World Tourism Day: Hari Pariwisata Dunia

TRANSINDONESIA.CO – Hari Pariwisata Dunia diperingati setiap tanggal 27 September. Mungkin di Indonesia belum begitu mahfum. Pariwisata seringkali dipahami atau dimaknai bermain refreshing atau sekedar mengisi liburan semata.

Membahas pariwisata ini memikirkan secara holisitik bahwa pariwisata bagian dari kekuatan bangsa dan sebagai penanaman kesadaran dan penyadaran patriotisme. Yang dibangun bukan sekedar kelompok tetapi masyarakatnya yg dapat menjadi bagian dari kekuatan sosial ekonomi budaya bahkan keamanan hingga daya tahan serta daya saing.

Konsep pariwisata bukan sekedar tempat atau benda atau ruang tetapi jiwa manusia sebagai pemilik kebudayaan. Konteks kebudayaan di sini dipahami sebagai pilar peradaban. Peradaban bukan sekedar bisa ini dan itu atau mampu berteknologi melainkan kemampuan mewujudkan dan memelihara keteraturan sosial untuk dapat bertahan hidup tumbuh dan berkembang.

Pariwisata kompleks dan saling kait mengkait yang dpat ditunjukkan dari sistem politik, ekonomi, sosial, budaya, keamanan, keselamatan bahkan pertahanan hingga hukum dan teknologi. Hakekat pariwisata adalah keteraturan sosial, keseimbangan dan anti premanisme.

Tatkala aparat menjadi preman yang tahunya majak dan malak maka akan diikuti kelompok kelompok preman lainnya. Perijinan, pengawasan, dan lainnya diupayakan memberi ruang tumbuh dan berkembang bagi masyarakat yang memiliki passion pada bidang pariwisata bukan sebaliknya.

Kekuatan membangun pariwisata dapat dikaitkan pad; religi, seni, tradisi, hobi, komuniti hingga teknologi. Bahkan hal-hal yang primordial pun dapat menjadi kekuatan membangun sadar wisata. Primordial tatkala dikuasai preman akan menjadi potensi konflik sebaliknya primordial tatkala dijadikan pilar masyarakat sadar wisata akan menjadi bagian dari patriotisme kecintaan dan kebanggaan terhadap bangsa dan tanah air.

Bagi Bangsa Indonesia yang kaya akan seni budaya dan alam serta berbagai sumber daya yang unik dan soft power mengatasi berbagai gerusan. Tatkala political will dan aparatnya hanyut dalam premanisme maka rakyatnya sebatas mengais di jalanan, pariwisata tidak memiliki daya. Siapa mau datang kalau tidak aman, jalanan rusak, sulit transportasi, banyak tukang palak dan ketidak pastian. Siapa akan kangen kalau kumuh sarat sampah tidak termanage dengan baik ditambah suasana tidak asri.

Premanisme memang harus dipangkas diminimalisir semaksimal mungkin. Tentu setidaknya triple helix antara pemerintah akademisi dan para pelaku bisnis peduli dan berani memulai mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan membangun masyarakat sadar wisata sebenarnya ini mencerdaskan kehidupan bangsa. Membuat sadar alam, sadar view, sadar seni budaya yang semua dpat untuk kehidupan dan menghidupi.

Bali dapat dijadikan contoh, dan menjadi model karena masyarakatnya sadar bahwa dengan aman, nyaman, asri, maka akan ngangeni. Apa saja bisa dan semua bagian dapat ditumbuh kembangkan. Seni pun tidak hanya seni biasa bahkan seni kesukuan hingga seni kasar atau brut art dapat dijadikan obyek wisata.

Lihat saja apa yang dilakukan Ni Nyoman Tanjung yang menderita sizofrenia namun karya-karyanya diakui dan menjadi ikon brut art Indonesia. Karya karyanya banyak dikoleksi museum brut art di Swiss. Belum lagi karya-karya maestro seni lukis dan patung yang karyanya berada di museum museum ternama di Eropa. Seni dari nada suara cerita gerak kata rasa hingga rupa mampu menjadi roh atau passion yang menghidupkan pariwisata.

Masyarakat yang sadar wisata merupakan refleksi kewarasan politik yang masyarakatnya cerdas tidak gampang dibodoh-bodohi atau diadu domba. Selain kewarasan berani melawan premanisme juga KKN.

Premanisme dan KKN mematikan bangsa ini dan mudah terpecah belah. Melalui masyarakat yang sadar wisata upaya membuat bangsa tetap berdaulat, berdaya tahan, berdaya tangkal bahkan mampu berdaya saing. Walaupun dalam gerusan teknologi hingga pandemi Covid-19 pun pariwisata tetap merupakan pilar waras dan berbangsa bernegara.

Konflik primordial memang paling gampang disulut dalam masyarakat majemuk. Namun dengan masyarakat yang sadar wisata maka kaum penghianat bangsa ini akan mati dengan sendirinya. Cara-cara preman dan keahlian KKN tidak akan laku lagi. Nampak jelas kejahatannya membodoh-bodohi rakyatnya dengan berbagai atas nama atau kepentingan busuknya.

Hari Pariwisata Dunia menyadarkan mengingatkan kita semua untuk terus berjuang membangun peradaban dengan mencerdaskan kehidupan bangsa, menjaga Kebhinekaan dan menumbuhkembangkan seni budaya serta mampu mengemas memaknai dan memarketingkan. Indonesia negara super power seni budaya semestinya dibangun menjadi negara super power pariwisata.

Jakarta
Hari Pariwisata Dunia
27 September 2020
Chryshnanda Dwilaksana

Share