Seni Antara Tradisi Religi dan Politik

TRANSINDONESIA.CO – Seni menjadi jembatan dalam menumbuhkembangkan hidup dan kehidupan bahkan pelestarian suatu peradaban. Seni bukan sebatas karya atau dibuat buat melainkan sesuatu yang diciptakan dengan penuh kesadaran atas dasar pengalaman pengetahuan dan teknik serta cita rasa dengan jiwa.

Di dalam kehidupan masyarakat sejak jaman pra sejarah mimesis atau meniru atau melihat dengan cara pandangnya atau pendekatannya sudah dilakukan. Seperti lukisan lukisan di gua gua pra-sejarah dengan menggambarkan binatang manusia dan alam .

Seni muncul karena ada hasrat dan ini dapat dikatakan sebagai panggilan jiwa. Bagaimana suku suku yang masih tergolong hidup mengandalkan alam mereka juga berkesenian. Mampu menciptakan alat musik, mendongeng, memahat, mengukir, menari. Manusia sebagai mahkluk sosial memiliki kebutuhan adab. Di sinilah dalam hidup bersama muncul seni sebagai jembatan hati, komunikasi sosial bahkan sebagai saluran pengungkapan atas uneg uneg dan hal hal lain secara beradab.

Di dalam religi maupun tradisi untuk lestari seni pun mendominasi atau setidaknya membuat ikon yang dapat sebagai tanda pengenal atau untuk tanda tempat yang menjadi pusat berkumpul menjalankan ritual.

Seni menjadi bagian atas berbagai upacara dan ritual dari penyampaian permohonan ucapan syukur sampai dengan pengorbanan atau persembahan. Tarian nyanyian bahkan rapalan atas sesuatu pun merupakan sesuatu yang menunjukkan tingkat imajinasi dan akal budi.

Seni di dalam hidup dan kehidupan sering kali dipandang sebelah mata karena dianggap sesuatu yang mudah atau kurang berguna. Semakin tinggi peradaban semakin besar ruang bagi seni dan senimannya dan jalan hidup menjadi seniman dengan penuh kebanggaan sebagai jalan hidup yang diambil atau dipilih.

Demikian halnya sebaliknya. Peradaban bukan diteriakkan dengan paksaan atau ancaman dibawah tekanan melainkan dengan kesadaran.

Seni akan hidup tumbuh dan berkembang tatkala politiknya sehat waras dan memahami akan peradaban.

Tatkala para politikus nya hanya bermain kekuasaan dan pendekatan uang jabatan maka seni akan merosot bahkan bisa kering tandus sulit berkembang.

Bung Karno sang Proklamator, beliau politikus ulung menyadari bangsa yang merdeka akan menjadi bangsa yang beradab. Peradaban ditunjukkan dari karya seni dan para senimannya.

Lihat saja, dari koleksi Bung Karno hampir semua menjadi master piece. Ruang seni ada di istana berbagai seniman besar lahir seiring kemerdekaan Bangsa Indonesia. Seperti Affandi, S Sudjojono, Hendra Gunawan, Adullah, Basuki Abdullah, Trubus sudarsono, agus jaya, soedibyo, Sudarso, Otto Jaya, Henk Ngantung, Basuki Reksobowo, Hariyadi, Edy Soenarso, dan lain lainnya.

Seni yang bernafaskan gaya dan tradisi pun hidup. Seperti karya I Gusti Nyoman Lempad, I Nyoman Tjokot, Ida Bagus Made Poleng, AA GD Sobrat, Ida Bagus Nadera, I Gusti Ketut Kobot dan banyak lainnyapun hidup. Para pelukis asing pun mendapat ruang yang menjadi tinta emas sejarah seni di Indonesia seperti, Rudolf Bonet, Walter Spies, Mario Blanco, Rudolf Hofker, Arie Smith, Sonega, dan lainnya semua memiliki ruang dan panggung untuk berkarya dalam semesta alam bangsa merdeka.

Belum lagi, di bidang seni sastra tari musik drama teater semua mampu tampil dalam menjaga kewarasan sosial. Di mana peradaban suatu bangsa dalam berjuang dan memperjuangkan bagi semakin manusiawinya manusia di situ seni menjadi barometernya.**

[Chryshnanda Dwilaksana]

Share