Pramono Pramoedjo: Guyon Maton Sang Maestro

TRANSINDONESIA.CO – Pramono Pramoedjo dikenal sebagai karikaturis koran Sinar Harapan dan kemudian setelah dibredel menjadi Suara Pembaharuan. Karya karyanya menggelitik kritis penuh rasa humor digambar dalam teknis yang prima. Pramono senantiasa berupaya menampilkan yang terbaik dalam karikatur-karikaturnya.

Kritiknya jleb pedas namun dalam kesan santun dan lucu. Yang dikritik mungkin sangat terasa namun apa yang digambarkannya dengan penuh kelucuan sehingga mengundang tawa. Kritik terhadap presiden SBY dan JK yang digambar naik sepeda statis di depan ada rodanya di belakang tanpa roda. SBY dan JK digambarkan dalam wajah tersenyum penuh semangat mengayuh sepeda tersebut.

Gambar karikatur Pramono memang tak sebatas kritik namun juga sebagai editorial dalam gambar yang mengulas situasi yang sedang menjadi perhatian publik atau merupakan isu isu penting yang terjadi di dalam masyarakat. Kritik tentang anti korupsi digambarkan banyak orang berteriak teriak tetapi di belakangnya masih ada kasak kusuk, bisik bisik yang mungkin maknanya apa yang dikatakan tidak sesuai dengan apa yang dilakukan.

Mengubur kasus besar seperti Bank Century ada yang nyeleletuk: “kalau dikubur belum waktunya bisa jadi hantu lho pak”. Dalang dengan wayang yang tidak ada bedanya dalangnya raksasa yang dimainkan wajah raksasa pasti yang dimenangkan raksasanya. Penjualan aset aset dan sumber daya alam Indonesia atas para mafia, demi dolar tidak lagi mempedulikan lingkungan dan kemanusiaan.

Kepiawaian Pramono menggambar wajah tokoh atau pimpinan negara dan para pejabatnya tidak sebatas membesarkan kepala namun mampu menunjukkan karakternya. Pramono pernah menjelaskan bahwa yang digambar adalah karakternya dengan melebih lebihkan yang lebih atau mengurang kurangi yang kurang.

Kelucuan bukan tanpa proporsi atau sesuatu yang sarkas melainkan menunjukkan karakter di balik kebijakan atau perilakunya. Tidak mudah memang menggabungkan antara pesan moral, teknis, kata kata yang disampaikan, yang menyatu, saling kait mengkait sebgai model tajuk dalam gambar.

Karikaturis pun mengemban tugas jurnalistik. Mengkritik dengan kritis bukan provokatif apalagi SARA melainkan memberi peringatan dan berbasis data. Tatkala ada sesuatu yang tidak sebagaimana semestinya maka karikaturis akan mendapat banyak inspirasi. Penegak hukum dan penegakannya yang tebang pilih bukan tebang habis pun menjadi bagaian kritikan dari karikatur Pramono. Masalah politik dan kebijakan-kebijakan publik pun terus menjadi inspirasi.

Guyon maton sering digunakan menyambung pesan moral atau edukasi kepada publik melalui canda tawa. Cara cara ini akan lebih mudah diterima publik. Sistem edukasi bisa bervariasi dalam penyampaian canda tawanya. Gambar Pramono memiliki kekuatan kritik dalam candaan. Dalam pertunjukkan wayang kulit misalnya menampilkan punokawan Semar Gareng Petruk Bagong yang bercanda dalam goro goro. Tuturan dalam lakon Kuncungblan Bawuk pun juga dengan gaya guyon maton. Lawakan dagelan Mataram Basiyo Gito Gati den Baguse Ngarso, dll juga menampilkan canda tawa dengan pesan moral.

Pramono mengolah gaya guyon maton dalam gambar kritikannya yang mampu memberikan semacam early warning atau pesan moral atas suatu peristiwa. Kepiawaian menggambarkan situasi dalam gambar yang karikatural mendalam sepertinya talenta khusus antara pengetahuan ketrampilan dan rasa atau jiwa seninya saling menguatkan sehingga menjadi sesuatu yang menarik dan mudah ditangkap indera (eye catching).

Guyon maton sang maestro akan ditampilkan dalam pameran virtual dan aktual di Balai Budaya Jakarta pada 9 – 18 Januari 2021.

Semoga apa yang diguyonkan Sang Maestro menjadi suatu sajian apresiasi dan interpretasi atas perkembangan seni rupa khususnya tentang karikatur dan kartun di Indonesia. Semoga!

Chryshnanda Dwilaksana (Pelukis dan Pemerhati Seni Budaya)

Share
Leave a comment