ITW : Tak Usah Gubris Rencana Pesepeda Masuk Tol

TRANSINDONESIA.CO – Indonesia Traffic Watch (ITW) meminta semua pihak untuk menjadikan usulan sepeda melintas di ruas tol dalam kota oleh Gubernur DKI Anies Baswedan sebagai momentum untuk kembali menaati UU No 22 tahun 2009 tentang lalu lintas. Semua instansi dan lembaga yang terkait membangun koordinasi dan kesepakatan untuk tetap menggunakan UU No 22 tahun 2009 sebagai dasar untuk menyelenggarakan lalu lintas dan angkutan jalan.

Semua pihak yang ikut bertanggungjawab mewujudkan keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas (Kamseltibcarlantas), tidak lagi membahas usulan-usulan yang tidak didasari pada aturan yang sudah ditetapkan dalam UU No 22 tahun 2009. Lebih baik duduk bersama untuk mencari solusi efektif agar dapat meningkatkan kesadaran tertib berlalu lintas masyarakat.

“Kalau aturan tidak mengakomodir sepeda bisa melintas di ruas jalan tol, seperti yang diusulkan Gubernur DKI Anies Baswedan, sebaiknya tidak usah digubris. Anggap saja itu usul dari seseorang yang belum mengerti tentang keselamatan lalu lintas. Tidak perlu buang energi untuk membahas hal-hal yang tidak ada landasan hukumnya,” kata Ketua Presidium ITW, Edison Siaahan dalam siaran persnya, Jumat (28/8/2020).

Sebab lanjut Edison, sudah terlalu banyak kebijakan berupa Permen,Pergub yang melanggar UU No 22 tahun 2009 sehingga menambah kerunyaman lalu lintas khususnya di kota-kota besar di Indonesia. Melalui kebijakan ilegal terjadi dan dibiarkan praktik-praktik ilegal terlihat seperti legal.

“Diantaranya, sepeda motor dijadikan sebagai angkutan umum, padahal UU No 22 tahun 2009 menjelaskan bahwa kendaraan roda dua bukan kendaraan umum. Akhirnya, membuat lalu lintas semakin semraut. Kemudian kendaraan atau mobil pribadi berpraktik sebagai angkutan umum atau dikenal taksi online, padahal tidak semua kendaraan yang digunakan telah memenuhi persyaratan yang diatur dalam UU no 22 tahun 2009,” ungkap Edison.

Belum lagi kata Edison, rencana-rencana yang dilontarkan sehingga meresahkan masyarakat. Seperti memberlakukan kebijakan ganjil genap selama 24 jam, padahal UU No 22 tahun 2009 menjelaskan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan ruang lalu lintas dan mengendalikan pergerakan lalu lintas dapat  diselenggarakan manajemen kebutuhan lalu lintas. Dengan cara pembatasan gerak kendaraan pada koridor atau kawasan tertentu pada waktu dan jalan tertentu.

Tak dapat dipungkiri sambung Edison, pemerintah mengangkangi UU No 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan.

“Maka, sudah waktunya kembali taat pada aturan agar lalu lintas bisa lebih baik. Sebab UU itu dibuat untuk mewujudkan Kamseltibcarlantas, karena lalu lintas sebagai urat nadi kehidupan.Kemudian untuk meningkatkan kualitas keselamatan sebab SDM merupakan aset utama bangsa yang harus diselamatkan dari ancaman kecelakaan lalu lintas,” kata Edison seraya menyatakan  untuk membangun budaya tertib berlalu lintas. Maka pemerintah harus menjadi contoh agar kesadaran masyarakat tumbuh untuk menjadikan keselamatan lalu lintas sebagai kebutuhan yang harus dipenuhi.[rel/kar]

Share