Kesehatan Rakyat Dipelihara Negara

TRANSINDONESIA.CO – Sejak 2013, mungkin lebih awal lagi, saya kerap dikirimi ‘Majalah Konsitusi’ yang diterbitkan Mahkamah Konstitusi. Asupan yang legit. Mengulas hak ikhwal isu konstitusi dengan sudut bidik bervariasi.

Rubrik ‘Jejak Konstitusi’ yang eksis lestari sampai kini paling saya gemari. Ada kilas balik sejarah. Ada jernih pikiran tokoh. Lalu lintas pemikiran dan jejak Republik.

Tatkala memelototi rubrik ‘Jejak Konstitusi’, edisi No. 71, Januari 2013 patik terperanjat. Edisi itu menukilkan pikiran seorang dokter perihal dua kata: “kesehatan rakyat”.

Frasa yang mengingatkan saya pada diksi sangat dahsyat: perumahan rakyat, kesejahteraan rakyat, mobil rakyat, bank rakyat, sekolah rakyat. Juga, wakil rakyat, peradilan rakyat, jalan rakyat.

Tatkala membahas UUD Republik Indonesia di forum Badan Penyelidik Usaha-usaha Kemerdekaan (BPUPK), Dr. Boentaran Martoatmodjo angkat bicara. Lempar pikiran. Benda halus yang lugas, bernas, bermartabat.

“Paduka Tuan Ketua! ….untuk menjamin kesehatan rakyat sepenuh-penuhnya, maka saya ajukan untuk dipertimbangkan oleh sidang, …kesehatan rakyat seluruhnya diperlihara, oleh negara’. Itu akan menjamin kesehatan rakyat, yang menjadi sendi kekuatan rakyat dan kekuatan negara”.

Masih dalam Rapat Besar BPUPK, 15 Juli 1945 itu, pikiran sang dokter sontak ditentang Tuan Soepomo.

“Apa alasan Tuan Buntaran untuk berkata begitu”, ujar Tuan Soepomo.

Dia melanjutkan, “Dengan sendirinya, terutama dalam negara dalam keadaan sekarang, tidak ada satu orang pun yang akan mengakui, bahwa negara tidak akan menjamin kesehatan rakyat, malahan saya kira bahwa tentang hal itu tidak ada keragu-raguan dalam negara”.

Argumen penolakan Tuan Soepomo dilempar balik pimpinan sidang Tuan Radjiman Wedyodiningrat kepada Tuan Boentaran.

Dokter itu balik jawab jinawab, “Tidak bisa. Saya bisa menjawab lagi, tapi saya tidak akan memperpanjang pembicaraan”.

Tuan Buntaran tak memaksakan kehendak. Lalu lintas debat perihal Pasal 32 UUD pun berakhir. Walau bukan menafikan tafsir dari ahli pikir.

Saya mencatat jejak kenegarawanan dari jawab jinawab Buntaran-Soepomo. Kedua tuan itu loyal dan tabah dengan pikiran yang konsisten pada dua kata berenergi itu: “kesehatan rakyat”.

Akankah bobot pikiran dan cara debat berseni kaum negarawan itu relevan dipetik lagi kini? Tabik. *

Penulis : Muhammad Joni (Advokat, Ketua Masyarakat Konstitusi Indonesia/MKI)

Share
Leave a comment