Dari Pramono Bagi Indonesia

TRANSINDONESIA.CO – Pramono Pramoedjo dikenal sebagai kartunis media Sinar Harapan dan setelah itu Suara Pembaruan. Karya karyanya menggelitik banyak hal yang dicatat di dalamnya. Kedalaman karya Pramono bukan sebatas pada teknis menggambar semata melainkan kepekaan dan kecerdasannya menangkap peristiwa yg akan di gambarnya atau dijadikan model karikaturnya.

Opini opini Pramono begitu lugas cerdas, memang jarang yang mendalami atau mengkaji kedalaman karya karyanya. Dari buku buku karikatur yang sudah terbit menunjukkan betapa dalam catatan sejarah bangsa ini. Baik dalam urusan dalam negeri hingga luar negeri. Apa yang digambarkan seringkali hanya ditangkap kelucuannya keapikan gambarnya, namun konten kedalaman pesannya jarang ditelaah apalagi dibahas. Padahal itulah yang penting bagi catatan sejarah dalam gambar.

Karikatur bisa saja dikatakan kartun opini yang menjadi tajuk atau pengungkapan isu penting yang terjadi pada masyarakat.

Memahami karya Pramono sebenarnya juga belajar atas rentang peristiwa yang menjadi head line atau tajuk dari media atas peristiwa yang diliputnya. Memahami kedalaman suatu karya karikatur jelas melihat apa yang ingin disampaikan sebagai early warning, kepekaan dan kepeduliannya bahkan bisa saja dilihat dari keberpihakannya kepada keadilan, kebenaran dan kemanusiaannya.

Pramono Pramoedjo hingga kini terus mengasah kepiawaiannya dalam menangkap situasi sosial yang terjadi dalam masyarakat. Di usia senjanya, guyonan guyonan cerdasnya masih terasa dan masih dirasakan segar yang menunjukkan Pram seorang pembelajar tidak mau kalah atas waktu usia dan suasana.

Buku buku yang sudah diterbitkan merupakan catatan sejarah, seni, karikatur Indonesia, di mana Pram tetap komitmen dan konsisten hingga saat ini. Inilah jasa seorang guru (Pak Kusnadi) yang membangkitkan semangatnya menggambar lagi. Pak Kusnadi seorang guru dan kritikus seni yang peka peduli akan seni dan kebudayaan di Indonesia. Beliau berkenan mendatangi muridnya yang sedang down dan enggan berkarya.

Bisa dibayangkan jika Pramono yang sejak tahun 1971 tidak lagi berkarya? Indonesia kehilangan maestronya. Ini mungkin yang perlu saling menguatkan antar sesama antar kurator yang bukan saling mengkritisi, tapi spirit membangkitkan. Model konflik ala panjat pinang, satu naik satu melorotkan tentu ini tidak ada kemajuan, selain saling menjatuhkan. Parahnya lagi di era post truth ini malah saling membunuh karakternya.

Memahami karya Pramono setidaknya mencakup unsur-unsur yang secara garis besar menunjukkan:

1. Ada ketimpangan sosial atau ada sesuatu yang tidak berjalan sebagaimana mestinya

2. Rakyat atau pihak yang lemah dikorbankan atau terdampak

3. Masalah yang berkaitan dari ideologi politik, sosial, hukum, seni, budaya, korupsi, kebijakan publik hingga ketidak adilan bahkan gangguan keteraturan sosial

4. Diungkapkan dalam bentuk dialog gambar untuk menunjukkan sesuatu yang dikritisi

5. Ada sesuatu yang boleh dikatakan tempered radical

6. Ada sisi lucu atau humor sehingga memudahkan dicerna atau ditangkap pesan moralnya

7. Plesetan dalam bentuk gambar maupun tulisan menjadi pelengkap opini yang disampaikan

8. Karakter yang dibuat oleh seniman menjadi tanda khusus atau boleh dikatakan sebagai style atau gayanya

9. Keberpihakannya pada kebenaran keadilan dan kemanusiaan

10. Tidak menghakimi atau menyalahkan namun ada sesuatu yang dapat dijadikan bahan belajar dari kesalahan.

Sebenarnya masih banyak point point penting yang bisa didalami dalam setiap karya Pramono, namun setidaknya 10 point di atas telah ditunjukkan sebagai komitmen dan konsistensinya dalam berkarya.

Karikatur dan kartun Pramono sedikit demi sedikit akan digital kan sehingga interpretasi dan apresiasinya akan lebih mudah dikenal luas. Dan ide ide cerdas bebasnya tidak hilang ditelan waktu. Pramono ada dan hidup, ia berjuang melalui karya karyanya bukan sebatas dongeng.

Kedalaman karya yang dihasilkan sangat luar biasa. Melalui media sosial dan teknologi digital tentang Pramono dapat terus dibahas dan dipelajari dari karya dan orang-orang terdekatnya. Pramono memang tidak meminta apa apa ia hanya ingin karyanya memiliki ruang untuk dapat dipelajari dan dikenang. Kami dari komunitas Kampoeng Semar berupaya membuat Electronic Book dan mensharingkan forum-forum dialog tentang Pramono di lini mana saja. Upaya kami bukan lagi mengkritisi melainkan memberi suatu apresiasi dan interpretasi atas karya Pramono yang tak lekang ruang dan waktu.**

Penulis: Chryshnanda Dwilkasana – Penggiat Seni Budaya Kampoeng Semar

Share
Leave a comment