Pungli Imigrasi Bernilai Miliaran Terungkap dari Pembuatan Paspor
TRANSINDONESIA.CO – Pungutan liar (pungli) Kantor Imigrasi Mataram, Nusa Tenggara Barat bernilai miliaran rupiah terungkap dari kantong pembuatan paspor hilang, rusak, dan juga habis masa kunjungannya.
Adanya pungli itu terungkap dari keterangan Abdul Haris, penyidik PNS (PPNS) Seksi Intelijen dan Penindakan Keimigrasian (Inteldakim) Mataram, ketika dihadirkan Jaksa KPK ke hadapan majelis hakim sebagai saksi persidangan kasus suap Rp1,2 Wyndham Sundancer Lombok Resort, Kurniadie dan Yusriansyah Fazrin yang digelar bersamaan di Pengadilan Tipikor Mataram, Rabu (23/10/2019).
Diberitakan Antara, dalam keterangannya menanggapi pertanyaan Jaksa KPK yang diwakilkan Taufiq Ibnugroho, pendapatan sampingan Inteldakim Mataram yang nilainya tembus hingga miliaran rupiah tersebut diperoleh dalam kurun waktu Januari hingga April 2019.
“Kalau yang Mei memang waktu itu lagi sepi. Itu terkait fee pemberian layanan keimigrasian paspor hilang, kalau dari biro jasa Rp1 juta. Untuk TKI Rp300 ribu, itu untuk yang masih berlaku, Rp600 ribu yang sudah tidak berlaku,” kata Haris di hadapan majelis hakim yang diketuai Isnurul Syamsul Arief.
Dalam rincian data yang telah tertera dalam berita acara pemeriksaannya, jumlah pungli yang diterima dari biaya pembuatan paspor hilang, rusak dan juga yang habis masa kunjungannya itu mencapai Rp1,292 miliar. Rinciannya sebanyak Rp387,9 juta dari pembuatan paspor 24 halaman dan Rp905 juta dari paspor 48 halaman.
“Semuanya disetorkan ke Pak Yusriansyah Fazrin (saat itu masih menjabat Kasi Inteldakim Mataram),” ujar PPNS yang bertugas di Bagian BAP paspor rusak, hilang dan yang juga habis masa kunjungannya itu.
Saat disinggung terkait dengan pembagian, Abdul Haris mengetahuinya dari catatan yang ditunjukkan Yusriansyah Fazrin kepadanya. Setiap anggota Inteldakim Mataram mendapat jatah berbeda tergantung peran dan jabatan.
“Itu catatan terkait berapa-berapa jatah untuk anggota, tapi dari Pak Yuri sendiri itu ada tambahan, katanya biar adil mana yang kerja,” ujarnya lagi.
Jatahnya sendiri, Abdul Haris mengaku tiap pekannya dari uang tersebut menerima Rp1 juta sampai Rp3 juta. Sedangkan Kurniadie, seingatnya lagi, mendapat jatah mencapai 40-60 persen tiap setoran per pekannya.
“Seingat saya 40 sampai 60 persen jatah Kakanim, jumlah persisnya saya tidak tahu,” kata Haris pula.[ANT]