Anggota DPRD Lahat: IUP PT Artha Prigel Bisa Dicabut Karena Tak Taat UU

TRANSINDONESIA.CO – Bupati Lahat bisa mencabut Ijin Usaha Perkebunan (IUP) PT Artha Prigel karena tak menaati sejumlah peraturan. Pencabutan IUP dimungkinkan seperti tercantum dalam sejumlah peraturan yang diterbitkan pemerintah.

Penilaian tersebut dikemukakan anggota DPRD Lahat Nopran Marjani menyusul tewasnya dua warga Pagar Batu yaitu Putra (33) dan Suryadi (36) terkait sengketa lahan pada 21 Maret 2020. Selain itu, dua petani lainnya mengalami luka bacok yaitu Sumarlin dan Lion Agustin. Seorang terduga pelaku yaitu seorang Satpam PT Artha Prigel sudah ditangkap Polres Lahat dan kini tengah menjalani penyidikan.

Pasca kejadian tersebut, pada 23 Maret 2020, DPRD Lahat menggelar Rapat Dengar Pendapat yang dihadiri sejumlah pihak terkait. RDP DPRD Lahat menghasilkan sejumlah keputusan antara lain rekomendasi kepada Bupati Lahat agar mencabut IUP PT Artha Prigel.

“Berdasarkan UU No 39 Tahun 2014 Tentang Perkebunan, IUP perusahaan perkebunan memang bisa dicabut jika melanggar peraturan,” kata anggota Komisi IV DPRD Lahat, Nopran Marjani saat dihubungi TransIndonesia.co via telepon, 7 April 2020.

Nopran menunjuk pasal 60 UU No 39 Tahun 2014 Tentang Perkebunan. Dalam pasal 60 ayat c disebutkan perusahaan perkebunan yang melanggar ketentuan bisa dilakukan pencabutan Ijin Usaha Perkebunan.

“Jadi ketentuannya ada, karena itu kita telah merekomendasikan kepada Bupati Lahat untuk ditindaklanjuti,” tegas Nopran.

Menurut Nopran PT Artha Prigel telah melanggar sejumlah ketentuan antara lain telah menanam sawit pada saat belum mengantongi ijin secara lengkap termasuk Hak Guna Usaha. Bertahun-tahun setelahnya baru mereka mengantongi HGU. “Ibaratnya orang hamil duluan baru nikah,” tutur Anggota DPRD Lahat dari Fraksi Gerindra ini.

PT Artha Prigel juga tidak menjalankan ketentuan UU No 39 Tentang Perkebunan dengan memberikan 20 persen lahannya untuk dikelola masyarakat sekitar dalam pola kemitraan. “Kalau mereka memiliki HGU 2.000 hektare, semestinya 400 hektare diberikan kepada masyarakat untuk dikelola melalui pola kemitraan,” terang anggota Komisi IV ini.

Dengan sejumlah pelanggaran ini, Nopran menegaskan Bupati Lahat bisa bertindak untuk melindungi warga Lahat dalam sengketa Lahan. “Sengketa itu muncul karena ketidakadilan. Masyarakat kita ini miskin karena tak lagi punya lahan untuk dikelola. Jika ini dibiarkan terus, bukan tidak mungkin warga akan kembali jadi korban. Ini yang kita tidak mau,” pungkas Nopran.

Sementara itu Yulius Humas PT Artha Prigel seperti dikutip dari Jurnalsumatra.com pada berita berjudul ‘PT Artha Prigel Terancam Gulung Tikar’ 25 Maret 20120 menyatakan pihaknya sudah mengantongi ijin dan legalitas terkait lahan yang disengketakan. “Sejak awal mediasi sudah disampaikan, kami mengantongi semua yang dibutuhkan,” tutur Yulius. [mm]

Share