Hidup Manusia Karena Belas Kasih Tuhan
TRANSINDONESIA.CO – Melihat kisah anak anak kecil dari Surabaya yang ditinggal ibunya entah ke mana sedangkan ayahnya meninggal karena Covid-19, mengharukan dan bahkan menyedihkan. Kemana rasa tanggung jawab orang tua. Kemana anak anak ini harus bertahan hidup dan menyiapkan masa depan yang lebih baik. Di dalam wajahnya nampak kosong air mata pun mungkin sudah habis.
Saya jadi teringat cerita dari Rusia (dalam seri cerita dari lima Benua) terbitan Gramedia berjudul, “Simon dan Orang Bercahaya”. Kisah ini menceriterakan tentang Simon tukang pembuat sepatu yang bertemu dengan Mikael (yang sebenarnya Malaikat Tuhan yang sedang dihukum atau disuruh belajar tentang hidup dan kehidupan manusia karena menentang perintah Tuhan mencabutnya ayah dari 2 anak yang baru beberapa saat ibunya meninggal. Bagaimana anak anak ini hidup tanpa orang tua pikir Mikael.
Singkat ceritera Mikael seperti dijatuhkan di dekat gereja tanpa busana pada musim dingin kemudian ditolong dengan Simon dan hidup membantu menjahit sepatu di rumah Simon. Simon dan keluarganya tidak pernah tahu siapa dan dari mana Mikael. Di dalam perjalanan hidup bersama Simon, Mikael tidak banyak bicara dan hampir tidak pernah tersenyum. Hany 3x tersenyum saat melihat anak anak dari orang tua yang nyawanya dicabut Mikael hidup dan ada orang tua angkat yang memeliharanya dan menghidupinya. Mikael belajar dari hidup dan kehidupan manusia bahwa hidup itu benar dari kasih Tuhan. Anak anak itu tetap hidup ada yang mengasihinya dan tumbuh menjadi besar. Banyak hal yang dipahami Simon bahwa kasih Tuhanlah yang memberi hidup dan menghidupi. Saat ia benar-benar Mikael sudah yakin Tuhanlah sumber hidup dan kehidupan dan Sang Empunya kehidupan, Mikael kembali bercahaya dan mengadahkan ke langit dirinya kembali menjadi malaikat dan menuju surga. Barulah di situ Simon dan keluarganya mengetahui bahwa Mikael itu malaikat Tuhan.
Dari kisah di atas mengajak kita semua merenung belajar bahwa hidup adalah anugerah. Bahwa hidup itu berkat dan harus menjadi berkat. Manusia sejelek apapun memiliki kebaikan dan niat baik. Kita seringkali hanya minta dipahami. Kecanduan pujian dan tepuk tangan. Gampang menghakimi. Sulit memaafkan dalam hati yang selalu memendam rasa dendam. Serakah dan terus mengeluh rasa syukur hampir hampir pernah diucapkan.
Menyampaikan rasa terimakasih saja berat. Menganggap dirinya paling dari paling hebat sampai paling susah. Semua diukur dari ukuran duniawi bahkan surga pun kadang kadang ingin dikuasainya. Memang hidup ini berat tidak mudah hidup adalah perjuangan.
Sastrawan dari India, Rabindranath Tagore menuliskan “di dalam tidurku aku bermimpi bahwa hidup adalah kebahagiaan. Di kala aku bangun aku menemukan bahwa hidup adalah kewajiban
Tatkala aku melakukan kewajiban aku menemukan kebahagiaan”.
Hidup adalah kenyataan. Hidup adalah kewajiban. Kebahagiaan adalah melakukan kewajiban. Seorang pastor dan piritualis dari India, Anthony de Melo menuliskan bahwa “kebahagiaan bukan sesuatu tetapi buah sesuatu”.
Manusia sering dikatakan homo homini lupus. Manusia itu serigala bagi sesamanya. Akan menjadi lebih baik tatkala manusia adalah memanusiakan sesamanya. Sitou timou tomou tou (spirit dari manado). Manusia lahir hidup hingga kematiannya singkat bahkan diistilahkan urip mong mampir ngombe. Hidup menjadi berkat tatkala membawa manfaat. Di mana senantiasa mampu berbagi, peka peduli dan berbela rasa kepada sesama terutama yang termarjinalkan dan dalam penderitaan.[Chryshnanda Dwilaksana]