Seni Ekologi: Seni Bersih Bersih Lingkungan

TRANSINDONESIA.CO – Seni ekologi sebenarnya bagian dari bersih bersih lingkungan sambil berkesenian yang tak sebatas menyapu membuang sampah memulung atau jual rongsokan. Apa yang saya pikirkan adalah seni dlm membantu mengatasi sampah. Memberdayakan sampah sampah dari lingkungan hidup kita yang bisa kita jadikan sumber kreatifitas.

Dalam kehidupan kita menghasilkan sampah setiap hari dan terus menerus sampai kita tidak lagi hidup di bumi ini.  Para pelopor dan pejuang seni sampah cukup banyak dan karya karyanya juga sangat artistik sarat makna.

Sampah seakan barang buangan, barang kumuh sumber penyakit  barang sisa yang harus dibuang  disingkirkan dari kehidupan sosial kemasyarakatan. Para pemulung, tukang sampah dan banyak pekerja pekerja yang menangani sampah terus berjuang dari pintu ke pintu sampai dengan tempat pembuangan akhir. Memang sampah digunakan diseleksi, diklasifikasikan dalam bentuk seni, instalasi, patung, lukisan bahkan kerajinan kerajinan yang akan dibuat.

Para pelopor seni ekologi sudah menorehkan tinta emas dalam kehidupan sosial dari menanam dan mengajarkan kebersihan serta mendaur ulang. Pejuang di persampahan perjuangannya bukan sebatas menjual rongsokan atau sisa sisa sampah yang bisa di daur ulang atau bisa digunakan kembali, melainkan melahirkan kembali sesuatu yang berguna sebagai tanda atau tonggak peradaban.

Menghadapi plastik, kaleng, dqn sebagainya yang sulit hancur di dalam tanah akan menjadi bom waktu atas kerusakan lingkungan. Di dalam aliran aliran seni modern memberikan ruang kemerdekaan berpikir, berkreasi dengan apa saja dan dengan cara bagaimana mewujudkannya. Memang kalau di sadari dan dipikirkan sungguh sungguh, seni kontemporer Indonesia mengkiblat ke barat baratan ada juga  ke timuran, primitif atau gaya religi bahkan sosial kemasyarakatan.

Corpus Christy  karya Teguh Ostentrik dari rongsokan mesin mesin atau besi besi tua yang dibuat disusun sedemikian rupa untuk menunjukkan suatu penderitaan dan proses penyelamatan.
Karya karya Tisna Sanjaya yang memberdayakan sampah tanah sebagai wujud ekspresi kritik sosial dan menunjukkan kehidupan sosial kemasyarakatan. Marchendise dari puing puing Tembok Berlin yang dikemas sedemikian rupa mampu menjadi sesuatu yang baru, unik, menarik dan memiliki nilai.

Karya karya instalasi Sunaryo yang memberdayakan batu, kayu, bambu dalam karya karyanya. Einseln Kiefer dengan berbagai media besi, kertas, kaca, kain, kayu diolah dalam cita rasa seni menjadi suatu karya baru. Banyak lagi, tas daur ulang kain perca.

Dan banyak lagi pejuang pejuang dan seniman seniman yang layak disebut sebagai pejuang seni ekologi dengan kegigihannya, konsistensinya, keberaniannya, cara berpikir yang no box untuk terus memerdekakan seni yang. digelutinya.

Seni dalam menata dan memberdayakan sampah plastik, kain, kertas, kaca, besi, memerlukan nyali keberanian mencoba mendalami menggeluti dan konsistensi. Bukan ikut ikutan atau hanyut arus melainkan suatu kesadaran tanggung jawab dan peka peduli serta bela rasa melalui kepiawaiannya untuk memberikan solusi walaupun dalam karya seni.
Namun sangat mendasar karena seni menunjukkan suatu kewarasan peradaban dan Keteraturan sosial pada semua lini kehidupan terutama politiknya.**

[Chryshnanda Dwilaksana]

Share
Leave a comment