Sawah Kota: Bukan Pajak Matahari kepada Petani, Pajak Beras kepada Padi

TRANSINDONESIA.CO | Kita tak tau. Keringat siapa yang berkucur ke lahan basah sawah,  yang nasinya kita makan pagi barusan.

Kita tak tau lahan sawah bumi sebelah mana,  yang dijaga ketat anak petani penghalau burung tak pergi ke sekolah dan entah berkeyakinan apa,  yang nasinya kita kinyam pas buka puasa ramadhan barusan.

Kita tak tahu kulit tebal kelam milik siapa yang diterpa hawa panas di lahan sawah? Tulang belulang budiman milik siapa yang bergeliat cadas dan mata awas?

Senandung sukaria mana yang dilagukan dengan nada memelas kala padi remaja minta dibelas? Jenis ikhlas terbaik seperti apa yang dibikin pak dan bu tani kepada baby benih dan padi dewasa,  yang diamalkannya sebagai ritual bersemesta.

Jasa baik petani renta mana yang nasinya kita sajikan di meja hajatan kepada tetamu budiman menyempurnakan helat pidato megah-kebanggaan?

Sudahkah kita  berterimakasih dari lekuk hati kepada sang pahlawan-budiman: petani? Berterimakasih kepada tabahnya sawah diolah, dibajak dan diliku, ditanami dan diperjual beli? Pun, simpati pada menghibanya kawanan  sawah kota yang sedikit tersisa yang hendak bertahan jaya? Baginya sang bocah penghalau burung outus sekolah yang surplus sabar agar panen padi tak ambyar? Kepada kangmas penjemur gabah bernas agar padi tak tampil lemas? Kepada lapak penggilingan padi agar petani mudah mengurai lelah? Kepada air yang mengalir yang entah kepada siapa dia belajar menjadi sang tabah menebar berkah? Kepada udara yang diendus tanpa pedang terhunus? jepada awan yang menyisir panas matahari agar tak panas kali? Kepada rambat matahari yang tak ingkar janji? Dan, jangan lupa,  kepada telaten istri atas sajian nasi berasap juncto karbo sehat yang menghalau lapar akut dari petasaan diri?

Mekanisme berhidup dan bersemesta yang panjang. Eureka.., mekanisme pendek cara bersyukur seperti apa yang kita siapkan tuan-tuan kota? Selain menjaga keadilan juncto ekuilibrium bersemesta?

Yang pasti bukan dengan pajak sinar matahari kepada petani,  pajak udara kepada lega, pajak awan kepada kota,  juncto pajak beras kepada padi dewasa,  yakan ya kota? Tabik.

Oleh: Muhammad Joni

Share
Leave a comment