Nashar: Pengabdiannya Merupakan Tonggak

TRANSINDONESIA.CO – Meminjam kalimat dari Putu Wijaya; pengabdian Nashar adalah sebuah tonggak (kata pengantar dalam pemeran Nashar sebagai simbol, Darga Galery Sanur : tahun 2000). Memahami kalimat tersebut adalah memahami jiwa dan kehidupan Nashar sebagai seniman. Bagaimana ia gigih dan gagah menjalankan komitmenya secata konsisten. Tentu ini semua memerlukan ketulusan kejujuran keikhlasan dan tanpa pamrih. Itu semua terefleksi dari gaya hidup pemikiran dan karya karyanya.

Menangkap karya Nashar yang abstrak memerlukan imajinasi atas jiwa Nashar sendiri. Hidup dan kehidupan panjangnya telah diisi berbagai kegiatan yang merupakan suatu pengabdian bagi seni dan kesenian. Ia memulai dari dalam dirinya. Ada kecintaan ada kesadaran hal ini yang membuatnya kuat kokoh tidak tergoyahkan.

Banyak hal yang mungkin terjadi yang kontraproduktif terhadap kehidupannya. Nashar tetap di jalannya. Ia tak peduli apa kata di luar sana. Ia terus mengasah dirinya. Membuat jiwanya mampu melambungkan namanya. Perjuangannya dalam berkesenian tak jarang menjari polemik dan kontroversial. Namun Nashar tetaplah Nashar ia terus saja pada komitmennya.

Pengabdian Nashar yang mampu dikatakan tonggak karena mampu memberi inspirasi baru yang segar dalam berkesenian. Salah satunya pemikirannya tentang 3 non dalam melukis. Ini bentuk keberanian dan perlawanannya terhadap kekuatan hegemoni seni dan berkesenian yang sudah mapan. Apa yang dilakukan Nashar bukan tanpa sebab namun ia mampu menyimpulkan apa yang ia kerjakan selama ini dan dibulatkannya dalam 3 non tadi (non konsep non teknik dan non estetik).

Kekuatan 3 non merupakan suatu tanda kegigihan dan kemampuannya menyatakan sikapnya dalam berkesenian. Prinsip kesadaran kecintaan ini juga hasil refleksi diri yang ia ingin tunjukkan bahwa menjadi seniman memerlukan suatu dorongan dari dalam.

Mengajarkan menerobos tembok bakat atau tidak berbakat. Yang sebenarnya ingin menunjukkan bahwa berkesenian tanpa suatu niat nyali kecintaan kesadaran dan kebanggaan tidak akan terjadi walaupun berbakat. Melukis itu menangkap jiwa ini Nashar ingin mengatakan janganlah ikut ikutan orang lain temukan jati dirimu yang terpenting adalah refleksi jiwa yang mampu menemukan sesuatu yang baru.

Nashar ingin mengatakan bahwa seni itu suatu dialog dan didialogkan,maka dalam pameran nashar berpendapat pameran merupakan upaya mendialogkan karyanya kepada publik bukan untuk membuat pasar atau jualan. Kalaupun ada yang terjual itu hal yang berbeda. Yang lebih keras lagi Nashar mengatakan berkesenian bukan untuk mencari makan. Mencari makan ya mencari makan.

Tidak semua seniman atau pelukis memiliki komitmen yang kat dan keras. Apa yang dikatakan Nashar ia lakukan dengan segala konsekuensi sosial yang ia terima. Itulah integritasnya yang menjadikan Nashar sebagai sebuah tonggak.

Pengabdiannya dalam berkesenian memang tulus jujur tanpa pamrih dan berupaya memberi sesuatu yg baru. Ia menemukan gaya dan coraknya yang khas Nashar. Ia berani menunjukkan hasil kerja kerasnya dan apa yang ia lakukan walaupun sarat dengan penderitaan namun dari situlah muncul apresiasi dan rasa hormat kepadanya. Nashar pengabdiannya menjadi sebuah tonggak seni rupa di Indonesia.**

Penulis: Chrysnanda Dwilaksana adalah Pemerhati dan Pencinta Budaya Nusantara dan Pendiri Kampoeng Semar

Share
Leave a comment