TRANSINDONESIA.CO | Bangkit pagi-pagi, bola mata dan benak saya disorot-sorot memori. Ini hari koperasi, lagi: 12 Juli. Memori melompat salto ke sidang Mahkamah Konstitusi. Kala itu UU Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian tengah diuji. Ketua MK saat itu (2013) Dr. Hamdan Zoelva. Saya hadir sidang MK, walau tanpa menakan toga. Amarnya, UU Perkoperasian itu dinyatakan tak memiliki kekuatan hukum mengikat lagi. Tak hanya satu pasal, tapi seluruh pasal sekalian. Kembali ke UU Koperasi lama nomor 25.
Tak ada lagi pengurus koperasi dari anasir independen, juga hablurnya SMK (Sertifikat Modal Koperasi), padahal pemilik SMK tidak memiliki hak suara dalam Rapat Umum Anggota, yang pemegang tertinggi kedaulatan koperasi. Defenisi koperasi menjadi longgar. Tak jelas hanya paguyuban sosial atau entitas perusahaan?
Salah satu dalilnya, koperasi bersifat sukarela dan terbuka. Koperasi tak boleh dilimitasi hanya menjadi badan hukum saja.
Apakah koperasi dianalogi seperti stadion dan penonton sepakbola? Terbuka bagi siapa saja tanpa beda warna kulit dompet merek apa saja, dan sukarela demi PSSI atau, ups, demi koperasi?
Saya membangkitkan memori lama. Bahwa seluruh WNI ialah anggota Koperasi Indonesia Raya –sebut saja Koindra. Gotong royong membangun dan menjadi “pemilik” proyek strategis nasional jalan tol.
Saya terimajinasi Koindra menguasai mini market bernama –yang ada rest area, restoran, gratis perkakas relaksasi kaki dan full body, tanpa seinci ruang bagi iklan rokok– sepanjang 2 ribuan kilometer jalur lintas timur Sumatera. Bukan ‘lalap’ hanya merek yang itu-itu saja.
Imajinasi nasionalis saya membahana leluasa, Koindra ikut saham mengelola seaport dan airport, anak usahanya juragan kapal tunda. Ikut membangun program sejuta rumah dan sejuta rumah susun di perkotaan. Dari kita untuk kita, seperti tagline koperasi. Sebab anggota koperasi itu menjadi pelanggan sekaligus pemilik. Koindra akan menjadi kelab terbuka usahawan rakyat Indonesia, dan sukarela memberi sejahtera itu hak bersama. Manambah tebal lapisan indeks usahawan Indonesia yang tak sampai 3% saja. Bahkan bisa juga memiliki toko buku seluas kota, kedai peralatan seperti A.. Hardwere, stadion dan kelab sepakbola Koindra FC, stasiun TV yang beli hak siar Koindra FC.
Namun, Koindra ‐-yang saya bayangkan sebagai perusahaan raksasa– tak alpa memberi bakti sosial kepada yang kurang beruntung. Menebarkan “idiologi” koperasi yang terbuka dan sukarela sejak dari metropolitan kota sampai ke akar rumput dan emak-emak PKK.
Sinar mentati mulai menggigit. Saya sontak bangkit. Menjinjit. Itu gak mudah. Pastinya sulit bagi publik membedakan 2 hal: sosial dengan komersial.
Alam pikiran publik berhasil diajak membedakan antara bakti sosial dengan aksi korporasi yang komersial.
Koperasi ada dua aras: Cooperative Society –sebut saja CS– dan Cooperative Enterprise –CE. Koperasi sebagai gerakan sosial dan koperasi sebagai entitas perusahaan yang berdiri untuk diusahakan –setara dengan badan hukum lain: perseroan terbatas (PT), firma, yayasan, wakaf, perkumpulan.
Pembedaan itu datang dari kawan baik saya Dr. Suwandi, anak Medan yang dosen ekonomi dan ahli koperasi Universitas Bakrie. Itu disampaikannya ketika menjadi ahli di Mahkamah Konstitusi. Saya mengulas itu di jurnal ‘Infokop’ vol.24 Tahun 2014, bersama Ahmad Junaidi –alumni HMI Surakarta, yang pernah asisten deputi pembiayaan di Kementerian Koperasi dan UKM.
Interupsi sebentar, pak Ahmad Junaidi kini Pengawas entitas Koperasi Perumahan Indonesia. Trio bersama Noer Sutrisno mantan pejabat tinggi Kementerian Perumahan Rakyat dan Indra Utama pemilik majalah ternama Property & Bank.
Majelis Pembaca. Sejarahnya, koperasi hanya dianggap perkumpulan orang yang tak tertutup. Bukan perkumpulan modal.
Narasi dan alibi seperi itu ada pada UU Koperasi Jerman 1989, UU Koperasi India 1904 dan 1912, sebagian besar negata Afrika berbahasa Inggris dan an beberapa negara Asia. Kecuali Co-Opetative Act of Iraq, Law 73, 1959, Art.2 yang defenisikan koperasi sebagai badan ekonomi –yang mengusahakan pengelolaan tanah, pemasaran, perumahan, bahan baku, pembiayaan dan simpanan.
Buku Hans-H Munkner –sang guru besar hukum perusahaan Jerman dan Internasional dan Ilmu Koperasi di Universitas Marburg/ Lahn, lahir 1953, yang turut merancang UU Koperasi pada negara di belahan dunia– mengeritik absennya anasir perusahaan atau CE dalam defenisi koperasi.
Postulat saya, jika koperasi mau bangkit, tak hanya CS namun keduanya: CS dan CE. Mana lebih penting? Lanjutkan membaca!
Koperasi hendak bangkit? Lantas bangkit sebagai Cooperative Society atau Cooperative Enterprise? Atau, pergi belajar koperasi sepakbola ke Spanyol?
***
Koperasi bangkit dari gemerlap sorot lampu stadion ‘Cam Nou’? Bangkit dari kemilau lapangan hijau? Atau koperasi meriah berkiprah dari bilik rumah kaum yang dibela pejuang ‘Marsinah’?
Yang pasti koperasi bangkit dari anggotanya. Ya.. karena anggota koperasi sekaligus pemilik.
Pembaca jangan khilaf, penggila bola “jaman now” perlu paham ini. FC Barcelona dan FC Real Madrid, dua raksasa klub bola di Spanyol adalah badan hukum koperasi. Anggotanya menjadi captive market penonton yang tak lain pembeli karcis pertandingan. Klub punya pemain sendiri dan populasi penonton yang pasti belintiket sendiri. Tidak gratis.Diskon member koperasi FC, mungkin. Tinggal menambah masuk pendapatan lain dari kerjasama iklan. Juga, ragam profit penjualan marchandise berkelas dan mahal.
Sama sebangun seperti perseroan terbatas (PT), badan hukum koperasi mempunyai kapasitas hukum menjadi pelaku pembangunan real estat atau developer, atau koperasi perumahan.
Namun koperasi perumahan di negeri gemahrifah dan egaliterian ini, masih belum moncer sebagai developer.
Walau soal itu tidak jadi halangan, malah mempunyai faktor ‘wow’ keunggulan. Iya…, keunggulan! Jangan ragukan.
Mengapa? Sebab koperasi perumahan punya anggota sendiri yang bisa jadi captive market, pelaksana pembangunan, kontraktor, pemasok bata dan besi konstruksi, dan jasa pekerja profesional.
Andaikan 30% saja pekerja MBR formal, misalnya di Propinsi Banten atau Kota Batam yang jamak industri gesit membentuk koperasi perumahan, dengan segmentasi yang khas dan kawasan industri yang dikerubungi kaum penglaju, analis pasar akan sumringah memprediksi produk rumah/properti koperasi perumahan menanjak laris manis. Menggeliat dari koperasi yang dibentuk meluas sebagai pemain cerdas.
Kaum pekerja MBR musti dicerahkan soal ini. Jika mereka berhimpun serempak kompak, koperasi perumahan bisa berusaha “A to Z”. Mulai dari adonan gagasan berpeluang bisnis, akuisisi tanah, disain produksi, pre-project marketing, menyusun transaction engineering yang market driven, menggarap total anggotanya sebagai pembeli captive dan karenanya terjamin laku terbeli ‘sold out’ cepat.
Persis seperti lakon penjamin emisi saham kala emiten hendak go public melantai ke pasar modal.
Idemditto, anggota koperasi perumahan bisa menjamin membeli kembali (buy back), jual beli pasar sekunder, bahkan marketing agent berbasis anggota dan kerabat keluarganya.
Jurus koperasi perumahan juga bisa dirancang untuk MBR non formal atau kelompok pendapatan tidak tetap (non fixed income group) yang tidak tersentuh skim pembiayaan KPR pekerja formal dan MBR yang tidak bankable.
Walaupun mereka sebenarnya kua ekonomis mampu beli dan kuat bayar.
Di titik ini koperasi lebih leluasa dalam real estate transaction engineering kepada anggota ataupun calon anggota.
Koperasi perumahan secara hukum dan bisnis bisa menjadi jembatan dan sekaligus penjamin (guarantor) bagi MBR non formal untuk menjangkau KPR korporasi berbasis komunitas dan/atau koperasi.
Tiga soal sekaligus diatasi, yakni penjaminan KPR dan soal non fixed income group yang tidak bankable dijawab tuntas. Plus inklusi pembiayaan.
Yang ini malah lebih dahsyat secara ekonomi dan sosial. Andai warga masyarakat yang mempunyai tanah dalam suatu kawasan yang lahan tanah tapaknya bisa kolektif dibina dan tanahnya dikembangkan sebagai kota mandiri, dijaga kompak serempak tabah dari godaan spekulan.
Ahaa.. dengan “enzim” kebijakan pemerintah pro rakyat bisa mendorong MBR segera berhimpun menjadi koperasi perumahan, lantas dikelola menjadi menjadi developer. Bahkan bukan mustahil untuk berimajinasi menjadi pembangun kota baru, setidaknya menjadi mitra strategis dan diposisikan setara.
Bagaimanapun, selagi properti bertapak di bumi, anasir tanah, tanah dan tanah adalah modal paling utama yang tidak terbantah.
Dengan modal tanah milik warga yang nota bene anggota dan sekaligus pemilik koperasi perumahan, Insha Allah bisa bergeliat hebat menjadi developer.
Usah syak wasangka jika esai ini berimajinasi (berharap!) koperasi perumahan membangun kota baru atau kawasan atau setidaknya permukiman perumahan untuk anggotanya.
Jika koperasi perumahan pekerja ya… untuk memenuhi kebutuhan pekerja alias anggota, calon anggota, pun non anggota. Mirip jenis koperasi produksi konsumsi, tapi kali ini barang dagangannya adalah rumah alias properti. Tentu dengan manajemen kerjasama sharing bisnis properti, seperti lazimnya profesionalitas bisnis properti.
Bisa juga koperasi perumahan menjadi ‘Co Developer’, ataupun pemegang saham pengembangan real estate saja. Masuk ke kuadran keempat: property investor!
Saya jadi ingat pak Agus Muharram, saat itu masih Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM yang pernah bertutur ikhwal mengeliatkan badan usaha koperasi perumahan.
Tersebab anggota koperasi mempunyai modal tanah, pun demikian sekaligus calon konsumen/pembeli rumah, maka banyak peran dan kuadran bisa dimainkan koperasi perumahan.
Perlu diulas dilain esai bagaimana koperasi perumahan menggiatkan Real Estate Invesment Trust (REIT), dengan koperasi dan anggotanya sebagai investor.
Persis seperti anggota FC Barcellona menjadi penonton dan captive market pembeli tiket liga Spanyol yang dimainkan klub bola kaya itu.
Kiranya, ini satu visi-imajinasi yang rasional-logis, jika seluruh pemilik tanah yang nota bene menjadi pemilik koperasi perumahan dan membeli unit properti di situ juga, akan tidak tersisih dari tanah asalnya, atau tinggal menyempil di “kampung terjepit” di batas dinding tebal kompleks real estate karena uang jualan tanah dibelanjakan konsumtif.
Koperasi perumahan sekaligus menjalankan peran edukasi koperasi dan inklusi properti. Juga, melakoni literasi properti sebagai jenis industri yang terkoneksi dengan lebih 170 jenis industri/usaha.
Keunggulan lain? Koperasi perumahan juga bisa menggarap perumahan swadaya yang mencakup lebih 70% pangsa perumahan. Tak sampai 4% yang beli rumah dari pengembang di pasar formal.
Jika koperasi perumahan melakukan program perbaikan rumah atau pembangunan baru ataupun ikut dalam penataan kampung atau urban renewal, dengan bantuan subsidi ala program BSPS (Bantuan Subsidi Perumahan Swadaya), maka program perumahan swadaya makin bergeliat dan bantuan subsidi perumahan swadaya makin akuntabel sekaligus memberdayakan warga masyarakat berbasis kawasan.
Tentu, berguna bagi penataan perumahan kumuh idemditto pembangunan perumahan swadaya bisa dilakukan berbasis kawasan.
Ringkasnya, banyak faktor ‘wow’ keunggulan sosial-ekonomis dan bisnis serta daya jelajah koperasi perumahan yang tidak bisa dilakoni pelaku pembangunan badan hukum PT.
Koperasi perumahan melengkapi jamak moda pelaku pembangunan perumahan. Menjadi multi moda pembangunan perumahan.
Caranya? Temuilah lawyer dan lakukan smart property consulting, hajatkan transformasi hukum dan legal improvement process untuk memperkuat koperasi.
Semakin bisa, karena dilakukan dengan pemihakan dan sedikit saja kebijakan menggeliatkan koperasi perumahan.
Patik yakin sekali, pak Agus Muharram yang saya kenal, tentu siap sedia memberi dukungan fasilitasi “enzim” kebijakan koperasi perumahan.
Mudah? Ya, seperti mendorong bongkah batu besar di puncak bukit, dengan daya ungkit dorong sedikit saja gerak bisnisnya merambah dan bertenaga.
Saatnya mengebyarkan koperasi perumahan ke penjuru nusantara, karena ide itu egaliter dan berbasis pikiran Pancasilais.
Kalau FC Barca bisa mempunyai stadion ‘Cam Nou’ berkapasitas 98.772 seats yang empuk dengan sorot-sorot lampunya berkilau, yang menggitari lapangan hijau tempat berlaga pemain bintang dunia bertarif mahal, alamak dengan badan usaha koperasi FC Barca sukaria melakoni takdirnya menjadi klub bola koperasi kaya raya.
Koperasi tak hanya ikhwal sosial. Koperasi dibuat untuk diusahakan dan dijayakan. Bagaimana mengusahakan koperasi perumahan di Indonesia ‘jaman now’? Tak sekadar paguyuban sosial. Wawlahu’alam. Tabik.
*) Muhammad Joni, S.H., MH., Advokat dan Managing Partner Law Office Joni & Tanamas, Sekretaris Housing and Urban Development (HUD) Institute.