Katarsis: Luapan Jiwa Dalam Karya Abstrak Joko Kisworo

TRANSINDONESIA.CO | Memandang karya Joko Kisworo seakan melihat dan berdialog dengan jiwanya. Penuh semangat energik dalam garis warna karang juga ada kata semua tanpa figur. Abstrak memang hakekatnya atau intinya. Apa yang diungkap tak lagi mempedulikan figur teknik bahkan mungkin juga konsep. Di depan kanvas seakan menari apa yang ada dalam pikiran hati dan hasratnya ditorehkan. Kekuatan jiwanya seolah ditumpahkan dalam warna warna harmoni byuk byuk byuk begitu saja.

Karya Joko Kisworo sarat makna di balik itu ada pesan pesan yang ingin disampaikan. Masalah sosial, masalah kemanusiaan, hidup dan kehidupan bahkan juga angan angannya. Karyanya memiliki jiwa dan kalau meminjam kata pelukis Widajat, “ada grengnya”.

Konsep berkesenian Joko Kisworo; “Melukis adalah aktifitas yang menyehatkan mental, dan mampu menyembuhkan bagi yang sakit mental”. Seni sebagai terapi untuk menyehatkan jiwa melepaskan beban bahkan memberikan hiburan bagi hidup dan kehidupannya. Joko kisworo mengatakan; “Seni lukis ku secara jujur bukan lagi melukis memindahkan obyek yang dilihat ke dalam kanvas, atau juga mengeksplorasi kejadian-kejadian, pengalaman yang sudah dijalani, membuat keindahan-keindahan yang ada”.

Apa yang ia lakukan sudah tidak lagi dengan peduli teknisteknis, teori-teori, cara-cara melukis yang sudah ada, namun lebih dalam lagi apa yang sudah dijalani selama hidup menjadi sebuah hamparan estetika didalam jiwa dan diri yang tak terbatas untuk dapat dieksekusi kedalam media dua dimensi, atau kanvas. Seni lukis Joko Kisworo bukan lagi harus indah dari indera atau mata saja, bagus oleh kata kebanyakan orang, namun sebaliknya Joko Kisworo justru berusaha untuk melukiskan sesuatu yang jelek, kotor, busuk, wangi, dan sebagainya.

Seperti Ketika kita memasuki lingkungan pasar tentunya akan banyak sekali aroma-aroma yang yang harus kita terima, dan semua itu kita harus dengan sadar diri untuk tidak menolaknya seperti, bau asam, bau bumbu-bumbu dapur bawang putih, bawang merah, merica, kunyit, jahe, kencur, lengkuas, sereh, kayu manis, sayuran, buah-buahan, bau amis ikan-ikan, bau anyir daging-daging sapi mentah, bau sampah pasar yang busuk, bau keringat-keringat manusia bermacam-macam status sosial, apa saja semua yang ada di dalam pasar.

Apa yang ada tadi haruslah ia alami dan terima apa adanya, tanpa ada penolakan. Demikian halnya pada kehidupan sosial dimana saja apa saja bahkan siapa saja, ia melihat ada seni di dalamnya. Joki mengatakan; “Menolak semua itu buat saya adalah membohongi diri sendiri. Atau merasa jijik berarti belum siap dengan kehidupan ini. Atau merasa canggung Ketika berada di sebuah mall mewah dengan ruangan ber AC, sejuk nyaman, dengan aroma yang wangi, tentunya membuat semua pengunjung terlihat mewah dan sangat kontras, semua ini juga haruslah dialami dan dijalani dengan bersahaja”.

Apakah karya Joko Kisworo visualnya abstrak? Iya. Ia tidak menafikan kata orang-orang di luar sana yang menyebutkan begitu. Namun buat hati dan jiwanya, lukisan-lukisan Joko sangat realis karena itu dara rasa jiwa yang ia lihat dan rasakan.

Joko kisworo dilahirkan di Desa Sambirejo sebelah utara pelosok  kota Salatiga. Hidup di desa dan berprofesi sebagai pelukis dilakoninya dengan penuh keseriusan hingga kini. Banyak sekali pameran-pameran senirupa yang sudah diikuti di beberapa kota di Indonesia seperti: Manifesto VII “Pandemi” (During Exhibition) Galeri Nasional Indonesia, Jakarta.

Pameran Tunggal terkini yang sudah di gelar di antaranya:

Tahun 2018 – One man show “Spiritual Vibrations”Duta Fine Arts Foundation (Jakarta).
Tahun 2019 – Accumulation “13 North Art Space Jakarta.
Tahun 2020 – Setunggal “Black and White” Kampoeng Semar Magelang.

Selain melukis Joko Kisworo juga seorang aktifis Kesehatan mental, sebagai relawan dan menjadi Care Giver sebuah Komunitas dan Yayasan BCI (Bipolar Care Indonesia). Menulis beberapa Novel salah satunya Novel Lukisan Cinta, sudah 15 kali menulis dan mengkuratori pameran seni rupa independen.

Tahun 2009 – Karya tulis Novel “Lukisan Cinta” 2009.

Tahun 2012 – Sebagai pendamping “Exhibition 1001 painting Persons Skizorenia “Dwi Putro” in Jakarta.
Treatment of mental disorders Skizorenia “Melukis Wayang”.
Mendirikan metode Terapi Seni dengan melukis bagi Gangguan Bipolar dan Skizofrenia.

Tahun 2013 – Mendirikan Kedai Art Brut Indonesia, menampung karya penyandang gangguan Schizophrenia dan Bipolar di Jakarta.
Mendampingi penyandang Skizofrenia Dwi Putro, memecahkan rekor MURI (Musium Rekor Indonesia) melukis 88m nonstop, Pameran, sebagai penulis sekaligus pembicara dalam diskusi. Bentara Budaya Jakarta.
Pendamping Workshop dengan penyandang Schizophrenia, Bipolar dan autis. Dengan Tema “Jokowi”.
ITB Art Market Senayan Jakarta, Indonesia.

Tahun 2014 – Pendamping “Green Artivity 2014 Jakarta”.
Kolaborasi dengan penyandang Skizofrenia dan Autis.
Workshop melukis dengan media limbah karton Helo Milk.
Workshop terapi dengan melukis di FAN CAMPUS, Rehablitisati Korban Drug. Dilanjutkan pameran dengan tema “Saatnya Untuk Tidak Menipu Diri” in the Raja Room Gallery, Jakarta Indonesia.

Tahun 2014 – Indonesian Heritage Society 2014.
Artist talk show “Madness and Civilization” dan Art Therapy dengan Expression Abstract painting Duta Fine art in Jakarta.

Tahun 2015 – Sebagai Narasumber “World Bipolar Day 2015: “Ekspresikan Jiwa Lawan Stigma” tutor Workshop Art therapy melukis diatas tas. Taman Ismail Marzuki, Jakarta.

Tahun 2016 – “100 Coretan Peduli Kesehatan Jiwa 2016” Tutor workshop terapi dengan melukis. Sebangsa Jakarta bersama Psikolog Ika Mustika, Butje Harbunangin, dan ilustrator Rahmat Sampurna.
Tutor di Yoyakarta, Sebangsa Yogyakarta dibantu Psikolog Nora dan Dhita. Kerja sama dengan BCI (Bipolar Care Indonesia).
Kurator dan penulis “Bangga Indonesia Bangga Toraja” Sulawesi Selatan.

Tahun 2017 – Pameran dan Workshop di lapas Narkotika Pakem Yogyakarta “Nusa Kambangan Prison Art 2017″.
Nusa Kambangan Lapas SMS (super Maksimum Sekurity), Lapas Premisan.
Membuat buku “Lini Masa Teropong Penjara”  penulis, photograper, art disain.
– Lapas Sukamiskin ( Bandung )
– Lapas Cirebon
– Rutan Cirebon
– Lapas Pekalongan
– Lapas Ambarawa
– Lapas Premisan, Pasir Putih, Kembang Kuning , Batu ( Nusa Kambangan, Cilacap )
– Lapas Mediun
– Lapas Wirogunan ( Yogyakarta )

Tahun 2018 – Kurator Ekspresi Ragam Jiwa BCI (Bipolar Care Indonesia) Taman Ismail Marjuki Jakarta.
Kurator Art Bayangkara “Merajut Kebhinekaan“ 2018 Taman Ismail Marjuki Jakarta.

Kurator dan penulis “off  line 2018“ North Art Space Jakarta Indonesia.

Tahun 2019 “Kisah 7 maret 2019″. Workshop seni sebagai terapi di Lapas Anak Remaja Tangerang.
Penulis dan Kurator pameran tunggal “Art Inmate“ Bowo Nariwono, Galeri Pasar Seni Ancol Jakarta.
Penulis dan Kurator  pameran tunggal “X Periode“  Deni Bojong, Galeri Pasar Seni Ancol Jakarta.
Penulis dan Kurator  pameran tunggal “ Kuncung’s” Juwarno, Galeri Pasar Seni Ancol Jakarta.
Penulis dan Kurator  pameran tunggal “Intro (S)peksi“  Toufi Prawoto, Galeri Pasar Seni Ancol Jakarta.
Penulis dan Kurator  pameran tunggal “Refleksi“  Yopi Cahyono, Galeri Pasar Seni Ancol Jakarta.

Tahun 2020 Penulis Pameran Tunggal Anfield Wibowo “Artfield” seniman Berkebutuhan Khusus, Tunarungu dan Syndrome Asperger di Balai Budaya Jakarta.
Kurator Pameran Bersama “Pandemi di antara dilematika jaman “9 Seniman, Cibubur Jakarta”.
Kurator Pameran berdua dengan tema “Berdamai” Seniman Aisul Yanto dan Chryshnanda Dwilaksana di Balai Budaya Jakarta.

Menjelang Tengah Malam 020821
Chryshnanda Dwilaksana

Share