Penulis Australia yang Ditahan di China Harapkan Keadilan Meski Disiksa
TRANSINDONESIA.CO – Seorang penulis Australia keturunan Tionghoa memberi tahu keluarganya bahwa ia telah disiksa selama hampir dua tahun dalam penahanan di China tetapi mempertahankan keyakinan bahwa ia akan menerima keadilan di pengadilan.
Yang Hengjun ditahan setelah tiba di Guangzhou di China selatan dari New York pada Januari tahun lalu bersama istrinya, Yuan Xiaoliang, dan putri tirinya yang berusia 14 tahun.
Novelis berusia 55 tahun dan blogger pro-demokrasi itu didakwa secara resmi melakukan spionase Oktober lalu sehingga membuka kesempatan baginya untuk diadili. Yang merupakan salah satu penulis terkenal di Australia, dan karya-karyanya banyak menyorot seluk beluk dunia intelijen.
“Setelah dua tahun ditahan dan mengalami penyiksaan, setelah melalui lebih dari 300 interogasi dan banyak pelecehan verbal, saya sekarang cenderung melakukan perenungan yang dalam,” tulis Yang dalam surat musim liburannya baru-baru ini yang ditujukan kepada istrinya, putra-putranya serta para teman, kolega, dan pembacanya.
Dalam surat, yang sempat dilihat Associated Press, Rabu (23/12), itu, Yang mengatakan kepada mereka, “Aku semakin merindukanmu”.
China membantah tuduhan-tuduhan yang disampaikan penulis itu.
“Tidak ada yang namanya penyiksaan atau penganiayaan,” kata Zhao Lijian, juru bicara Kementerian Luar Negeri China. “Berbagai hak hukum Yang Jun (juga dikenal sebagai Yang Hengjun) sepenuhnya dijamin sesuai hukum.”
Yang Hengjun, yang juga pernah menjadi pejabat di Kementerian Luar Negeri China, bersikeras mengatakan, ia tidak bersalah. Ketika pihak berwenang memeriksanya, kata Yang, mereka tidak dapat menemukan sesuatu yang keliru menyangkut dirinya.
“Saya masih memiliki kepercayaan pada pengadilan. Saya pikir mereka akan memberi saya keadilan,” tulis Yang. “Apakah mereka menilai saya bersalah atau tidak akan mengungkap banyak hal tentang apakah pengadilan diatur oleh aturan hukum atau oleh kekuasaan absolut murni.”
Dalam suratnya, Yang menasihati para pendukungnya agar mewujudkan demokrasi, supremasi hukum dan kebebasan.
Australia telah berulang kali meminta kepada pihak berwenang China penjelasan tentang tuduhan terhadap Yang.
Pejabat Kedutaan Australia terakhir mengunjungi Yang dalam tahanan di Beijing, Kamis lalu, menurut pernyataan Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia. Pernyataan itu tidak mengungkapkan informasi lebih lanjut karena alasan privasi.
Penahanan Yang dilakukan sewaktu hubungan bilateral antara kedua negara semakin memburuk, terutama sejak Australia menyerukan penyelidikan independen tentang asal-usul pandemi virus corona. [ab/ka]
Sumber: Voaindonesia