna adalah seorang guru yang sangat sayang kepada para muridnya. Walaupun rasa sayang itu berlebihan.
Senjakala Tegal Parang 090921
Chryshnanda Dwilaksana